Laksa 6

1558 Kata
Lika 6 Lika termenung menatap dompet yang hanya tinggal tersisa beberapa lembar saja, menghela napas pelan dia mengedarkan pandangannya, hari sudah semakin sore, jika kemarin dirinya mendapat pasokan dari Laksa hari ini dia mau tak mau harus memenuhi kebutuhannya sendiri, dan dengan sangat terpaksa dia harus melorot satu lembar dari dalam dompetnya utuk membeli makanan sore itu. “Mang nasi goreng satu di bungkus ya!” ucap Lika saat dirinya tengah berada di tempat penjual nasi goreng yang sudah beberapa kali menjadi tempat langganannya. “Siap neng, pedes nggak ni?” tanya mang Asep si penjual nasi goreng yang terlihat sibuk melayani pelanggan lainnya, masakan mang asep memang menjadi primadona di daerah kontrakan Fira. “Sedeng aja mang, jangan terlalu pedes, saya nggak boleh makan terlalu pedes,” ucap lika dengan senyum terukir indah di kedua sudut bibirnya, penampilan yang bisa memukau siapa saja saat melihatnya, senyum menawan yang menjadi daya tarik dirinya saat masa kuliahnya dulu. “Siap! Tunggu ya neng,sebentar lagi selesai ini.” “tenang aja mang, aku nggak buru-buru kok,” ujar Lika lagi, dia menatap sekitar melihat beberapa anak muda yang asik tertawa Bersama dengan teman sebayanya, ingatannya kembali menerawang kembali ke masa di mana dirinya masih sekolah dulu. Lika termasuk siswi yang tidak populer hingga bisa berteman dengan siapa saja. Dia hanya memilki Fira sebagai sahabatnya, lalu pertemuannya dengan deon merubah kehidupannya, dia mulai mengenal apa itu cinta hingga dibutakan dengan sesuatu yang hanya sebuah semu, awal yang dia kira akan indah pada waktunya malah membuat dia terjebak oleh rasa itu, rasa nyaman yang Deon tawarkan membuat dia lupa dengan daratan. Di sanalah dia merasa dirinya bodoh. “neng nasi gorengnya sudah siap.” Ucapan dari mang Asep membuat lamunannya buyar, Lika menoleh pada penjual nasi goreng itu lalu tersenyum kecil. “Makasih mang!” ucap lika memberikan selembar uang seratus ribu pada mang Asep. “Nggak ada uang kecil aja neng? Nggak ada susuknya.” “Yah ngga ada mang, Cuma itu doang.” “Waduh!” mang Asep terlihat menoleh kearah sekitar, dia terlihat kebingungan. Sebelum menoleh pada Lika setelahnya. “sebentar saya cari tukaran dulu neng. Lika mengangguk kecil membiarkan mang Asep berlalu meninggalkan dirinya di gerobak pangkalan mang Asep, dia mengikuti kemana mang Asep berlalu, hingga tanpa sengaja tatapannya menemukan sebuah mobil hitam yang begitu dia kenali. Alisnya mengerut kecil, menajamkan tatapannya untuk memastikan siapa sosok yang ada di dalam sana. Setelahnya dengkusan kasar keluar dari mulut lika, dia bergerak gelisah menunggu mang Asep agar segera Kembali, tak ingin terlalu lama di sana karena sosok yang dia anggap mengawasinya. “Maaf neng lama,” ujar mang asep setelah Kembali dengan membawa uang kembalian milik Cila, mang Asep mengulurkan uang 90 ribu yang diterima oleh Cila dengan tergesah, setelahnya dia berlalu meninggalkan mang asep setelah mengucapkan terima kasih. Lika berjalan cepat, tak ingin jika Laksa terus membuntutinya, dia merasa jengan dengan usaha pria itu yang seolah tak pernah Lelah mengejarnya, jika Laksa terus saja seperti ini entahlah Lika takt ahu akan bertahan sampai kapan. Jujur melihat usaha Laksa yang begitu gencar untuk masuk kedalam hidupnya bisa saja membuat pertahanan lika goyah. “Lika!” Sedikit terkejut saat suara Laksa memanggilnya, dia tak berhenti ataupun menoleh, yang lika lakukan hanya berjalan setengah berlari untuk menghindari Laksa. “Tungga lika!” Saat menyadari suara Laksa begitu dekat, Lika mempercepat langkahnya. “Lika tunggu, hey!” Laksa menahan Langkah lika, pria itu membuat Lika terdiam beberapa saat hingga membuatnya menoleh karena kesal. “apa lagi sih, harus aku bilang berapa kali lagi supaya mas berhenti buat hadir di hidup aku?” tanya lika dengan suara parau, dia menatap laksa dengan geram. “sampai kamu benar-benar menerima aku, maka saat itu itu tiba aku akan benar-benar berhenti mengikutimu …” “menerima kamu, sama saja menarik aku kedalam kehidupan kamu mas!” “karena memang itu tujuanku Lika, aku ingin kamu bersamaku, Dan biarkan aku bertanggung jawab atas apa yang sudah deon lakukan padamu.” “cukup mas. ini tak akan pernah berakhir jika kamu terus bersikeras untuk itu, aku akan tetap degan pendirian ku, dengan atau tidaknya kamu akan selamanya sendiri, jadi berhentilah.” Ucap Lika dengan wajah sendu, dia tidak ingin Laksa menanggung sesuatu yang seharusnya bukan menjadi miliknya, Lika tidak ingin orang lain masuk kedalam hidupnya, apalagi masalahnya. “sampai kapan? Aku tahu kamu kuat, tapi tidak selamanya kamu bisa menanggung ini semua seorang diri, kamu butuh seorang pendamping yang harusnya selalu ada untuk kamu, Lika.” Lika menggeleng pelan, dia tidak bisa terlalu lama di sini, terlalu lama berhadapan dengan Laksa bisa membahayakan dirinya. “aku ingin sendiri, maaf.” Setelahnya lika berlalu meninggalkan Laksa yang menatap kepergiannya dengan tatapan tak mengerti, dia tahu Lika memang keras kepala seperti itu,tapi tidak menyangka jika akan seperti ini, Laksa tak habis pikir dengan wanita itu. Biarkan saja Lika dengan pemikirannya, mungkin nanti dia akan menyerah dengan pendiriannya, semoga saja. Laksa berlalu meninggalkan Lika yang saat ini sudah masuk kedalam rumah, dia akan Kembali lagi entah esok lusa atau kapanpun itu hingga Lika menyerah dengan pendiriannya. Seberapa banyak pun Lika menolaknya dia akan terus menemui wanita itu. Laksa untuk Lika… “Lo kenapa?” Fira bru saja pulang dari bekerja, melihat Lika yang duduk termenung di ruang tamu membuat kerut di keningnya muncul, “masih jam berapa juga udah bengong aja lo, kesambet bru tahu rasa!” Lika hanya melirik kilas, lalu menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan lutut yang sengaja dia lipat di atas sofa, dia masih kepikiran dengan ucapan Laksa tadi, ”sampai kapan?” yah, sampai kapan dirinya bertahan? Kondisinya yang masih mengandung tentu saja akan membuat dirinya kerepotan nantinya. Dan parahnya dia sama sekali belum mendapatkan pekerjaan, tabungan pun sudah menipis tinggal menunggu waktu saja dia akan menjadi beban untuk sahabatnya. Hanya itu kendala Liika sekarang “kerjaan belum keterima?” Fira yang sudah Kembali dari dapur membawa satu gelas besar air putih memilih dduk tepat di sebelah Lika.pertanyaan yang hanya di balas gelengan kepala dari Lika. “Yaudah, sabar aja dulu, tahu sendiri cari pekerjaan sekarang susahnya kayak apakan?” “di tempat lo kerja nggak ada lowongan sama sekali apa, ob ob dah jadiin, dari pada gue jadi penganguran sukdes kaya gini!” Fira menghela napas pelan lalu gelengan kecil dari wanita itu membuat harapan lika pupus. “bukan cari karyawan, mereka malah mengurangi para pekerja, lagian kerjaan sama gaji nggak sepadan, ka. Lo bakalan capek doang kerja di sana.” Lika terdism, tidak tahu harus berkata apalag, dia sudah mencoba mencari pekerjaan dari pagi hingga petang tapi hasilnya tetap saja nihil, entah dia harus seperti apalagi sekarang. “tadi kak Laksa dating lagi …” Tanpa perlu menunggu lanjutan dari Lika, Fira seolah paham denga napa yang di pikirkan sahabatnya itu.”terus?” Menghela napas pelan Lika menoleh sekilas pada sahabatya itu. ”masih sama seperti yang kemarin, diam mau menanggung semua yang harusnya menjadi tanggung jawb Deon.” Lika berhenti, menatap Fira dengan tatapan sendu yang sulit diartikan. Fira menggeleng tak percaya, dia seolah memiliki dua kemungkinan untuk apa yang di lakukan oleh Laksa. Yang pertama memang pria itu bertujuan baik karena mau menanggung semua kesalahan sang adik, atau malah Laksa menaruh rasa pada Lika hingga dia seolah rela berkorban di kesempatan ini. Entahlah, memikirkannya saja Fira sudah merasa bingung. "Kakak yang baik, atau pria bodoh kalau menurut Lo?" Sekali lagi Fira menggeleng "antara bodoh dan t***l sih kalo kata gue mah." "Dan gue lebih memilih mengamati dia bodoh, secara nggak langsung buat apa coba dia kekeh untuk mempertanggungjawabkan perbuatan adik yang menurut gue nggak mungkin banget. Harusnya dia seneng dong, dengan gue menolak semua itu. Dia bisa bebas tanpa beban yang harus ditanggung buat ngerawat gue." Fira mengangguk, menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan tatapan dia larikan pada langit-langit yang terlihat banyak satang laba-laba di sana. "Mungkin nggak sih dia suka sama Lo?" Lika menoleh cepat. "Ha?!" Dia menatap sahabatnya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Jangan becanda deh. Dari semua kemungkinan yang ada, itu jelas nggak mungkin!" Mengedikkan bahu acuh, Fira menoleh kilas pada Lika sebelum menatap langit-langit ruangan. "Mungkin aja sih kalo menurut gue, secara nggak langsung kan, dia keliatan banget berharap lebih dengan adanya kesempatan ini." "Omongan Lo makin ngaco deh, fir. Gue jelas menolak kemungkinan itu, nggak lucu aja kan kalo memang dia naruh rasa sama gue." "Lucu sih, kakak yang jatuh cinta sama pacar adiknya sendiri." Setelahnya Fira terbahak membayangkan itu, sedangkan Lika termenung sesaat memikirkan perkataan Fira. Apa mungkin? Rasanya semua itu tidak mungkin, bagaimana bisa Laksa menaruh rasa pada dirinya, dan jika iya? Apa yang harusnya dia lakukan? "Lagian kalau memang itu bener, apa yang bakal Lo lakuin?" Fira menatap sahabatnya itu dengan tatapan penuh arti. "Gue nggak tahu, dan gue nggak yakin tentang itu." Tangan Fira terulur, mengelus pundak Lika dengan pelan, "apapun itu jangan sampai Lo nyesel nantinya, pikirin baik-baik untuk Lo kedepannya. Kalaupun itu benar adanya, gue harap Lo nggak menyia-nyiakan kesempatan ini. Jangan sampai Lo menyesal di kemudian hari!" Lika menunduk, menatap buku tangannya, dia bingung dengan apa yang akan di hadapinya nanti, dan memang jika benar Laksa memiliki rasa lebih kepada dirinya Lika yakin sebanyak apapun Lika menolak pria itu akan terus mengejarnya, lalu apakah dia bisa menghindar dan bersembunyi dari seorang Laksa? Rasanya untuk bersembunyi Lika tidak yakin. Terlebih Laksa memiliki banyak koneksi yang bisa menemukan dirinya dengan mudah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN