3.1

1040 Kata
Aksa menggaruk pelipisnya, bingung, gadis penurut yang baru-baru ini ia kenal tampak sangat tidak suka karena dirinya yang menjemput. Ia tadi memang sudah diperingatkan oleh Rega agar berhati-hati dengan Icin. Katanya sih Icin lagi dapet. “Rega sedang sama Qory,” ucap Aksa karena Icin sengaja celingak-celinguk seolah masih menunggu kedatangan Rega. Jika Aksa tidak tau apa hubungan keduanya mungkin ia sudah sangat cemburu, mengingat apa-apa yang terjadi di hidup Icin pasti selalu mengadukannya pada Rega. Untung ia tidak terjebak drama bersama Icin dan Rega. “Jadi abang disuruh jemput gue?” “Abang senang kok jemputin kamu, lagian kita juga bakalan jalan.” Wajah Icin menunjukkan ya sudahlah kemudian ia maju beberapa langkah sampai ia berdiri tepat di samping bang Aksa dan motornya. Aksa menatap tidak mengerti pada Icin yang menyodorkan milkshake padanya. Apa gadis ini memintanya membuangkan atau- “Ga mau?” tanya Icin membawa minuman itu pada mulutnya lagi dan menyeruput sampai dua tegukan. “Kamu pelit amat,” ucap Aksa dan meraih minuman Icin untuk berbagi. “Bukannya pelit, gue harus hemat karena sudah waktunya kembali ke dunia modern.” “Ga akan bertapa tanpa internet lagi?” kekeh Aksa dan menepuk jok belakang motornya untuk Icin duduki. “Ga akan pernah lagi,” jawab Icin yang sudah duduk dan memeluk pinggang Aksa dari belakang. Aksa mengajak Icin nonton malam ini dan sekarang mereka sudah bersiap menuju bioskop setelah perut Icin diisi. Lagi-lagi Aksa menggenggam jemari Icin dalam telapak tangannya yang besar jika dibandingkan dengan milik Icin. “Bang.. Gue ga bakal ilang kok,” ucap Icin mencoba beralasan agar Aksa melepaskan tangannya. “Memang,” ucap Aksa dan mempererat genggamannya. Loh, katanya ngerti tapi makin diremas nih tangan gue. Mana senyum-senyum sendiri kayak orang gila, cerocos Icin membatin. Icin berhenti kemudian menarik tangan Aksa melalui tangannya sehingga cowok itu berbalik. “Lepas dong bang.. Gue bukan anak kecil.” “Kamu memang bukan anak kecil, Cin.” “Tapi???” tanya Icin masih ingin dilepas genggamannya. Ia jadi ingat respon teman-temannya beberapa jam yang lalu. “Tapi abang suka megang tangan kamu,” ucap Aksa dan mengacak-acak rambut Icin lagi kemudian kembali menuntun jalan. Hanya saja lagi, Icin tidak mau bergerak. Aksa kembali menoleh kebelakang dan menemukan Icin menatap kaget. Aksa memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali menempatkan tengan icin di dalam miliknya. Kemudian ia kembali menuntun jalan. Ternyata tepat di depan mereka ada sepasang anak muda. Dan jika diperhatikan lagi, mata pasangan cewek asing di depannya ini tertuju pada perempuan yang saat ini tangannya sedang Aksa genggam. “Ilham,” cicit Icin dan melepaskan tangannya dari Aksa. “Icin,” balas Ilham yang tangannya masih bertengger di bahu perempuan yang ia rangkul. “Ini anak SW kan, Ham?” Namun pertanyaan itu tidak direspon baik oleh Ilham ataupun Icin karena saat ini Icin sibuk membenci bagaimana tangan ilham pada cewek lain dan Ilham sibuk melihat telapak tangan Icin yang tadi digenggam orang asing. “Hidup kamu dan yang lainnya ga pernah lepas dari Anak-anak SW, ya, Ham..” “Apa tadi? Lo kira temen-temen gue deketin Ilham, Arif, Evan sama Galih cuma buat dapetin Shakka??” teriak Icin dengan suara bergetar. “Solene, jaga mulut kamu,” tegur Ilham yang sudah mendapatkan kesadarannya lagi. “Maaf.” “Maaf, gue ga tau apa hubungan kalian sama Icin tapi gue sekali lagi minta maaf, gue paham kalo Icin masih kekanak-kanakan,” ucap Aksa sambil mendapatkan kembali tangan Icin dalam kuasanya. Ia menjadi tidak enak pada sepasang kekasih di depannya karena Icin berteriak barusan. Membuat mereka jadi tontonan. “Apaan sih,” sentak Icin, ia menatap benci pada semua orang yang ada disana. Icin berjalan cepat meninggalkan mall sambil menelfon Rega. Mengabaikan panggilan Aksa. “Lo mati kalo kita ketemu!” teriak Icin. “...” “Dia sama sekali ga mirip elo asal lo tau,” adu Icin lagi. Mematikan sambungan dengan Rega kali ini Icin menghubungi orang yang sebenarnya seumur hiduppun tidak ingin ia hubungi. “Lo kenal Solene?” “Solene yang mantannya Ilham bukan sih?” tanya Shakka bingung. Bagaimana tidak bingung, pertama kali ditelfon Cyntia Zahrah dan ia merasa seperti dimarahi tanpa tau apa alasannya. “Apa??? Lo dimana sekarang? Temuin gue pokoknya sekarang juga.” “Sorry, gue ga ada urusan sama geng gila lo.” “Eh s***p, gue juga ga ada urusan sama elo, gue butuh semua informasi tentang Ilham dan ceweknya itu. Elo dimana??” teriak Icin. “Di rumah.” “Jadi sekarang elo buruan temui gue atau kita ketemuan ditempat lain? Gue lagi pengen matiin orang, Shakka, apa lo mau jadi orang itu?” ucap Icin menahan gemertuk giginya. “Lo kerumah gue aja, Key lagi sakit dan gue ga mau ninggalin dia,” ucap Shakka sebelum sambungan telfon terputus. “Cowok gila ini pikir gue tau alamatnya apa?” ucap Icin mempelototi kontak Shakka. Dan secara ajaib Shakka mengirimkan alamat rumahnya melalui pesan singkat. >>>>  Icin menatap untuk terakhir kali uang pecahan lima puluh ribu yang harusnya ia gunakan untuk membeli paket internet sebelum memberikannya pada mas-mas ojol. “Jangan lupa bintangnya ya mbak.. “ “Pasti mas,” ucap Icin tak kalah ramah, tidak tau saja si mas ini kalo hape yang digunakan untuk memesan ojek online adalah hape ibu-ibu yang tidak sengaja Icin jumpai di mall tadi. Icin berbalik, dan liurnya jatuh melihat bagaimana megahnya rumah milik orang yang menjadi alasan kenapa gengnya terbentuk. Melihat kondisi tubuhnya, Icin merapikan baju serta memastikan telapak sepatunya tidak berlumpur. “Oke.. Ini akan jadi rahasia antara gue dan Shakka. Bella sama Unna ga akan pernah tau,” ucap Icin menenangkan dirinya sendiri. Saat Icin akan mengetuk pintu, sebuah tangan lebih dulu membuka pintu. Icin menoleh kesamping dan menemukan anak SMA super ganteng melirik sekilas padanya. “Masuk kak.. cari bang Shakka atau kak Key?” ucap anak itu malas. Tapi tetap saja ia bertanya demi sopan santun. “Shakka.” “Ayo, aku antar ke kamar abang.” What?? ”Ngapain gue ke kamar abang lo? Suruh aja dia ke sini bilang ke abang lo kalo dia kedatangan raja.” Anak SMA dengan name tag Megantara Abid Padmaja itu menatap jengkel pada Icin saat Icin kembali memanggilnya. “Boleh numpang ngecas?” tanyanya sambil menyodorkan hape. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN