RING MY BELL

24. That's Not Your Business

Bukan Park Yiseo namanya jika tak bisa menemukan outfit yang bisa membuatnya tampak gorgeous dan glamour. Black crop top one shoulder yang ditumpuk dengan jaket kulit hitam oversize.

Park Yiseo memadupadankannya dengan mini skirt berwarna dasar maroon dengan kotak-kotak hitam, sepuluh senti di atas lutut. Sepasang black knee high boots menjadi hiasan terindah untuk kaki jenjangnya. Ditambah topi baret yang senada dengan rok pendek yang ia kenakan.

Gadis Park itu tersenyum sambil memandang tubuh rampingnya di depan cermin. Gadis Park itu memakai make up tipis dengan lipstik maroon untuk menambah kesan mysterious glamour yang telah melekat erat dengan image-nya.

Gadis itu menelengkan wajahnya ke samping saat mendengar bunyi nada dering di ponselnya. Tangannya cukup panjang untuk menjangkau gawai yang ia letakan di atas meja rias. Tertera nama Nick di sana. Ia pun mengusap layar.

“Halo.” Park Yiseo menyapa dengan nada datar.

“Aku sudah di lobi apartemenmu,” ucap Nick.

“Baiklah. Aku akan turun,” ucap Yiseo. Tanpa menunggu jawaban dari Nick, Park Yiseo langsung memutuskan sambungan telepon.

Gadis itu mengambil tas selempang bermerek Chanel dari dalam lemarinya, lantas ia berjalan santai keluar dari rumahnya.

Tiba di depan rumah, Park Yiseo mendengkus saat melihat wajah Choi Yong Do. Lelaki muda itu juga mendengkus saat melihat Park Yiseo. Anehnya, gerakan mereka kompak saat menutup pintu dan memutar tubuh. Seakan-akan mereka mendapat satu komando.

Terlihat Choi Yong Do tengah memegang skateboard di tangannya. Ia tak memedulikan Yiseo dan berjalan mendahului gadis itu. Mereka berdiri di depan lift sambil menatap angka di atas pintu lift. Menandakan seberapa lambat lift itu berjalan.

Park Yiseo berdiri dengan santai sambil melilit kedua tangan di depan da’da. Sementara Choi Yong Do tak bisa menghentikan bola matanya yang bergerak memandang gadis di sampingnya. Ada sesuatu yang merusuh penciumannya. Yaitu parfum milik Yiseo. Baru kali ini penciumannya mendapatkan wangi seperti milik Yiseo. Hingga tanpa sadar, Choi Yong Do pun menutup matanya. Oh, astaga. Ini terlalu wangi dan terlalu menenangkan.

TING

Sontak Choi Yong Do membuka kedua mata saat mendengar bunyi dentingan dari lift. Mata cokelatnya memandang si gadis Park yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam lift.

“Kau mau masuk atau tidak?” Park Yiseo bertanya dengan nada sinis.

“Te-tentu.” Choi Yong Do menggagap tanpa sebab.

Terlihat lelaki Choi itu menghela napas panjang lantas mengembuskannya dengan cepat. Tubuhnya seperti mendapat perintah untuk menoleh ke samping. Membuatnya begitu penasaran.

“Kau mau ke mana?”

Entah mengapa juga Choi Yong Do bisa-bisanya bertanya. Bahkan dia menunggu dengan perasaan gugup. Alasan mengapa dia begitu gugup juga tidak jelas. Apakah ini hanya karena parfum Yiseo yang sangat harum? Ataukah pada penampilan Yiseo yang terlihat lebih dewasa dari umurnya? Atau pada make up Yiseo yang membuatnya tampak sangat cantik?

“Bukan urusanmu.”

Dua kata yang barusan meluncur dari bibir Yiseo sudah cukup membuat gugup Yong Do terganti dengan perasaan kesal.

‘Ya. Kenapa juga kau bertanya. Itu bukan urusanmu. Bodoh!’ batin Yong Do.

Entah apa yang terjadi pada Choi Yong Do. Belakangan ini dia jadi sering memikirkan Yiseo. Bahkan sekarang dia masih sangat penasaran tentang kejadian yang terjadi dua hari yang lalu di antara Yiseo dan juga Lucy and the geng. Hingga akhirnya Choi Yong Do tidak tahan lagi untuk bertanya.

“Hei, Yiseo. Sebenarnya apa yang terjadi antara kau Lucy? Aku melihatmu hari itu. Dan apakah kau ….” Ucapan Yong Do terhenti sewaktu Park Yiseo membolakan mata. Menatap lelaki itu hanya lewat sudut matanya.

“Itu bukan urusanmu, Yong Do!” desis Yiseo.

“Ya, aku tahu.” Yong Do berucap sambil mempertahankan ekspresi datar. “Aku hanya ingin menasehatimu. Maksudku, kau belum lama berada di sini dan sebaiknya kau berhati-hati dengan Nick.”

Park Yiseo terkekeh sinis. Ia pun memutar tubuh. Sambil bersedekap tangan, ia pun melangkah. Langkah yang begitu pelan, tapi sanggup membuat Choi Yong Do terintimidasi.

“Apa kau sedang mencoba menasehati aku?” tanya Yiseo sinis.

“Tidak. Aku hanya memperingatkanmu,” ucap Yong Do tak kalah sinis. Matanya mulai mengecil sewaktu Park Yiseo terus melangkah. Mendekatinya. Sehingga Choi Yong Do harus menggerakan kaki. Mengambil langkah mundur.

“Apa kau sedang mengancamku?”

Seketika Choi Yong Do mendelikkan matanya ke atas. Dia perlu menghindari tatapan Park Yiseo untuk membuatnya bernapas. Dan embusan napas panjangnya menggema di dalam ruangan kecil ini.

“Literally, aku hanya bertanya padamu. Oke,” kata Yong Do.

Park Yiseo terkekeh sinis. “Sebaiknya kau nasehati dirimu sendiri,” ucapnya.

“Aku?” tanya Yong Do. Nadanya sedikit melengking.

“Ya, kau.” Yiseo menjawab dengan nada datar. “Nasehati dirimu untuk tidak terlalu mencampuri urusan orang lain.”

“Aku tidak sedang mencampuri urusanmu. Aku hanya bertanya atas dasar kemanusiaan.”

Park Yiseo terkekeh keras. “Rasa kemanusiaan, hah?”

“Ya!” bentak Yong Do. “Anggap saja hanya karena kita berasal dari negara yang sama,” ucap Yong Do.

Park Yiseo menyeringai. Sepatu boots-nya kembali terdengar sewaktu ia mengambil langkah. Makin mempersempit jarak antara dirinya dan Choi Yong Do.

“Aku tidak mengerti apa yang sedang berada dalam pikiranmu, Yong Do. Tapi biar kuberitahu sesuatu.”

Park Yiseo menarik tubuh Yong Do lalu memutarnya. Membuat posisi pria itu berada di depannya. Seketika rahang Yiseo mengencang. Dan tatapannya berubah.

“Hanya karena kita berasal dari negara yang sama, bukan berarti kau berhak mencampuri urusanku. Dan apalagi kau berharap agar kita akur,” ucap Yiseo. Ia pun mendecih sambil memandang pemuda Choi di depannya dengan mata nyalang.

“Chi!” Choi Yong Do ikut mendecih sinis. Bahkan setengah bahunya terangkat. Ia tak kalah memberikan tatapan sinis pada Park Yiseo.

“Hei, Nona. Kau pikir kau sebagus itu, hah?” Yong Do menaruh kedua tangan ke dalam saku celana. Seketika keberaniannya terbentuk. Ia melangkah. Setiap langkah yang diambil Yong Do memaksa Park Yiseo untuk berjalan mundur. Kelopak mata Yiseo mengecil. Memberikan tatapan sinis pada Choi Yong Do.

Sambil mematri tatapan pada Yiseo, Yong Do terus berjalan mengikis jarak antara dirinya dan sang gadis yang sialnya terus saja mengganggu pikirannya. Walaupun berkali-kali Choi Yong Do mengatakan pada dirinya jika dia tak perlu menghawatirkan gadis di depannya, tapi entah apa yang terjadi padanya.

“Park Yiseo, dengarkan aku baik-baik.”

Ekspresi Choi Yong Do terganti. Terlihat dingin. Suaranya pun berubah pelan. Matanya memberikan tatapan mengintimidasi dan Yiseo bisa merasakannya, walaupun itu tak serta merta membuat gadis Park itu takut.

“Hanya karena kau anak seorang pejabat negara, bukan berarti kau bebas melakukan apa pun,” ucap Yong Do. Ia menutup ucapannya dengan decihan sinis. Tatapannya semakin bertambah sinis di setiap detiknya. Dengan sudut bibir yang terangkat membentuk senyum miring, Choi Yong Do mencondongkan wajahnya ke depan. Otomatis membuat Park Yiseo menarik kepalanya ke belakang.

“Kau mungkin begitu disegani di Seoul, tapi biar ku ingatkan.” Yong Do menoleh ke belakang lantas merentangkan kedua tangannya lalu melanjutkan, “ini Australia. Tak ada yang peduli siapa ayahmu dan seberapa besar kekuasaan yang ia ataupun yang kau miliki. Di sini, kau –tetaplah seorang gadis asing.”

Park Yiseo yang sejak tadi terdiam, lantas mendecih sinis. Ia bersedekap sambil memandang Choi Yong Do dengan pandangan penuh teror. Terlihat rahang gadis itu mengencang. Mulutnya ikut terkatup membentuk garis keras.

“Terserah!” desis Yiseo. “Aku-“ Yiseo menunjuk da’danya dengan kasar. “-adalah Park Yiseo. Aku tidak takut pada apa pun. Bahkan walau aku dimasukkan ke dalam kendang singa, aku tetap akan menang melawan mereka. AKU ….” Park Yiseo meninggikan suaranya. “Tidak akan terkalahkan.” Lanjutnya.

Choi Yong Do kembali mendecih sinis. “Kau percaya diri sekali, Nona Park.”

“Harus!” tandas Yiseo. “Aku Park Yiseo. Kata lain dari kemenangan,” ucapnya begitu percaya diri.

Bunyi dentingan dari pintu lift tak serta merta membuat kedua orang muda Asia itu bergeming. Manik hitam milik Park Yiseo masih memberikan tatapan penuh sinis pada pemuda Choi di depannya. Da’danya mengembang sewaktu ia menghela napas. Dan begitu ia mengembuskan napasnya, Park Yiseo pun melangkah. Bahkan dengan sengaja menabrak bahu Yong Do.

Gadis itu melangkah penuh percaya diri meninggalkan lift. Sementara Choi Yong Do mendengkus. Ia memutar tubuhnya dengan cepat. Choi Yong Do mendecih sambil menggoyangkan kepalanya lambat-lambat. Choi Yong Do benar-benar tak percaya jika ada gadis seangkuh dan sebegitu percaya diri seperti Park Yiseo. Seketika ia menjadi sangat menyesal telah menghawatirkan gadis itu. Harusnya Choi Yong Do membiarkannya. Namun, entah mengapa. Gadis itu yang terus saja mengusik pikirannya sampai saat ini.

“Dasar psikopat!” desis Choi Yong Do.

________________