Living in Death

935 Kata
Bagi orang-orang tertentu, Niccolo William Terranova bukan hanya dikenal sebagai CEO, tapi juga calon pemimpin keluarga trah Terranova, yang artinya Niccolo akan memegang kendali Cosa Nostra saat William meninggal nanti. Harusnya bukan hal mengejutkan jika Niccolo melakukan hal kejam apalagi kakaknya sendiri yang tumbuh bersama dengannya, Giorgina. Datang membuka pintu tanpa permisi hingga pria yang tengah memeriksa berkas itu menoleh. “Apa kau gila mengurung pengantinmu sendiri, Nicc?!” Giorgia marah. “Biarkan dia,” perintah Niccolo pada pria yang senantiasa ada disampingnya, Fabio sang tangan kanan. “Jangan menggangguku, Gio. Ada rapat penting yang harus aku lakukan.” “Mereka bilang kau mengurungnya, tanpa memberi makan dan minum selama 3 hari.” “Lantas kenapa?” kali ini berkas diturunkan. “De Monfort bilang dia anak haram, memberiku izin bahkan untuk menghabisinya karena mereka memiliki janji pada mediang ibunya. Dia memang harus lenyap, telah berani melukai pengantinku yang cantik.” Giorgia terkekeh hambar. “Aku menemukan fakta menarik. Eloise seorang pelukis, dia bisa menduplikasikan lukisan tua dan kita lelang secara illegal. Keuntungan akan bertambah.” Apa yang dikatakan Giorgia nyatanya tidak membuat Niccolo tertarik, sampai Giorgia memberikan ancaman untuk memberitahukan ini pada ayah mereka. “Dia sudah dikenal sebagai pengantinmu, banyak hal yang bisa dimanfaatkan darinya. Jadi berhentilah terbakar dalam amarahmu sendiri. Aku akan membawanya keluar. Oke?” Giorgia berbalik, langkahnya terhenti saat vas bunga dilempar tepat mengenai sisi kanan tembok. Giorgia memejamkan mata, guna tidak terkena pecahan kaca. “Dannazione, Nicc!” Giorgia mengumpat dan berbalik. “Pastikan perempuan itu tidak muncul dihadapanku, atau dia akan berakhir di Neraka sesungguhnya.” “O-oke.” Terakhir kali Giorgia melihat amarah itu saat 15 tahun yang lalu. Keadaan nama perempuan yang tengah diperdebatkan itu mengenaskan. Gaun putihnya kotor, napasnya terputus-putus. Dalam pikiran Eloise, mungkinkan hari ini kematian akan menjemputnya? Sampai suara heels terdengar, matanya dipaksa terbuka. Jeruji besi terbuka, seorang wanita bergaun merah masuk diikuti penjaga dibelakangnya. Berjongkok dihadapan Eloise yang sudah terkapar, wajahnya menyentuh tanah. “Kau ingin hidup?” Eloise mengangguk. “Kau membuat Niccolo kehilangan pengantinnya, jadi untuk bertahan hidup kau harus memberikan manfaat untuknya.” Giorgia melanjutkan. “Hei, Terranova! Keluarkan aku dari sini juga! Akan aku berikan informasi mengenai- DOR!” tembakan dilepaskan dari pistol di tangan Giorgia, membuat tubuh Eloise bergetar ketakutan. “Kau akan berakhir seperti itu jika membuat kesalahan. Oke?” Eloise mengangguk lagi. Setelah itu, tubuhnya diangkat oleh pria bertubuh besar, dibawa keluar dari kegelapan, menjauh dari ruangan yang pengab. Bukan kamar yang nyaman menjadi tujuan, melainkan perpustakaan dengan kanvas dan cat yang sudah disiapkan. Eloise dipaksa duduk. “Duduk yang benar. Kau membuatku kesal.” Dengan pistol yang ditodongkan Giorgia. “Buat lukisan serupa dengan itu. Kalau bagus, kau bisa bernafas.” La Flagellazione di Cristo karya Piero della Francesca, salah satu karya penting dari periode Renaissance Italia dan terkenal karena penggunaan perspektif geometris dan komposisi yang sangat teratur. Dalam keadaan tidak berdaya, Eloise dipaksa menggerakan tangan, menari dengan kuas sebagai perantara. Aroma buku memberinya dorongan untuk bertahan hidup, berusaha mengabaikan wanita yang disebut sebagai anak pertama William Terranova yang memberikannya gambaran bagaimana kematian bisa menyambut Eloise. Jam demi jam berganti, Giorgia kadang memberikan gertakan lewat tarikan pelatuk. Menembak rak buku sekitar Eloise, menyebabkan air matanya menetes. “Harusnya Miranda bekerjasama denganku jika dia tidak koma. Jadi aku juga membencimu.” Giorgia berdiri di belakang Eloise. “Berhenti.” Gerakan kuasnya berhenti, Eloise menahan napas merasakan ujung pistol menempel di lehernya. “Oke, kau akan aku biarkan hidup.” *** Tidak ada istilah terkurung di sangkar emas untuk Eloise, dia terkurung dalam bayang-bayang kematian. Berusaha menyelesaikan lukisan setiap harinya untuk bisa mendapatkan besok, dan membaca setiap buku di perpustakaan seluas 12 meter persegi. Terdapat sebuah kamar dengan perapian, tempat Eloise terlelap. Selama satu minggu berada disini, Eloise tidak pernah keluar. Hanya pelayan yang mengantarkan makanan dan pakaian. Juga beberapa peringatan untuk tidak kabur. Penjelasan pelayan menegaskan, benar Terranova adalah dalang dibalik kejahatan Cosa Nostra. “Kau lihat mobil yang baru saja masuk itu, Eloise?” Matanya menoleh keluar jendela, mendapati manusia dalam balutan kain hitam sedang meronta meminta dibebaskan. “Kemana mereka akan membawanya?” “Hutan di belakang. Terranova memelihara jaguar hitam yang dibiarkan berkeliaran. Kau tidak akan hidup jika keluar dari sini.” “Aku… hanya ingin hidup,” ucap Eloise memutuskan pandangan dari banyaknya penjaga diluar sana. “Tuan Niccolo sangat membencimu, jadi jangan pernah menampakan wajahmu di depannya. Oke?” pelayan itu memperingati. Namun sayangnya, malam itu Eloise tidak bisa tidur. Dia keluar dari ruang istirahatnya untuk mengambil buku lain, sembari melihat para penjaga yang masih berkeliaran di dini hari ini. Terfokus keluar hingga tidak tahu ada sosok lain di perpustakaan ini. Sosok yang harusnya tidak boleh Eloise temui, baru tersadar ketika jarak beberapa meter lagi. Mata mereka bertemu, Eloise refleks mundur hingga membentur rak. Sampai tidak bisa berfikir akibat rasa takut, ssepersekian detik Niccolo dihadapannya mencekiknya cukup kuat. "Ahhhh... Tuan... tolong... Ahhh... lepaskan..." Wajah dan leher memerah, kaki bergerak mencoba memberontak. Reaksi Eloise malah membangkitkan sesuatu dalam diri Niccolo, bagaimana kulit putih itu kini kemerahan membutuhkan oksigen. sedetik setelah cekikan dilepaskan, Eloise hirup udara banyak. Namun tidak sampai memenuhi paru-parunya, sebab kini Niccolo menunduk, memberikan gigitan sensual pada lehernya hingga desahan melengking di perpustakaan yang begitu sepi di malam hari. "Ahh... ahh... Anghhh!!" Dengan tangan Niccolo yang kurang ajar masuk ke belahan daada Eloise dan meremasnya hingga napas Eloise sampai tercekat. "Ahhh! Tuannn!" pertama kalinya bagi Eloise, seseorang mencubit pucuk daadanya hingga bulu kuduknya meremang, bersamaan dengan jilatan di leher. Niccolo tampak seperti pemangsa yang haus akan darah, menyiksa Eloise dalam hal yang baru pertama kali dia rasakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN