゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆
゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊
゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚ ┊ ⋆ ┊ . ┊
゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆
゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
゚☆ 。 H A P P Y R E A D I N G
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
Aku mendesis ketika hendak mengayuh sepedaku. Ya Tuhan, kakiku belum sembuh total. Mungkin, aku tak akan kuat jika mengayuh sepeda sampai sekolah. Yang ada, aku dapat menambah luka baru nantinya.
Bagaimana ini? Sudah mau jam tujuh. Ah, masa iya aku akan telat lagi? Jangan, aku mohon jangan sampai.
"Morning, My Princess."
Aku mendongakkan kepalaku, di tepi jalan depan rumahku, sudah ada Raksa dengan sepeda motornya. Dia tersenyum cerah ke arahku. Cahaya mentari pagi bahkan seperti mentakdirkan cowok itu agar terlihat bersinar di hadapanku.
"Astaga, Aurum! Kaki lo kenapa?!" Raksa buru-buru turun dari motornya dan mengecek lututku yang terbalut kassa dan plester.
"Jatuh, Sa, semalem."
"Lo abis ngapain? Nyolong mangga? Atau, jangan-jangan kamu mau ngerampok rumah orang tapi dapat azab duluan, yah?" tuduh Raksa asal ceplos.
Aku berdecak dan memilih mendekati motor Raksa. Sahabatku ini, sangat tepat sekali waktu datangnya, saat aku sedang membutuhkan pertolongan.
"Nggak usah ngada-ngada! Ayo cepet, Raksa. Gue mau nebeng."
Raksa berlenggang mendekatiku. Dia nampaknya begitu bahagia. Bahkan, cowok itu terus tersenyum dengan menampilkan gigi-giginya.
"Nggak usah cerengas-cerenges, gigi lo ompong baru tau rasa lo, Sa!"
"Hii ya gampang. Ntar gue cari gigi palsu!" Raksa mulai menaiki motornya. Dia menyalakan mesin, dan membuat aku segera menaiki motor dia juga.
Bersahabat dengan Raksa dari sekolah menengah pertama kelas 7, membuat aku nyaman mengobrol dengan dia. Aku juga jarang menampakkan sifat dinginku padanya.
Bukan. Bukan karena aku memiliki perasan lebih kepadanya, tapi sungguh aku sudah menganggap Raksa seperti saudara laki-lakiku. Tapi, tetap saja Raksa mencoba mengejar hatiku. Padahal, hatiku saja rasanya sudah tertutup rapat sudah sangat susah untuk membukan hati.
Kami berdua lantas bergegas menuju SMA Khatulistiwa. Untungnya, jarak rumahku ke sekolahku tidak begitu jauh. Hanya memerlukan lima belas menit, aku dapat sampai di sana.
Dan benar, aku serta Raksa sudah mulai memasuki kawasan sekolah tercinta kami. Menuju tempat parkir tengah, yang memang sengaja dikhususkan untuk parkir kendaraan bermotor.
"Oh, ini pacar lo, Rum?"
Aku dan Raksa menengok bersamaan ke sumber suara. Baru saja tiba di parkiran, namun sudah ada yang bertanya kepadaku dengan pertanyaan yang jawabannya tidak mungkin berupa kata iya.
"Gue nggak punya pacar!" jawabku kepada Argentum.
Cowok itu duduk santai di atas motor yang letaknya persis di sebelah kanan motor Raksa. Apa itu motornya? Entahlah, aku merasa tidak yakin.
"Ngapain lo tanyain gitu? Denger ya, gue itu bodyguard Aurum nomor 1! Gue nggak bakal biarin Aurum terluka!" ujar Raksa begitu tegas.
Aku dapat menatap jelas, Argentum menggunakan ekspresi arogan. Ish, cowok itu bisa tidak, sih, terlihat sedikit kalem?
"Nggak. Gue cuma mau tanya doang, biar gue aman-aman aja kalo mu deketin Aurum," celetuk Argentum sembari melirik ke arahku.
Jelaslah aku terkejut. Argentum ini sepertinya tidak main-main dengan perkataannya. Namun, apa mungkin baru satu hari bertemu tapi dapat memantapkan hati untuk mengejar? Aku tidak yakin akan hal itu. Bisa saja, Argentum benar-benar seorang buaya darat.
"Enak aja! Lo kalo mau deketin Aurum, langkahin gue dulu! Gue yang udah sama dia lama, dan gue udah jagain dia selama ini!" bantah Raksa tidak setuju.
Seketika telingaku terasa panas, ada apa, sih, dengan kedua cowok di depanku ini?
"Sorry, Bro. Kadang, rasa cinta itu nggak tergantung seberapa lama. Jadi, nggak akan guna juga lo bilang udah deket lama sama Aurum. Kalo Aurum sukanya sama gue, ntar lo terima nasib aja, ya?"
"Lo yang terima nasib! Gue yang bakal dapetin hatinya Aurum!"
Aku sungguh muak dengan percakapan mereka. Mereka merebutkan aku, atau merebutkan hasil lelang? Main seenaknya saja. Mataku berbinar ketika melihat sosok yang mungkin dapat membantu aku keluar dari kedua cowok ini.
"Ricky!" seruku memanggil sahabatku sedang berjalan santai sembari membenarkan tatanan rambutnya.
Aku mendekati Ricky. Syukurlah, aku dapat lolos dari Raksa dan Argentum yang menyebalkan.
***
Saat istirahat ini, aku sengaja memisah dari sahabat-sahabatku, juga kabur dari ajakan Raksa ke kantin. Aku ingin menenangkan diri, menikmati quality time untuk diriku sendiri.
Kini, aku duduk di kursi taman belakang yang di mana pada meja hadapanku juga terdapat payung besar, sehingga dapat mencegah sinar matahari mengenai diriku.
Aku membuka buka buku diary milikku. Membaca dari awal diary yang dipenuhi oleh cerita berlinang air mata bagiku. Aku mencoba melihat tampilan wajahku di layar handphone, tampak jelas seperti kelelahan dan juga habis menangis. Di tandai dengan kantung mataku yang sedikit membesar.
Aku menguap. Oh tidak, aku sangat mengantuk. Beberapa kali, kepalaku hampir ku jatuhkan ke atas meja, tapi aku dapat sedikit mencegahnya. Sampai akhirnya aku sudah hampir tak kuat menahan rasa kantuk, aku memejamkan mata dan menjatuhkan kepalaku ke meja. Namun, ada seseorang yang menangkup kepalaku saat akan berbenturan dengan meja.
Aku yang memang belum tertidur, sedikit membuka mataku. Ada tangan kekar seseorang, yang aku yakin itu adalah milik seorang cowok.
"Kalo mau tidur, yang bener, dong. Kayak gitu tadi, bisa bikin kepala lo sakit."
Dan iya, itu adalah Argentum. Dia meletakkan kepalaku dengan hati-hati ke aras meja yang sudah terdapat sweater abu-abu miliknya, digunakan sebagai bantal untukku.
"Lo suka nulis diary, Rum?"
Aku hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan Argentum. Aku hanya tinggal terlelap saja, namun masih aku tahan sedikit.
"Kalo gitu, gue keknya tau deh gimana cara lo buat cari duit," celetuk Argentum yang berhasil membuat aku terbangun.
Benarkah? Argentum punya ide? Aku sedikit tidak yakin dengan dirinya.
"Emang apa?" tanyaku sangat penasaran.
Argentum tersenyum. Aku tak tahu mengapa cowok itu sering sekali tersenyum. "Menulis. Lo bisa bikin n****+, artikel, dan sebagainya, Rum."
Mataku berbinar. Aku senang mendapat masukan dari Argentum. Syukurlah, cowok itu dapat berpikir jernih juga. "Serius? Caranya gimana? Gue pengin bang-- huaa ...." Aku memotong ucapanku sendiri karena tiba-tiba saja aku ingin menguap.
Argentum membekap mulutku saat mulutku terbuka lebar. Astaga, aku lupa menutupi mulutku sendiri.
"Kek kuda nil lo! Nguapnya lebar amat!"
Aku tidak peduli. Mataku kini kembali memberat. Kenapa dengan mataku saat ini? Sangat manja sekali ingin dipejamkan.
"Ntar aja, deh. Lo tidur aja dulu. Gue tahu, lo pasti kurang tidur tadi malam, 'kan?" tebak Argentum.
Aku mengangguk kecil, sebagai jawaban untuk Argentum. Mataku, mulai menutup dengan pelan. Namun, dapat melihat jelas tepat sebelum aku menutup mata, Argentum mengusap kepalaku dengan lembut. Entahlah, hal itu membuatku mudah untuk memulai memejamkan mata.
。・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚ ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚
☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚
゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆
゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊
゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚ ┊ ⋆ ┊ . ┊
゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆
゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
゚☆ 。 S E E Y O U I N T H E N E X T C H A P T E R ! ! ! !
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚..