Dua Empat

1525 Kata
"Lhoh, ini pada kenapa sih, kok pada peluk-pelukan gini?" ujar Keinara yang tiba-tiba muncul di dapur dengan sebuah piring kosong di tangannya. Sita, Yudha, dan Mainah sontak memandang ke arah Keinara. Memandang penuh haru, lalu dengan cepat Sita bangkir dari duduknya dan langsung menyambar tubuh sang putri tercinta. "Kei_" ucapnya lirih. Keinara yang tidak juga paham dengan tingkah sang Bunda, hanya bisa diam seraya membalas pelukan erat dari sang Bunda. Sementara Yudha dan Mainah hanya bisa tersenyum haru melihat pemandangan di depannya malam ini. *** Balikpapan Di tengah malam yang semakin sunyi, di saat semua makhluk sedang terlelap di dunia mimpi mereka masing-masing. Tiba-tiba saja Rafly terbangun, ia lihat ke samping, sang istri yang bersembunyi di balik tebalnya selimut dengan tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai benangpun. Rafly tersenyum, mengingat kejadian perhelatan ranjang yang ia lakukan bersama sang istri sepulang dari bekerja malam tadi. Usia yang sudah tidak muda, tidak membuatnya mengendorkan semangatnya untuk urusan yang satu itu. Perlahan Rafly menyingkap selimutnya, lalu menurunkan kakinya. Pelan-pelan ia meninggalkan ranjang dan menuju ke kamar mandi. Beberapa menit berada di dalam kamar mandi, membuat tubuhnya terasa segar kembali. Rafly terpaksa harus melakukan ritual wajibnya, mandi besar. Setelah berpakaian lengkap, Rafly kembali menyandarkan tubuhnya ke headboard (sandaran kepala yang ada di ranjang). Tiba-tiba ia ingat dengan ponsel yang sedari tadi tidak ia pegang. Rafly beranjak, mengambil ponsel yang masih ada di dalam saku celana yang berserakan di lantai, ia lihat angka yang tertera di layar ponselnya, waktu menunjukkan pukul satu lebih tujuh belas menit. Rafly kembali ke ranjang. Beberapa menit ia mainkan ponselnya, sekedar mengecek pesan-pesan yang belum sempat ia balas karena terhalang ritual dadakan yang membuatnya larut hingga tengah malam. Entah kenapa, tiba-tiba Rafly ingat dengan sebuah akun sosial medianya yan sudah sangat lama tidak ia buka. Sandi dan email yang masih ia ingat dengan jelas, memudahkannya untuk mengakses akun lamanya tersebut. Begitu masuk ke dalam akun tersebut, tiba-tiba desiran dalam d**a itu muncul dengan begitu hebatnya. Deg deg deg. Suara detakan jantungnya terdengar dengan jelas. Rafly menghela nafas dengan panjang. Menata hatinya supaya makin tenang. Ia buang nafasnya melalui mulut, membuat gelembung di pipinya terlihat jelas. Banyak sekali kenangan-kenangan yang tersimpan dalam aku lamanya tersebut. Perlahan ia beranikan ibu jarinya menekan menu galeri foto dalam aplikasi tersebut. "Sita!" lirihnya. Seluruh tubuh Rafly mendadak terasa dingin dan bergetar. Bibirnya ingin mengucap sesuatu namun terasa kaku. Untuk pertama kalinya ia melihat kembali wajah Sita di dalam sebuah foto. Tergambar jelas sebuah senyuman yang begitu manis terukir di bibir Sita. Senyuman yang selalu menghiasi hari-hari Rafly selama di Jogja. Rafly mulai memberanikan lagi untuk menggeser ibu jarinya, melihat foto-foto lainnya. Rafly melihat dengan jelas, ketika melewati kebersamaan bersama Sita sembilan belas tahun yang lalu. Ketika keduanya sedang jalan-jalan bersama di sebuah embung yang terletak tidak jauh dari pusat kota Jogja. Embung Nglanggeran, sebuah tempat wisata alam yang kala itu sedang booming. Rafly dan Sita terlihat sedang menaiki sebuah perahu kecil, berfoto mesra layaknya pasangan muda yang sedang kasmaran. Kepala Sita ia tumpukan di bahu Rafly, dengan tangan Rafly terlihat memeluk pundak Sita. Hati Rafly kian bergemuruh, menambah sesak di dadanya. Kenangan yang sudah lama ia kubur dalam-dalam itu kini muncul kembali menghantuinya. Kini ingatan saat meninggalkan Sita di stasiun mulai merasuki kepalanya. Dengan sangat jelas kala itu Sita menangis sejadi-jadinya ketika membaca surat yang ia titipkan pada seorang petugas kebersihan. Mengabarkan jika dirinya tidak bisa datang untuk memenuhi segala janjinya. Meninggalkan seorang wanita dan juga janin yang tidak berdosa. Sejak saat itu juga, Rafly benar-benar memutus hubungan komunikasi dari Sita. Ia menghilang dari semua teman dan sahabatnya. Ia tutup semua akun sosial medianya. Ia ganti nomer ponselnya supaya jejaknya benar-benar hilang bagai di telan bumi, tak satupun orang bisa menemukannya. "Sita_" lirihnya lagi. Kali ini Rafly terlihat memejamkan matanya, beberapa detik kemudian terlihat tetesan cairan keluar dari dalam kelopak matanya. Rafly menutup mulutnya dengan telapak tangannya, supaya suaranya tak terdengar oleh Sukma. Ia tidak ingin istrinya melihat keadaannya saat ini. Rafly tidak lagi bisa menahan tangisnya, ia memilih untuk beranjak meninggalkan kamarnya. Rafly berjalan menuruni anak tangga, memilih untuk menenangkan diri di taman samping yang biasa ia gunakan untum berilah raga pagi. Rafly duduk di sebuah kursi besi, lalu mencoba menguatkan hati untuk melihat kembali foto-foto lain kebersamaannya bersama Sita. Ingatan Rafly beralih pada janin yang di kandung Sita saat itu. "Apa, apa anak itu masih ada? Lalu sudah sebesar apa sekarang? Atau justru Sita memilih untuk membuangnya?" batinnya penuh tanya. Tangisan Rafly makin pecah, mengingat dosanya yang mungkin akan ia ingat di sepanjang hidupnya nanti. Dosa yang mungkin tidak akan hilang walaupun ditebus dengan cara apapun. Kehidupan remaja yang kebablasan membuat Rafly dan Sita tidak bisa mengontrol pergaulan mereka saat itu. Terlebih Rafly memilih untuk tinggal di sebuah kontrakan yang sangat bebas. Siapapun tamu yang datang atau menginap tidak pernah di larang. Membuat akses untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang di larang itu terbuka lebar. Awalnya Rafly dan Sita hanya sekedar berani untuk saling berpelukan atau berciuman. Namun lama-lama, setanpun menyambut dengan baik ketika mereka berdua sudah berada di dalam kamar dan hanya berduaan. Bisikan-bisikan itu makin nyata terdengar di telinga keduanya. Karena adanya kesempatan yang terbuka lebar, terjadilah perbuatan yang tidak bisa dielakkan lagi. Satu kali melakukannya, mereka terlihat menyesal. Namun bukan setan namanya ketika tidak bisa merayu manusia untuk mengikuti kemauannya. Kedua anak manusia itu terjebak kembali ke lubang yang sama, bahkan semakin parah. Ritual melepas hasrat itu semakin terang-terangan mereka lakukan. Dengan dalih, untuk memperkuat ikatan hati. Setan memang tidak pernah kehabisan akal untuk menjerumuskan manusia ke dalam segala laranganNya. Berbagai cara mereka lakukan untuk terus melakukan hal-hal terlarang tersebut. Menggunakan a**************i adalah salah satu cara untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Suatu hari, karena setan sudah terlanjur masuk ke dalam hati dan pikiran. Rafly dan Sita melakukan hubungan itu tanpa sebuah pengaman, dengan dalih hanya sekali saja, pasti tidak akan terjadi sesuatu yang merugikan mereka. Namun ternyata, dugaan mereka melesat jauh. Sita yang kala itu terlambat datang bulan berhari-hari ternyata tengah berbadan dua. Keduanya panik, hingga membuat Rafly kalap dan meminta Sita untuk menggugurkan kandungannya. Namun Sita menolak dengan tegas. Haruskah menambah dosa lagi untuk menutupi dosa sebelumnya? Sita memilih untuk tidak melakukannya. Awalnya Rafly enggan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, namun disini muncul peran dari Yudha yang merupakan Kakak Sita. Yudha mengancam akan membawa kasusnya ke jalur hukum jika Rafly mengelak. dari segala tanggung jawab yang seharusnya. Dengan terpaksa, Rafly mengiyakan untuk bertanggung jawab. Namun saat itu dengan dalih akan menjemput orang tuanya, justru di jadikan kesempatan untuk lari dari segala tanggung jawabnya. Rafly pergi dan memilih untuk tidak kembali. Dada Rafly, makin sesak. Rasa bersalahnya muncul kembali. Pipinya kian berlinangan air mata. "Ya Tuhan, apa ini adalah sebuah hukuman yang Engkau berikan pada hamba atas kesalahan hamba di masa lalu? Apakah tidak adanya buah hati di antara aku dan Sukma adalah bentuk hukumanMu, Tuhan? Karena aku telah menelantarkan buah hatiku sendiri saat itu? Astaghfirullah!" batinnya nelangsa. Di usia pernikahan Rafly dan Sukma yang sudah menginjak hampir dua puluh tahun, mereka belum juga di karuniai seorangpun keturunan. Padahal, menurut pemeriksaan dokter, keduanya dinyatakan sehat dan tidak ada kendala apapun. Sekian puluh bahkan ratusan dokter sudah pernah mereka temui. Dari dokter yang mahal hingga yang paling mahal sudah mereka sambangi. Namun Tuhan belum juga berkehendak memberikan anugerahnya pada pasangan tersebut. Terlebih sekarang yang usia keduanya sudah semakin menua. Harapan untuk menimang momongan yang berasal dari darah dagingnya sendiri sepertinya sudah tidak ada. "Apa ini saat yang tepat untukku harus mencari Sita dan juga anak kami? Tapi apa aku siap dengan segala konsekuensi yang akan aku terima? Bagaimana dengan Sukma? Dengan Zaky? Jika mereka mengetahui semuanya! Ya Tuhan, tunjukkan jalanMu." ujar Rafly dalam kekalutannya. *** Keinara yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya, merasakan debaran dadanya yang tidak terkendali. Keningnya juga terasa basah akibat keringat yang bercucuran. Keinara meletakkan tangan kanannya ke atas dadanya. "Ya Allah, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba aki deg-degan kaya gini?" batinnya. Keinara menoleh ke sisi kirinya, terlihat sang Bunda yang sudah terlelap dalam tidurnya. Ingin Keinara membangunkannya, namun ia urungkan niatnya, dia tidak tega mengganggu tidur sang bunda. Keinara memutuskan untuk bangkit dari tidurnya, meraih gelas bening di atas meja. Berisikan air yang tinggal setengahnya. Keinara meneguknya dengan cepat, hingga habis tak tersisa. "Ya Allah, semoga ini bukan suatu pertanda keburukan." ucapnya menenangkan diri. Keinara mengambil ponselnya, ia buka aplikasi hijaunya dan menghubungi Zaky. [Beb, aku baru aja kebangun tiba-tiba, terus d**a aku deg-degan hebat banget. Aku nggak tahu kenapa. Aku takut, beb.] Tulis Keinara dalam pesannya pada Zaky. Keinara kembali menutupi tubuhnya dengan selimut. Berharap akan bisa memejamkan matanya kembali. Drrrttt. Notifikasi pesan masuk. Keinara yang masih menggenggam ponselnya, segera memeriksanya, ternyata Zaky membalas pesannya. [Jangan takut, kamu mungkin cuma sedang kebanyakan pikiran aja, beb. Sekarang balik tidur aja ya.] Pesan balasan dari Zaky. Keinara mengernyitkan matanya. "Zaky belum tidur?" batinnya. Keinara membalas kembali pesan dari Zaky. [Kok jam segini masih melek, beb? Ngapain aja? Hayoo!] send. Beberapa detik, Zaky membalasnya kembali. [Nggak usah berfikiran yang aneh-aneh, aku baru aja selesai main game, hehehe. Udah ya, sekarang balik tidur lagi. Aku juga udah ngantuk banget. Mimpi indah, beb. Muaacchh.] Balasan dari Zaky membuat Keinara menjadi lebih tenang. Akhirnya ia pun kembali memejamkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN