Kurang lebih pukul lima sore hari, Zaky sampai di kontrakannya. Rasa lelah seakan sudah tidak tertahankan lagi. Kepalanya terasa berat setelah keluar dari ruang kelas. Belum lagi memikirkan tugas dari Dosen Dody yang selalu tidak kira-kira jumlahnya.
"Pak Dody bisa nggak sih, ngasih tugasnya dikit aja. Ini mah udah disuruh bikin ringkasan, suruh bikin soal, ditambah bikin makalah! Hadeeehh, bisa pecah lama-lama ikutan kelas dia!" gerutunya seraya terus berjalan.
Zaky melangkah lunglai, menuju ke arah kamar kontrakannya. Namun tiba-tiba langkah kakinya terhenti ketika ia mendapati sosok kedua orang tuanya sedang duduk di kursi plastik samping pintu kamarnya.
"Papa! Mama!" seru Zaky. Netranya terperanjat melihat Mama dan Papanya sudah bersantai di depan kamar kontrakannya. Jiwa dan raga yang sudah terlihat tak bersemangat, sontak kembali menunjukkan taringnya.
Zaky berjalan setengah berlari, seraya mengumbar senyum ungkapan rasa bahagianya.
Zaky segera menuju ke arah sang Mama. Sukma bangkit dari duduknya. Zaky langsung memeluknya erat.
"Mama! Zaky kangen banget sama Mama!" ucapnya dari hati.
"Sama sayang! Mama juga kangen!" balas Sukma, seraya memeluk Zaky dengan sangat erat pula.
Anak dan Ibu tersebut meluapkan rasa rindu mereka yang selama hampir lima bulan tertahan. Sementara Rafly memilih masih duduk di bangku, melihat pemandangan yang membuat mata dan hatinya tentram.
"Ya Allah, jangan cabut kebahagiaan yang ada di keluarga ini. Aku begitu menyayangi mereka." batinnya dengan netra yang berkaca.
"Ehemmm! Jadi yang dikangeni cuma Mama ya, Ky?" seloroh Rafly.
Zaky dan Sukma melepaskan pelukan mereka.
"Bukan gitu, Pa. Papa kan sebulan yang lalu udah dari sini. Lah, Mama kan udah hampir lima bulan nggak ketemu. Jadi kangennya lebih banyak ke Mama, hehehe." kilah Zaky.
Zaky kemudian berpindah menyalami sang Papa.
"Kenapa nggak kasih kabar Zaky sih, kalau mau pada datang. Kan bisa Zaky jemput di bandara." ujarnya, kemudian beralih kembali berdiri di samping sang Mama, memegangi pundaknya.
"Halah, pakai acara dijemput segala. Tinggal naik taksi juga udah sampai sini, Ky!" sahut Rafly.
"Iya, nak. Lagian Mama sama Papa sengaja mau kasih kamu kejutan, hehehe." imbuh Sukma, memegangi punggung tangan Zaky.
"Dan berhasil!" tekan Zaky.
"Berhasil dong! Hehehe." potong Sukma.
Ketiganya kembali melepaskan kerinduan yang selama ini tertahan, terlebih Sukma. Tak henti-hentinya ia peluk sang buah hati, ungkapan rasa kerinduannya.
Setelah beberapa jam berada di kontrakan Zaky, Sukma segera mengajak anak dan suaminya untuk berjalan-jalan mengelilingi pusat kota. Tak lupa, mampir ke pusat belanja Malioboro adalah salah satu tujuannya.
Sukma yang sudah lama tidak berkunjung ke Jogja, terlihat kalap belanja. Semua toko ia sambangi, dan hampir setiap keluar dari toko, tangannya dipastikan menenteng barang belanjan. Rafly dan Zaky tidak bisa berbuat banyak selain menuruti semua keinginan Sukma. Begitulah wanita, ketika sudah belanja, lupa semuanya.
Puas berbelanja, ketiganya menuju ke sebuah restoran ternama di tengah kota. Kalahari Resto, adalah restoran pilihan Sukma yang sudah beberapa hari yang lalu ia mencari tahu lewat sosial media. Sebuah restoran yang menyediakan menu khas pedesaan. Ada nasi pecel, tempe goreng, tahu goreng, gudeg, sambel krecek, sayur santan, dan menu khas pedesaan lainnya.
"Heemm, biarpun menu ndeso, tapi enak banget ya, Mas. Nggak kalah sama masakan resto bintang lima." ujar Sukma, kalap menikmati gudeg basah yang menjadi salah satu menu makanan favoritnya.
"Mantap, Sayang. Pilihan kamu kan emang nggak pernah gagal, hehehe." timpal Rafly yang tak kalah kalapnya.
"Enak sih enak, Ma, Pa. Tapi makannya nggak gitu juga kali. Kaya orang yang kaga pernah makan aja. Malu ih dilihatin banyak orang." celetuk Zaky. Ternyata sedari tadi dia merasa risih melihat kedua orang tuanya yang kalap makan.
"Lah, masa bodo, kita makan juga bayar sendiri. Ngapain mikirin orang lain. Ya nggak, Mas?"
"Nah iya! Udah, sayang kita lanjut makannya. Tuh masih ada gudeg sama sate telor puyuhnya. Aku mau sayang!"
Dengan sigap Sukma mengambilkan menu yang diminta oleh suaminya. Sementara Zaky masih geleng-geleng kepala, melihat tingkah Mama dan Papanya.
***
Malam ini, seperti biasa, Yudha melewatkannya dengan duduk di lantai teras rumah dengan berteman kopi kesukaannya. Pandangannya jauh menatap ke arah jalan raya. Ingatannya tak bisa lepas dari sosok Vira yang masih menggantung jelas di matanya.
Tiba-tiba ia tersenyum sendiri. "Sadar Yud, sadar! Vira itu punya orang. Masak gara-gara ketemu di rumah sakit kemarin malah jadi baper sampai sekarang! Payah Yudha!" ujarnya dalam hati, mengutuk dirinya sendiri.
Yudha mengambil cangkir di sampingnya, menyeruput kopi perlahan, menikmati rasa pahit bercampur dengan sedikit gula yang menjadikan rasanya masih terasa sedikit pahit.
Tiba-tiba Prayoga menyusulnya, lalu ikut duduk di sebelah Yudha.
"Mikirin apa to, Yud? Kok kaya yang serius banget. Atau jangan-jangan, kamu lagi mikirin Ratna ya? Hehehehe." seloroh Prayoga memancing tanya.
Yudha menoleh, "Apaan sih, Pak? Ratna siapa lagi?"
"Ratna siapa lagi! Ya Ratna anaknya Pakde Wardi. Siapa lagi?" sahut Prayoga tegas.
"Ya ampun! Mikir sampai situ aja nggak, Pak! Lagian Bapak apa-apaan sih, kaya yang ngebet banget pengen jodohin Yudha sama si Ratna?"
"Hehe, Bapak cuma pengen kamu dapat yang terbaik aja, Yud. Bapak sama Pakde Wardi itu sudah kenal sejak lama, sudah bersahabat sangat baik, bahkan seperti keluarga. Terlebih dia punya anak gadis yang ternyata juga sudah mapan dengan pekerjaannya. Jadi ya, apa salahnya?"
Yudha menghela nafas panjang. "Iya Yudha tahu, Pak. Tapi apa karena persahabatan itu lantas Bapak harus mengorbankan perasaan anak sendiri? Yudha nggak bisa tiba-tiba suka sama perempuan, apalagi Yudha belum pernah kenal sebelumnya. Bapak ini aneh-aneh aja lah!"
"Kalau mau kenalan dulu, ya nggak masalah to, Yud. Kalian kenalan aja dulu, dijalani aja dulu. Nanti kalau cocok tinggal dilanjutin ke langkah selanjutnya. Bukan begitu?"
Yudha kembali menatap ke arah Prayoga. "Kalau setelah Yudha kenal sama Ratna lebih jauh, tapi Yudha tetap tidak bisa, gimana, Pak?"
Prayoga mengernyitkan keningnya. "kenapa kamu bilang kaya gitu? Kan belum dijalani?"
"Iya kan Yudha bilang, seandainya? Yudha ambil contoh kemungkinan terburuknya saja."
Prayoga memicingkan bibirnya. "Bapak sih berharapnya, kalian mau saling membuka hati kalian masing-masing. Kamu lihat, Yud. Bapak sama Ibumu itu sudah tua. Yang satu-satunya kami inginkan saat ini adalah, melihat kamu mempunyai pendamping. Ratna itu anak yang baik, dari keluarga baik-baik juga. Dia juga sudah menjadi ASN seperti kamu. Bibit, bebet, bobotnya jelas! Apalagi yang kamu pertimbangkan? Jadi, Bapak mohon, pikirkan semuanya baik-baik!" tutur Prayoga.
"Tapi Yudha ini udah besar, Pak. Nggak perlu lah sampai dicarikan jodoh kaya gini. Yudha bisa nyari sendiri. Nanti kalau waktunya sudah tepat, pasti Yudha juga bakal segera mendapatkannya." Yudha masih mencoba menolaknya secara halus.
"Sampai kapan? Sampai kapan kamu akan seperti ini? Buktinya kalau nggak dicarikan, sampai detik ini kamu masih keenakan sendiri! Bapak risih sama orang-orang, Yud. Jangan sampai mereka mengataimu sebagai perjaka tua gara-gara di usiamu yang hampir empat puluh tahun ini masih betah menyendiri!" sentak Prayoga, kemudian bangkit dari duduknya, lalu masuk kembali ke dalam meninggalkan Yudha.
Sementara Yudha masih bergeming. Dia merasa bahwa dia bukan anak kecil lagi yang harus dicarikan jodoh oleh orang tuanya. Tapi disisi lain, dia juga memikirkan usia kedua orang tuanya yang semakin senja.
***
Selesai makan di restoran, keluarga Zaky melanjutkan perjalanan mereka menuju hotel tempat Rafly dan Sukma menginap.
"Nak, malam ini kamu ikut kami nginep di hotel ya? Biar rame kamarnya. Dari pada di kontrakan kamu tidur sendirian." seloroh Rafly yang duduk di samping Zaky.
"Nginep di hotel? Aduh, kayanya nggak bisa, Pa. Zaky masih ada banyak tugas yang harus Zaky selesaikan. Buat dikumpulin besok soalnya!" sahut Zaky.
"Hemm, padahal Mama pengen banget malam ini sama kamu, nak!" timpal Sukma di bangku belakang.
"Iya, Ma. Maaf banget ya. Mama sama Papa kan lusa masih ada disini kan? Zaky nginepnya lusa aja gimana?" tawar Zaky.
"Heemmm, tapi janji ya, lusa kamu harus free nggak boleh kemana-mana. Waktu kamu full buat Mama sama Papa. Gimana?" ujar Sukma dengan persyaratan.
"OK, Ma! Lusa pasti Zaky nginep deh."
"OK, sayang!" timpal Sukma dengan perasaan lega.
Zaky menghentikan mobilnya di pintu masuk, setelah memastikan Mama dan Papanya masuk ke dalam, Zaky juga bergegas kembali ke kontrakan.
Sekitar pukul sepuluh malam, Zaky sampai di kontrakannya. Zaky segera mengambil ponsel yang sedari tadi hampir tak tersentuh olehnya. Saking sibuknya menghabiskan waktu bersama keluarga.
Zaky masuk ke dalam kamar, menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.
***
Klunting.
Terdengar suara notifikasi di ponsel Keinara. Keinara yang sedari tadi terjaga, karena memang sengaja menunggu pesan dari Zaky, sontak segera memeriksa ponselnya.
Terang saja, masuk sebuah pesan yang berasal dari Zaky.
[Malam, beb. Udah tidur belum? Maaf ya, aku tadi nggak sempat kabari kamu, soalnya aku lagi sibuk nemenin Mama sama Papa. Mereka hari ini datang ke Jogja tanpa memberi kabar.]
Keinara memanyunkan bibirnya. "Owh, jadi Papa sama Mamanya Zaky lagi ada di Jogja. Pantesan dari tadi pulang kuliah nggak ada kabar. Kirain mah jalan-jalan sama yang lain." ujar Keinara.
[Ya udah, beb. Istirahat gih, udah malama. Besok pagi kan ada jam tambahan lagi. Tugas-tugas yang dikumpulin buat besok juga udah sekalian aku kerjain tadi. Besok tinggal di print aja. Met malam ya beb, I love you!] send.
Akhirnya setelah mendapat kabar dari zaky, malam Keinara bisa tidur dengan lelap.
[Makasih, Keinara sayang. Kamu memang selalu pengertian. Makin sayang deh sama kamu. I love you too.] pesan terakhir yang Zaky kirim sebelum ia berlayar ke pulau mimpi.
Sementara Zaky juga bisa bernafas dengan lega. Malam ini dia tak harus lembur mengerjakan tugas-tugas tersebut. Zaky juga memilih untuk segera jalan-jalan ke pulau kapuk.