Laksa 7

1426 Kata
Laksa menatap berkas di hadapannya dengan nanar, dia tak bisa berkonsentrasi untuk melakukan pekerjaan seperti biasanya, Lika memenuhi kepalanya, wanita itu seolah mengalihkan dunianya. Laksa merasa tidak akan tenang jika harus seperti ini, terlebih rasa bersalah yang perlahan menyusup membuat dia semakin tidak tenang. Deon yang pergi entah kemana pun membuat Laksa ingin marah dan menyeret adik kurang ajar yang lari dari tanggung jawab. Tapi sayang, dia tidak bisa melakukan itu, terlebih entah apa yang keluarganya lakukan jika mengetahui apa yang sudah adiknya lakukan. Keluarga yang selalu menekankan kata sempurna di setiap perilaku, dan Deon termasuk salah satu anak pembangkang yang menentang semua perintah dari ayah mereka, adiknya di asingkan dan dia tidak ingin melihat adiknya semakin menderita jika sampai mereka tahu kelakuan Deon sudah menghadirinya sebuah nyawa ke dunia ini. Laksa merasa serba salah di posisinya. Dia beranjak dari tempatnya, lalu berjalan cepat menuju pintu ruangannya, menatap sekilas pada Ara sekretarisnya. "Batalkan semua pertemuan untuk besok karena saya ada urusan satu hari penuh besok." "Tap-" Ara terdiam setelah melihat tatapan tajam dari Laksa, memilih mencari aman, Ara mengangguk patuh. "Baik pak." Setelahnya Laksa berlalu meninggalkan kantor untuk menuju tempat dimana Lika biasa berada. Beberapa hari mengikuti wanita itu membuat Laksa paham akan kebiasaan Lika. Dia akan mampir di tempat tukang nasi goreng yang sudah tiga kali dia datangi. Dan benar saja, baru saja Laksa berhenti di pinggir jalan tatapannya sudah menemukan wanita itu tengah duduk gelisah di tempatnya, dengan memangku sebuah map berwarna coklat dia menoleh ke kanan dan ke kiri beberapa kali. Laksa ingin turun dan menghampiri wanita itu seperti beberapa hari yang lalu, tapi saat ingatannya kembali pada penolakan Lika membuat dia urung. Laksa memilih tetap tenang di dalam mobil walau dia sedikit tidak nyaman saat melihat Lika malah duduk di tempat yang diterpa langsung oleh matahari sore, Laksa ingin mengajak Lika dan mengantarkan wanita itu agar tidak kelelahan berjalan, hanya saja sekali lagi, penolakan Lika menjadi momok menakutkan bagi Laksa. Setelah melihat Lika membayar dan berjalan menjauh, Laksa mengikuti Lika hingga tiba di gang menuju kontrakannya, saat melihat wanita itu bertemu dengan sahabatnya, yang Laksa tahu adalah pemilik kontrakan tempat tinggal Lika sekarang, Laksa bisa bernapas lega dan berlalu meninggalkan wanita itu. Memang, kebiasaan baru Laksa adalah mengikuti Lika dan mengawasi wanita itu secara langsung. Walau dia sudah membayar seseorang untuk selalu menjaga dan mengikuti kemanapun Lika pergi, tetap saja, sore hari Laksa akan selalu membuntuti wanita itu. Laksa tahu apa yang dia lakukan itu memang tidak benar, tapi dia tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada Lika, dia ingin wanita itu selalu dalam keadaan baik. Terlebih Laksa akan merasa lebih tenang juga dia bisa mengetahui keadaan Lika tiap waktu.     Laksa untuk Lika. "Nasi goreng lagi?" Lika mengangguk dengan semangat, akhir-akhir ini entah kenapa dirinya begitu suka dengan nasi goreng, terkadang hanya memikirkannya saja Lika hampir mengeluarkan air liur. "Nasi goreng ati?" Lika terkekeh pelan, lalu memukul pundak Fira dengan pelan. "Tau banget sih sama apa yang gue suka!" Fira mendengus kecil dengan lirikan dia menatap jengah pada sang sahabat. "Gimana gue nggak tahu, itu udah kebiasaan Lo hampir satu bulan ini. Saban sore nasi goreng mulu, Lo nggak bosen emang?" Gelengan pelan dari Lika di sertai senyum tipis dari wanita itu membuat Fira semakin tak percaya, mungkin ini yang dinamakan hormon kehamilan, atau apa mungkin sahabatnya itu tengah ngidam? Entahlah, Fira belum begitu paham dengan urusan hamil dan dihamili. "Terserah! Asal dihabisin aja, jangan Sampek gue lagi yang ngabisin makanan Lo kayak kemaren sore!" Lika meringis kecil, teringat kembali dimana sore kemarin dia merasa kenyang dan merasa sayang jika nasi goreng seenak buatan mang Asep harus dibuang,  disimpan pun rasanya akan mubazir, maka saat itulah dia merengek pada Fira untuk menghabiskan nasi goreng yang benar-benar enak itu. Fira menolak awalnya, tapi saat Lika merengek dengan mata sendu membuat Fira mendengkus dan menerima nasi goreng sisa milik Lika, menghabiskan tanpa diam agar sahabatnya itu senang. "Iya-iya gue habisin kok, lagian gue laper ini seharian jalan mulu." "Jadi gimana?" Tanya Fira, yang jelas tertuju pada hasil buruan Lika hari ini. Embusan napas berat dari Lika membuat Fira tahu hasil pemburuan hari ini, dan itu mengingatkan dirinya pada masa pencarian pekerjaan dulu. Sulit memang, tapi mau bagaimana lagi. Hidup di kota tidak semudah yang dibayangkan orang. Untuk bertahan harus benar-benar merangkak. Fira memuji bagaimana kerasnya Lika berjuang untuk mendapatkan sebuah pekerjaan, terbiasa hidup berkecukupan tidak membuat Fira manja, dia masih mau be jalan dari satu tempat ke tempat yang lain demi mendapat sebuah pekerjaan yang bisa membuat dirinya bertahan untuk kemudian hari, belum lagi kebutuhan Lika yang semakin banyak tentu membuat tekanan tersendiri untuk wanita itu, dan Lika bukan tipikal orang yang mudah menyerah. Fira yakin akan hal itu. "Sabar, memang nggak gampang cari pekerjaan, tapi gue yakin Lo bakal dapet kerjaan secepatnya." "Gue harap juga gitu, gue nggak tahu lagi bakal bertahan sampai kapan, udah ngerasa capek aja sama semua ini." Fira terdiam sesaat, bahkan langkah kakinya pun berhenti saat mendengar perkataan dari sahabatnya itu. Setelahnya dia melangkah cepat, merangkul pundak sang sahabat untuk mencairkan suasana. "Jangan gitu lah, mana sahabat gue yang selalu keras kepala? Masa gini aja udah Nyerah, ayo dong semangat, gue yakin Lo bisa!" Lika menoleh, menatap mata sang sahabat dengan penuh makna, dia benar-benar beruntung memiliki sahabat seperti Fira yang masih mau menampung dirinya hingga sekarang, bahkan uang sewa pun Lika belum memberikan pada Fira karena memang tabungannya belum cukup untuk itu. Untuk kebutuhan sehari-hari saja Lika harus menghemat. Lika tersenyum kecil. "Makasih ya, gue nggak tahu lagi gimana jadinya gue tanpa Lo di sini!" "Udeh nggak usah melow, itulah gunanya sahabat, apapun kondisi Lo gue bakal selalu ada untuk Lo. Begitupun Lo, Lo dulu selalu ada buat gue, bahkan nggak sungkan nolongin gue saat gue bener-bener butuh." Lika hanya tersenyum mendengar ucapan Fira, dia tidak tahu harus berkata apa, Fira memang sahabatnya yang benar-benar bisa diandalkan. Terlepas dari semua yang sudah mereka lalui dulu, kini hanya Fira yang selalu ada untuk dirinya, bukan mereka yang hanya datang saat mereka butuh, setelah selesai mereka akan meninggalkan Lika dengan kesendiriannya. Lika tidak butuh orang-orang seperti itu. "Makasih," ucap Lika dengan tulus. Fira terbahak setelahnya, dia memukul pundak Lika beberapa kali karena merasa gemas dengan Lika. "Udah gue bilang, jangan dikit-dikit bilang makasih, gue jadi ngerasa aneh tahu nggak." Yah, seperti itulah sahabatnya, Lika sangat paham dengan sifat Fira yang selalu merendah dan menganggap semua biasa saja. Bahkan Lika saja belum tentu bisa seperti sahabatnya itu, terlalu kuat dan sempurna untuk seorang perempuan, dan Lika banyak belajar dari seorang Fira, hidup bukan untuk disesali tapi di perjuangkan, entah bagaimana terjalnya jalanan yang akan dia lalui, Lika harus bertahan demi dirinya dan juga nyawa tak berdosa yang ada di rahimnya saat ini. Lika akan berjuang untuk kebahagiaan anaknya kelak, entah seperti apa nasib akan membawanya, tapi Lika akan merubah nasibnya sendiri untuk kehidupannya kelak. Tidak peduli orang akan berkata apa, dia akan terus bergerak. "Tapi beneran makasih, bukan karena Lo udah kasih gue tumpangan, tapi karena Lo udah mengajarkan gue untuk selalu kuat di setiap keadaan." "Nah kalo makasih untuk itu, gue bakal terima dengan senang hati!" Fira tertawa lagi, dengan tangan yang masih melingkar di pundak Lika. "Gue emang yang terbaik kalo soal urusan kasih pelajaran buat Lo!" Lika terkekeh kecil, dia menggeleng pelan sebelum melirik sahabatnya. "Iya, Lo emang sahabat terbaik yang gue miliki, Lo keren deh!" "Pastinya, gue bakal selalu keren untuk Lo dan juga calon keponakan gue!" Fira melirik kebawah tepat pada perut Lika yang terlihat masih datar "Eh jadi gimana nih kabar calon ponakan gue hari ini?" Lika mengikuti arah pandangan Fira sebelum tersenyum kecil. "Gue rasa dia baik, nggak nakal juga, nggak bikin gue mual-mual hari ini dan mood gue juga nggak baik turun." "Wahh! Ponakan gue bakal jadi anak baik dan pengertian ini mah. Keren ... Harus jadi kayak Tante ya sayang!" Fira mencuri satu elusan di perut Lika saat menyadari jalanan terlihat sepi, Fira tidak ingin apa yang dia lakukan bisa menjadi santapan aneh bagi mereka yang lewat. "Tentu dong, kan tantenya juga keren." Lika terkekeh kecil, sekali lagi dia bersyukur dengan kondisinya beberapa hari ini, jika saat hari pertama dirinya mulai mencari pekerjaan dia dibuat kewalahan karena rasa mual dan mood yang anjlok, kini Lika seolah lebih terbiasa dan lebih santai lagi, moodnya pun bisa dia kendalikan dengan mudah. Mungkin efek saat dirinya berpikir tenang setiap menjalani kegiatannya dan itu berefek pada kandungannya, atau memang calon anaknya itu mengerti pada kondisi ibunya yang memang butuh tenaga lebih untuk menjalani hari? Apapun itu, Lika akan selalu bersyukur dengan kondisinya yang sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN