Musik yang semenit lalu berdentuman dengan irama cepat, kini mulai melambat. Kelap-kelip cahaya lampu disko sengaja diubah lebih lembut dengan satu lampu utama tepat di tengah lantai dansa. Warna merah, hijau, biru, jingga dan warna-warna bling-bling tadi berubah menjadi satu warna bagai sinar rembulan di dalam ruangan. Bersamaan dengan itu para remaja yang tadinya semangat berjingkrak kini mulai memutar tubuh. Menghadap satu dengan yang lainnya sambil memperbaiki napas.
Ada senyum yang tak bisa memudar dari wajah Nicholas Hamilton ketika dia juga tidak bisa memalingkan pandangannya pada sepasang mata bulat dengan warna hitam milik seorang gadis Asia.
Yang ditatap itu mengernyit. “Why?” tanya Yiseo.
Nicholas menggeleng lalu menundukkan kepalanya. Ia meraih kedua tangan Park Yiseo, lantas membawa tangan gadis itu ke atas pundaknya. Kerutan di dahi Yiseo makin kentara. Gadis itu memanyunkan bibirnya. Berusaha menyelidik ke dalam manik biru di depannya.
“Ada apa denganmu, Nick?”
“No …,” gumam Nicholas. “dansa. Ini dansa,” katanya.
Park Yiseo menarik sudut bibir ke atasnya sewaktu dia merengut beberapa detik. Gadis itu mengedikkan kedua bahu. Mengikuti irama musik dan membiarkan Nicholas menaruh kedua tangan pria itu di pinggang Yiseo.
Sementara Nicholas menarik sudut bibirnya ke atas. Lelaki itu tersenyum. Mengaggumi betapa indah wajah cantik Park Yiseo di depannya. Sungguh, Nicholas Hamilton tak pernah menatap wajah seindah ini seumur hidupnya.
Wajah yang tak pernah memperlihatkan rasa takut. Wajahnya yang selalu datar, akan tetapi ketika ia tersenyum semua orang yang melihatnya akan langsung dibuat terpukau.
Jika boleh jujur, Nicholas ingin mengatakan jika ia begitu memuja pribadi Park Yiseo. Belum pernah ia melihat gadis seberani dan semengagumkan seperti Park Yiseo sehingga Nicholas dalam sepintas berpikir jika hidupnya akan benar-benar sempurna apabila Park Yiseo menjadi kekasihnya.
Alunan lagu merdu yang dinyanyikan oleh salah seorang remaja yang menyanyikan lagu Renne’s song dari Bazzi, benar-benar membuat suasana di dalam ruangan ini menjadi begitu romantis. Pandangan Nicholas tak mau pergi dari wajah Yiseo, sementara gadis itu memperlihatkan senyum dalam wajahnya yang tenang.
Mendengar lagu itu membuat hati Nicholas berkedut. Lelaki muda Hamilton itu terkekeh. Sementara Park Yiseo kembali mengerutkan dahi. Sepasang kaki itu masih bergerak. Kiri dan kanan dengan perlahan.
“Kau kenapa, Nick? Serius, kau mulai terlihat menakutkan,” kata Yiseo. Benar-benar bukan perkataan yang sedap didengar. Namun, Nicholas Hamilton telah terbiasa dengan ucapan dan nada semi sarkastik itu.
Nicholas mendongak. Memberanikan diri untuk menatap sepasang manik hitam di depannya. Senyum Nicholas makin mengembang. Menatap penuh binar wajah gadis muda Asia tersebut.
“Kupikir Bazzi menulis lagu ini untuk kekasihnya,” kata Nick. Pria itu menatap gadis di depannya dengan pandangan dalam dan serius.
Namun, ekspresi yang ditunjukan Park Yiseo benar-benar tak bisa menunjukkan kalau dia terkesan bahkan untuk sedikit rasa saja. Gadis itu lagi-lagi mengernyit.
“Well, Nick. Sejujurnya aku tidak paham maksud perkataanmu.”
Untuk beberapa saat Nicholas terdiam, tetapi ia masih mematri tatapan pada Park Yiseo. Pria itu menghela napas. Perlahan-lahan mencondongkan wajah hingga dahinya menempel pada dahi Yiseo. Gadis Asia itu semakin heran dan keningnya makin melengkung ke tengah.
“Tidak bisakah kau menikmati lagunya? Lirik demi lirik yang dinyanyikan, seperti ungkapan hatiku padamu. Ada angin di utara. Ini memberitahu kita bahwa cinta adalah satu-satunya sumber kita,” kata Nick. Mengulang kembali lirik yang baru saja dinyanyikan.
Park Yiseo melepaskan napas panjang sambil memutar bola mata. Seketika ia merasa jengah. Gadis itu menarik dahinya. Menelengkan wajahnya ke samping, lalu kembali berbicara dengan nada rendah dan tatapan dingin.
“Nicholas, jika kau seperti ini, kau akan membuat hubungan kita canggung,” kata Yiseo. Sambil berdecak kesal, Park Yiseo menarik kedua tangannya dari atas pangkal bahu Nicholas.
“Sorry-”
Gadis Park itu menaikkan tangan hingga ke depan wajah, menyuruh Nick untuk tetap di tempat dan sebaiknya dia diam. Pria itu bisa melihat bagaimana eskpresi wajah Park Yiseo yang mulai berubah kesal. Matanya memberikan tatapan sinis dan ia menarik dirinya dari hadapan Nick.
Nicholas menjulurkan tangan. “Wait, Yiseo!” seru pria itu. Dia juga mengambil langkah. Bergegas menyusul Yiseo.
“Yiseo, hei!”
Park Yiseo kembali berdecak kesal ketika Nicholas berhasil menarik tangannya. Gadis Park itu berbalik, akan tetapi raut wajahnya terlihat begitu kesal.
“Aku minta maaf soal tadi, Yiseo. Aku benar-benar terbawa perasaan,” kata pria itu. Ada guratan penyesalan di wajahnya. Membuat Park Yiseo memalingkan wajah sambil berupaya melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Nicholas.
“Yiseo, please.”
“Aku mau ke toilet, Nick!” bentak Yiseo. Oke, wajahnya makin kesal. Sebaiknya Nicholas berhenti mendesaknya.
Lelaki muda Hamilton itu akhirnya mendesah pasrah. Sambil mengangkat kedua tangan, ia pun mengangguk lambat-lambat. Park Yiseo kembali mengembuskan napasnya dengan kasar. Gadis itu bersiap memutar lutut dan pergi dari kerumunan banyak orang ini.
“Yiseo!”
Namun, suara itu kembali menahan langkahnya. Membuat Yiseo menggeram. Dia memutar tubuh. Memberikan tatapan membunuh pada lelaki yang terus menerus memanggilnya.
“Kau akan kembali, kan?” tanya Nicholas dengan wajah memelas. Ia merasa jika wanita itu akan meninggalkannya.
Pertanyaan itu membuat Park Yiseo tergelak, akan tetapi dalam hati dia meledak. Ingin sekali dia ke sana dan mencabik bibir cerewet pria itu jika saja dia bisa. Bahkan tangannya kini telah mengepal. Namun, Park Yiseo berusaha membujuk dirinya. Tidak. Ingat jika lingkungan ini bukan tempatnya dan tidak baik berdebat dengan Nicholas apalagi setelah tahu kalau pria itu memendam perasaan untuknya.
Inilah yang dia benci dari para lelaki. Mereka selalu ingin menguasai. Itulah juga alasan Park Yiseo untuk tidak menjalin hubungan dengan lelaki apalagi sifatnya seperti Nicholas. Di detik ini juga, pria itu langsung masuk daftar hitam. Namun, untuk banyak alasan Park Yiseo tak boleh terlalu membentak Nicholas.
Sehingga untuk sekian dari ke sekian kalinya, Park Yiseo mengalah. Ia menghela napas dalam-dalam untuk meredupkan rasa kesal dan amarah yang hampir saja meledak.
“Oke!” Ucapan itu keluar di antara gigi yang terkatup. Tatapan dingin yang menusuk hingga ke lubuk hati, ia layangkan sebelum tubuhnya berputar.
“Gae saekki!” desis Yiseo. Memaki dengan bahasanya.
Amarah yang tertahan itu memacu degup jantung berdetak meningkat. Semakin meningkat di setiap perpindahan detik.
“Sial!” desis Yiseo. Gadis Park itu mempercepat langkahnya. Keluar dari kerumunan menuju toilet. Rahangnya mengencang. Sekencang kepalan tangannya pada kedua sisi tubuh. Napasnya berembus cepat dan kasar. Oh, ya Tuhan. Bagaimana Park Yiseo menahan amarahnya ini. Dia butuh air. Air bisa membuatnya tenang.
Amarahnya telah berada di ujung tanduk sehingga Park Yiseo tidak melihat tulisan di pintu dan langsung menekan gagang. Saat tubuhnya berhasil melewati pintu, Park Yiseo pun membanting benda itu dengan kasar. Ia berjalan cepat menuju wastafel. Memutar keran air dan segera menaruh kedua tangannya di sana. Saling menggosokkan tangannya dengan kasar. Gadis itu pun mendongak. Menatap raut wajahnya saat ini.
“Sial. Dasar pria tidak tahu diri. Berani-beraninya dia.” Park Yiseo terkekeh kasar. “Dia pikir dia siapa, hah?! Pria kecil yang hidup di bawah kekuasaan sang ayah. Cih!” Dia menggelengkan kepalanya, lantas menyeringai. Seringaian tajam yang sering kali terlihat ketika gadis itu merendahkan seseorang tepat di depan orang tersebut.
“Sudah bagus aku mau berteman dengannya. Dasar pengatur. Sudah cukup. Aku sudah bersabar selama tiga bulan. Pikirnya dia itu hebat, hah? Selalu pamer ini itu. Motor sport, mobil sport? Cih! Apa gunanya semua itu jika hanya milik ayahnya. Siapa dia? Cih!”
Park Yiseo kembali menggeleng dan senyum sinis itu benar-benar merendahkan. Andai saja Nicholas melihatnya.
Park Yiseo terus menggerutu. Tak peduli dengan keadaan sekeliling. Padahal, di dalam ada seseorang. Dia mengernyit sewaktu mendengar suara yang begitu familier di telinganya.
Entah mengapa juga dia menjadi sangat penasaran sehingga dengan berani ia menekan gagang. Terdengar bunyi berderik yang panjang. Semilir angin bertiup ke tengkuk Yiseo. Membuat tangannya yang saling melukai itu berhenti. Perlahan-lahan gadis itu mengangkat tatapannya. Bola mata bulat dengan manik hitam itu membesar lambat-lambat.
DEG
Serasa ada sesuatu yang melempar jantung keduanya dan membuat tekanannya berhenti. Detik seperti berhenti berputar. Membiarkan keduanya saling menatap dalam suasana hening.
_______________