2.2

966 Kata
Rega paham sekali arti dari ga baik nolak rejeki yang diajarkan Icin padanya dari beberapa tahun yang lalu. Makanya saat ditawari koneksi internet which is kebutuhan manusia paling primer dari yang primer yang pernah ada, ia tidak menolak. Mata minus Rega sudah lelah menatap layar, ia meletakkan kacamata dan hape Icin di sofa tepat di samping tempat yang ia duduki. Melirik jam dinding sebentar, Rega tahu jika dirinya butuh makan lagi. Bukan berarti Rega tidak mengetahui bahwa seharusnya ia tidak makan tengah malam untuk menjaga kesehatannya namun sejak empat bulan lalu berhenti merokok –dipaksa berhenti tepatnya oleh Qory dan Icin –Rega jadi sering lapar. Keluhan tentu ada, jika saja tidak sayang pada Qory maka Rega sudah pasti akan berontak karena bukannya merasa sehat, ia merasa lebih susah bergerak seperti biasa dikarenakan gejala obesitas. Sekali lagi, untung sayang. Cemoohan Icin mengenai rokok yang paling membuat Rega sakit hati, gadis yang dilahirkan lengkap dengan karet gelang dua buah itu, yang menunjukkan bahwa mulutnya pedas mengatakan bahwa muka Rega yang culun karena dibingkai kacamata sangat tidak cocok dengan rokok. Katanya lagi, Rega terlihat seperti good boy yang gagal jadi bad boy. Beruntung Rega punya Icin yang bisa dijadikan babunya disaat seperti ini karena meskipun sangat ingin bertemu dengan Qory setiap saat, Rega tidak akan mengganggu waktu tidur cewek kesayangannya. “Cin...” Rega mengegor pintu kamarnya sendiri. “Icin...” Lagi, sekarang tempo gedoran ditingkatkan. “Sayang... kalo lo bikin gue masuk kamar gue sendiri dengan cara didobrak, gue pastiin semalaman gue gerayangin elo.” Rega tersenyum karena pintu bergeser dan menampilkan wajah kesal Icin. “Untung gue ga lagi pegang hape, karena pasti udah gue kirimin rekamannya ke Qory.” “Iya, untung hape lo di gue, ayo, gue laper,” ajak Rega dan tidak berniat mendengar bantahan. Icin bertanya-tanya, dulu.. kenapa ia bisa sedikit suka pada pemilik punggung sialan yang sekarang tampak sok bossy itu? Icin kembali ke lemari dan mengambil hoodie DJ marshmallo graffiti smiley devil couple mereka yang baru dibeli seminggu yang lalu, tidak terlalu couple karena milik icin hitam-oranye sedangkan rega hitam-putih. Mengenai hoodie baru mereka, Icin benar-benar girang karena ia jadi tampak swag sekali. Niatnya ingin menjadi tomboy, tapi Rega malah bilang menggemaskan. Menatap sekali lagi bayangannya di cermin, Icin akhirnya keluar. “Sialan, pasti dia poop dulu.” Icin menendang ban mobil dan dengan terpaksa ia harus melakukan pekerjaan berat yang namanya membuka pagar seorang diri. “Eh badak!! Lo mau kemana?” tanya Rega yang muncul dari dalam rumah. “Lo ngajakin gue makan, kan?” “Gue minta dimasakin lauk, ngapain juga gue ngajakin lo makan di luar tengah malam begini? Disaat nasi dirumah gue baru matang?” “Lo- Apa? Lo seriusan ngatain gue badak? Dan dengan ga ada otaknya minta dimasakin?” Rega terkekeh dan mendorong kembali pagar yang sudah berhasil Icin buka selebar mobil. “Karena kulit badak sama tingkat ke-peka-an lo itu emang ekuivalen.” “Dan udah gue ingatin belum sih, Cin? Kalo barang gue yang boleh lo pake itu cuma kaos bola,” sambung Rega kesal. Kalo begini terus lama-lama Qory bakal cemburu juga yang ada. “Ngerti, Cin?” tanya Rega berbalik menatap Icin yang tidak berkomentar sama sekali. “Pasti belum gue ceritain kan, Ga? Kalo ga ada yang bisa ngatur-ngatur badak,” ucap Icin mencak-mencak meninggalkan Rega dan berjalan lurus ke dapur. TUNG TANG TUNG TANG TUNG TANG TUNG TANG. Itu suara yang Icin dan para tetangga dengar sedangkan di meja makan sana Rega mengangguk-angguk mendengarkan lagu yang ia dengarkan melalui headset. Icin melirik tajam ke belakang dan melihat Rega masih tenang dengan segala keributan yang ia buat. Sedangkan Rega yang sebenarnya sudah tau jika pasti Icin akan kembali memancing amarahnya segera mengalihkan perhatian pada lagu-lagu korea yang ada di playlist Icin. tepatnya yang sedang berputar memenuhi gendang telinganya saat ini adalah lagunya Cungha, Gotta Go. “Noh... lo seruput aja dari kualinya langsung,” ucap Icin setelah menarik paksa kabel yang tersambung ke daun telinga Rega. “Engga.. lo ikutan makan sama gue,” giliran Rega yang mengambil mangkok, sendok dan nasi. “Sok baik lo.” “Supaya mama senang aja, kalo bukan karena mama udah gue tendang lo.” “Cih.” “Atau, mungkin udah beranak lo?” tanya Rega mencoba menggoda Icin. “Setan!!” umpat Icin. Dan Rega sungguh sangat puas mendengarnya. “Makan Cin, beranak betulan lo ntar,” ucap Rega menyantap makan larut malamnya. Bukan Rega tidak merasa ada yang berbeda dari Icin, cewek di depannya yang saat ini sedang memain-mainkan makanan tidak pernah bisa menyembunyikan sesuatu, sayangnya Rega juga tidak pernah bisa menebak apa tepatnya masalah Icin sampai ia menerima panggilan telfon dari Quincy hari ini. “Ciri-ciri yang lo sebutin tadi.” Icin tetap melakukan kegiatan mengaduk-aduk makanan dengan sebelah tangan menopang dagu. “Lo denger gue ga sih?” “Ada emangnya?” “Ada, senior gue.” “Ketuaan!” “Beda setahun aja, atau lo emang maunya gue banget?” “Najisin sih,” “Nanti kalo gue kasih kontak lo ke dia, pesan, telfon atau WA nya tolong dibalas.” “Emang kuota gue masih sisa?” “Entar gue isi.” “Ga usah, hape, hape gue, kuota itu hak prerogratif gue, terserah gue mau isi kapan dan alhamdulillahnya gue punya niat untuk bertapa tanpa kuota sebulanan ini.” “Hak apa tadi, Cin? Badak bahasanya makin kurang ajar aja, bikin gue pengen mutilasi aja itu makhluk langka.” Icin hanya menatap Rega tanpa niatan untuk merespon lagi, ia juga bergegas kembali tidur namun Rega lagi-lagi menghentikannya dengan permintaan, “garukin punggung gue dong.” Kalau saja hari ini tidak bisa lebih buruk lagi, Icin pasti sudah menjedotkan kepala Rega ke dinding makanya Icin hanya memukul dengan sekuat tenaga punggung yang katanya gatal tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN