4

1191 Kata
Pagi-pagi buta disaat harusnya semua orang masih bermalas-malasan di ranjang, Icin sudah menggedor-gedor pintu ibu kos. Meminta untuk dinyalakan mesin air. Ibu kos menggerutu, Icin pun melakukan hal yang sama, jika saja ia tidak dalam keadaan tidak punya uang, ia tidak akan tinggal disini yang segala hal diatur oleh wanita empat puluh lima tahun tersebut. Bahkan untuk mandi dan mencuci saja ia harus selalu melapor pada ibu kos. Bisa sih tidak melapor, tapi sayangnya tidak bisa mencuci apalagi mandi kalau tidak pakai air. Kembali ke kamarnya Icin menemukan beberapa panggilan tidak terjawab dari papa. Dan layar kembali menujukkan panggilan dari papanya. Dalam hatinya Icin mengakui bahwa keduanya memang ayah dan anak. Buktinya di jam seperti ini mereka berdua sudah bangun. “Ya pap.” “Sudah bangun?” “Sudah dong.” “Adek bilang, susah ketemu kamu sejak seminggu lalu.” “Oh, iya pa, aku sibuk, nanti aku yang samperin adek kalo semuanya udah settle” “Uang masih ada?” “Masih, kalo abis pasti aku minta kan?” “Kenapa papa rasanya kangen dapat misscall kamu yang minta uang sekali dua mingggu ya?” kekeh sang papa yang belum mampu membuat Icin ikut menunjukan ekspresi yang sama. “Wah.. papa yakin sehat nih?” Dengan begitu pagi Icin dimulai dengan hati baik karena berbincang dengan orang tua yang selalu jauh darinya sejak empat tahun yang lalu. Mandi, ceklis. Jarang-jarang Icin mandi pagi di hari minggu. Sarapan juga sudah, beruntung ia menyimpan sebagian lauk yang semalam ibu kos bagikan. Walaupun pelit dengan air, ibu kos memang murah hati dengan apa yang dimasaknya. Apalagi masakan percobaan pertama seperti bulan lalu yang setiap kamar akan mendapat sepiring pempek darinya. Mengendap-endap menuju jendela, Icin memastikan ibu kos tidak sedang berlalu lalang karena ia ingin menyetrika pakaian yang akan ia pakai pagi ini. Wanita tua itu sangat melarang keras aktivitas menyetrika yang seperti Icin lakukan, yaitu menyetrika yang dilakukan setiap hari setiap Icin akan pergi keluar. Katanya jadwal menyetrika itu maksimal dua kali seminggu. Beruntung Icin karena sepertinya ibu itu tidak akan menyapu halaman pagi ini. Setelah bersiap-siap tatapan Icin jatuh pada hapenya. Tak hanya uang sebenarnya yang bisa Icin simpan semenjak beberapa hari ini. Baterai hapenya pun juga bisa hemat semenjak ia hanya menggunakan benda itu untuk menerima telfon dari Quincy. Namun begitu hape masihlah benda ketiga paling berharga setelah nyawa dan dompet. Icin memungutnya sebelum mengunci kamar. “Mau kemana lo minggu pagi?” Icin terperanjat dan segera berbalik hanya untuk menemukan Rega menatapnya dengan tangan di d**a. Belum sampai satu jam ia dan papa membicarakan tentangnya, dia sudah muncul saja di depan Icin lengkap dengan tampang minta digampar. “Bukan urusan lo yang pasti. Dan kenapa rasanya gue kebagian perhatian pebih besar dari Qory ya?” ucap Icin dengan tatapan marahnya. “Bang Aksa masih berusaha ngomong dan ngajak lo jalan kan? Kenapa ga bilang gue?” tanya Rega yang tidak terpengaruh dengan ketidaksukaan Icin atas keberadaannya. Icin memilih untuk tidak menjawab, ia tidak ingin dijewer ibu kos karena membuat keributan. Berjalan menuju halte terdekat rasanya lebih tepat baginya. “Gue udah ngomong sama bang Aksa, Cin! Tapi bang Aksa sendiri yang milih untuk tetap usaha sama lo,” teriak Rega yang tentu saja tidak direspon oleh Icin. “Bang Aksa juga udah ngebet pengen kawin lagi,” ucap Rega tapi hanya dirinya yang bisa mendengar. Mengenal Icin beberapa tahun sudah membuat Rega paham bahwa cewek itu benar-benar akan mengabaikannya. Makanya setelah memastikan Icin menaiki bus kota, Rega dan motornya juga berbalik pulang. >>>>  Menyandarkan kepalanya pada jendela bus, Icin benar-benar memikirkan apa yang sedang ia lakukan dengan hidupnya. Pertama dan terutama adalah ia yang ingin –sangat ingin –dijadikan pacar oleh Ilham Bentrand. Kemudian yang tidak pernah diharapkan si Aksa sialan yang terus menerornya dengan telfon meskipun sudah di block. Silahkan sebut dirinya kurang ajar atau tukang pehape tapi keadaan yang makin kacau membuat Icin memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Mentang-mentang sedang patah hati lalu ia akan mengumpankan dirinya pada Aksa begitu saja?  Sori saja, Icin masih terlalu waras. “Sebenarnya apa salah bang Aksa, Cin?” tanya Icin menegakkan kepalanya. Kemudian ia menggeleng, mengakui tidak ada yang salah dari bang Aksa. Hanya saja Icin sedang ingin di sayang atau diperhatikan atau apalah namanya oleh Ilham yang sialnya menghilang begitu saja. Dan sekarang Icin dalam perjalanan ke rumah Shakka untuk memenuhi undangan cowok yang digilai teman-temannya untuk menemani dan berteman dengan Keysha. Atau bisa kita sebut undangan Keysha saja. Shakka bilang, kembaranya merasa tidak enak pada dirinya karena tidak bicara banyak saat Icin menginap di rumah mereka minggu lalu. Icinpun paham karenakan saat itu Key kondisinya sedang sakit, juga Icin sebenarnya bisa menolak karena tidak ingin membuat Bbella dan Unna –orang yang paling menggilai Shakka– mengamuk. Namun ia ingat Shakka pernah berbuat baik padanya. Makanya Icin nekat datang ke rumah Shakka setelah memastikan shakka's wifey tidak akan bisa menghubunginya seharian. “Sial banget gue hidup.” Ucap Icin membenturkan kepalanya pada kaca bus. “Sial???? Disuruh berteman sama youtuber terkenal Keysha, gue sial? Gue pasti udah miring,” ucap Icin setelahnya. Entah ini akan menjadi kebiasaan atau hanya kebetulan, Icin selalu memastikan telapak sepatunya bersih dari lumpur saat akan memasuki pekarangan rumah Shakka. Pagi-pagi datang, harusnya ia bisa bercakap-cakap lebih lama dengan Keysha namun agenda pagi ini adalah membuat kue ulang tahun untuk adik kecil cantiknya yang kalau Icin tidak salah ingat, namanya adalah Fay. Anak cantik yang melarang keras dirinya untuk menyukai Abid. Kali ini, setelah memencet bel, Icin melihat penampilannya di kamera depan hapenya. Hanya untuk memastikan ia tidak akan membuat penyanyi sekaligus youtuber itu urung berteman dengannya. “Ngapain lo disini?” Hape Icin nyaris jatuh karena kenal dengan suara yang sudah lama tidak didengarnya ini. “A-” menutup mulutnya kembali Icin mencoba merancang jawaban tanpa harus gagap. “Gue-” “Masuk Cyntia!” teriak Shakka dari dalam rumah membuat Icin kembali mendongak pada Ilham yang menghalangi jalan. “Sial ganteng banget,” batin Icin salah fokus. Abid muncul di belakang Ilham dan menyampaikan permintaan Shakka agar Icin segera ke kamar Keysha dan membangunkannya. Untuk sekali ini Icin berhasil mengabaikan kegantengan Ilham dan menunjuk dirinya sendiri. Bagaimana caranya ia membangunkan orang yang bahkan bicara lama saja belum? Apa Shakka sengaja ingin membuatnya menderita? Bagaimana jika Keysha mengamuk? Tidak sedikit manusia di bumi ini yang mampu menyemburkan api saat tidurnya diganggu. “Jangan salah masuk kamar, ya, kak, di kamar abang lagi ada duo raden mas yang lagi tidur, nanti kakak diamuk. Sama jangan lupa pesan aku yang waktu itu tentang Abid,” ucap Fay yang juga muncul di belakang Abid –duo raden mas yang ia maksud adalah Evan Janu Agnibrata dan Galih Mahya Respati, teman abangnya yang selalu memarahinya setiap Fay memanggil keduanya dengan kata sapaan abang, katanya mereka orang jawa asli jadi sangat tidak pantas di panggil abang dan katanya lagi mereka bukan penjual siomai. Namun Abid segera menepis tangan Fay yang menempel di lengannya. Icin berpikir kenapa yang ulang tahun ada di rumah? Bukannya kejutan untuk Fay bisa gagal?    “Kak!” ucap Abid mulai kesal. Icin bergegas masuk, melupakan alasan yang barusan ia karang untuk Ilham.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN