Secret Desire

1090 Kata
Jika kalian pikir Eloise akan diselamatkan dengan cara manis layaknya pemeran utama, itu adalah kebohongan terbesar. Tubuh Eloise dilempar ke laut, membuatnya berusaha sadar untuk tetap hidup. Eloise berusaha meraih udara, tapi sayang dirinya tidak bisa berenang. Sampai mata menangkap tangga kapal, Eloise mencoba untuk meraihnya dengan sisa tenaga yang ada. Dengan tangan bergetar menaiki tangga tersebut, tubuhnya ambruk begitu mencapai deck. Mengubah posisi menjadi terlentang hingga menangkap pria yang tengah menghirup lintingan sigaret di sela jarinya. Pria bermanik kelam yang selalu menyalahkan dirinya, memberikan rasa sakit bahkan ingin melenyapkannya dari dunia. Padahal, mereka berjanji dihadapan Tuhan untuk membersamai dalam keadaan susah maupun senang. “Bukan salahku… Miranda mengalami semua itu, dia yang memaksa bertukar mobil.” Pria itu mendekat, berjongkok dihadapan Eloise yang sudah tidak berdaya. “Kau seharusnya menjaga Miranda sesuai perintah De Monfort.” “Tolong biarkan aku hidup….” Sebelum Niccolo kembali menorehkan luka, Fabio menghentikan tangan sang majikan. “Tuan William datang, Signore. Tugas anda selesai.” “Ayo kita pergi.” Niccolo bersama Fabio naik ke helicopter yang terbang menjauh, meninggalkan Eloise yang masih terbaring disana. Lintingan sigaret jatuh dari tangan Niccolo, menyebabkan kobaran api pada bahan bakar yang sengaja ditebar di kapal tersebut. Eloise memejamkan mata tidak tahu harus melarikan diri kemana, sampai yacht mendekat. Seseorang menggendong tubuh Eloise menjauh dari kapal yang sepersekian detik meledak. “Bantu dia meredakan efeknya,” perintah William. Eloise dibantu oleh pelayan untuk mengembalikan kesadarannya. Sampai berganti pakaian dan duduk tenang menikmati angin laut. “Para mafia lokal itu marah karena jalur mereka diambil alih Terranova.” William duduk berhadapan dengan Eloise yang menunduk takut. “Aku tidak seperti kedua anakku. Maafkan mereka, Eloise.” “Apa yang keluargaku katakan tentangku?” “Mereka dengan teganya bilang kau bisa kami lenyapkan, tapi aku tidak akan melakukannya.” “Anak-anakmu yang melakukannya.” “Tentu tidak. Niccolo keras karena dia tidak suka dengan pengkhianatan.” “Bukan sal––” “Bukan salahmu tapi tidak ada yang bisa kau lakukan. Turuti perintah, Eloise. Kau tidak bisa bernafas jika bukan karena itu.” William menyela, memutus pandangan saat manik biru Eloise menatapnya berkaca-kaca. “Aku masih kepala keluarga Terranova, mungkin masih ada prilaku anak-anakku yang membuatmu takut, tapi aku jamin nyawa akan tetap bersemayam di tubuhmu. Ah, kau juga sudah dikenal sebagai istri Niccolo, kedepannya mungkin ada beberapa pertemuan yang kau lakukan mendampingi suamimu itu. Dan juga…” William menoleh sebelum membuka pintu. “Sedikit perubahaan setelah kau sampai di Castello del Corvo Nero.” Apa yang dikatakan William terealisasikan, sebab Eloise ditunggu langsung oleh Marcella: kepala pelayan. “Nona Eloise, saya sudah menyiapkan kamar untuk anda.” Mendampingi dan memperlakukannya layaknya majikan, Eloise diantarkan ke kamar di sayap utara dekat perpustakaan. “Anda akan tetap melakukan tugas dari Nona Giorgia setiap harinya, tapi sekarang tidur disini.” Kamar yang luas dengan pemandangan langsung ke halaman belakang. “Jika anda ingin keluar, lewat pintu ini.” Eloise mengikuti arah tangan Marcella, di ujung koridor ada pintu yang memiliki tangga. “Nantinya langsung ke halaman belakang. Sebisa mungkin menghindari Tuan Niccolo.” “Dan juga Nona Giorgia?” “Nona Giorgia tinggal di Siracusa, dia datang kesini jika ada keperluan menggambil lukisan saja.” “William juga?” Eloise senang mendapatkan jawaban lebih banyak. “Tuan Besar tinggal di Catania, tapi rumah utama Terranova tetaplah disini. Dia akan sering datang berkunjung. Jika anda membutuhkan sesuatu, anda bisa mencariku, Nona. Istirahatlah, anda akan melukis lagi lusa.” “Terima kasih.” Kali ini, Eloise mendapatkan tempat lebih layak, pakaian yang bagus dan dekat dengan perpustakaan. Sampai sekarang hanya tumpukan buku yang memberikan Eloise kebahagiaan. *** Dibantu oleh Marcella mengetahui jadwal Niccolo keluar dari Castello del Corvo Nero hingga Eloise bisa leluasa berjalan-jalan diluar kastil yang dibentengi hingga tidak ada celah untuknya kabur. Dengan membawa dua buku pilihan, Eloise membaca di ruangan terbuka. Taman di dalam Kastil ini jauh lebih indah dari Salisbury, Eloise bisa lebih santai apalagi lukisan sudah dia selesaikan. Bagian favoritenya adalah Garden Pavilion, Eloise bisa memejamkan mata menikmati semilir angin. Sampai dia tidak sadar hari sudah gelap, membuatnya panik takut bertemu dengan Niccolo. Saking terburu-buru, Eloise tidak melihat kemana kaki melangkah. Terjerat tanaman rambat hingga akhirnya jatuh ke kolam. Eloise panik, tangannya meronta dan terus minta tolong. sampai tangan menariknya kembali ke permukaan. “Tenang, Nona. Anda baik-baik saja, bernafaslah dengan tenang…” Fabio ternyata yang membantunya. “Tidak ada Tuan Niccolo disini, anda bisa tenang juga.” “Aku… aku tertidur. Aku ingin kembali ke dalam. Terima kasih.” Menjauh dari Fabio menuju pintu rahasia yang terhubung dengan ujung koridor. Akhirnya dia butuh bantuan juga sebab pintu susah dibuka. “Biarkan saya membantu anda, Nona.” “Terima kasih lagi.” Fabio mengikutinya dari belakang sampai ke depan pintu kamar. Eloise yang basah bergegas membuka lemari, tapi tidak ada satupun pakaian. Sial dia baru ingat perkataan Marcella pagi tadi yang akan membersihkan semua pakaiannya. Untung Fabio masih ada di tempat yang sama ketika Eloise keluar. “Maaf, bisa kau panggilkan Marcella? Tidak ada pakaianku didalam.” “Tentu, apalagi yang anda butuhkan, Nona?” “Hanya itu.” Sambil menunggu, Eloise mengganti dulu pakaian yang basah dengan kimono. Agaknya cukup lama Marcella datang, buku yang dipilihnya juga selesai dibaca. Eloise pergi saja ke perpustakaan untuk mengambil bahan bacaan yang baru. Surga dunia versinya, jajaran buku langka yang bahkan tidak Eloise kira masih ada. Tertarik pada salah satu buku filsafat, Eloise meraihnya. Terlarut bahkan bbaru satu halaman yang terbuka, sampai dia tidak sadar keberadaan orang lain di ruangan tersebut. Tersentak saat sebuah tangan tiba-tiba mengelus perutnya, Eloise menoleh mendapati Niccolo dengan lintingan sigaret di tangan. Hembusan asap dilepaskan ke atas, pria itu mendongkak memperlihatkan jakun naik turun. Perbedaan tinggi dimana Eloise hanya sebatas d**a, membuatnya susah melarikan diri, terlebih aroma alkohol mendominasi. Pria berbahaya ini tengah mabuk, bisa saja melukainya lebih dalam, pikir Eloise. “Tolong le… hhhhh…” Eloise menahan napas saat tangan yang mengapit sigaret itu menyentuh lehernya, takut terkena sumbu panas, juga siap mendapatkan perlakuan kasar. Eloise memejamkan mata ketakutan. Namun, yang dia dapatkan justru lumatan panas di telinganya, beserta tangan Niccolo yang kurang ajar masuk menyentuh perutnya secara langsung. “Tu… tuan..” “Kenapa? Aku suamimu bukan?” pria itu terkekeh rendah, menimbulkan bulu kuduk Eloise merinding seirama dengan cengkraman semakin menguat. “Mari kita lihat, apa tubuhmu semanis s**u sesuai dengan tampangnya.” Belum sempat Eloise melontarkan protes, bibirnya lebih dulu dibungkam oleh ciuman. Ciuman kedua seperti di hari pernikahan, ciuman yang sama-sama berdarah. Melukai bibir Eloise sebab dipaksa membuka mulutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN