“Aku tidak mengerti, kenapa papa selalu pilih kasih dalam memberikan proyek untuk kami tangani. Apakah menurut papa aku kurang kompeten?” Dalam ruang kerja pribadi itu Satria yang duduk di sofa tunggal dengan warna hitam sambil melihat pada kedua anaknya, Reygan dan Reyhan. Kedua pemuda itu duduk berhadapan di kedua sisi Satria. “Ini sudah keputusan kami, Reyhan. Kau akan menjadi pendamping Reygan dalam mengurus proyek pembangunan jalan pedesaan, sementara untuk proyek pembangunan kereta api, juga dipimpin oleh Reygan, karena dia adalah pimpinan untuk perusahaan ini, tapi tetap didampingi olehku dan juga kakek kalian sebagai jembatan antara perusahaan kita dengan pemerintah yang meminta kerja sama.” Satria mencoba menjelaskan agar anak sulungnya itu mengerti. Reyhan menggenggam tanga