Queeny pov
Gue menatap tiga makhluk ajaib didepan gue.
Begitu bangun tidur gue langsung mendapat pemandangan yang membuat enek. Si Udik dan dua ortu nya yang tak kalah norak and kampungan, sarapan bersama Papa di meja makan kami yang mewah.
Emaknya memakai kebaya dan kain jarit uzur yang pembokat gue saja tak sudi menjadikan lap pel. Dan warnamya itu lho .. ungu norak! Lalu rambutnya disanggul ala mbok jamu, dan dia terus menghisap apa itu .. susur? Ih, jijay!!
Penampilan bapak Udik tak kalah norak. Memakai kopiah, sarung, dan kaus bulak yang warnanya tak jelas identitasnya. Sarung warna ungu, pula! Gile, mengapa keluarga mereka sangat mania warna ungu, sih?! Padahal gue paling benci ungu, pasti itu pertanda ketidak-cocokkan akut antara gue dan keluarga hina dina ini!
"Ngapain lo pagi~pagi udah numpang sarapan di rumah orang?" sindir gue kejam.
Gue menguap tanpa tahu malu lalu duduk di meja makan sambil menyambar segelas s**u di meja makan.
Glek .. glek .. glek .. sengaja gue minum dengan gaya tak sopan. Lantas, huekk .. gue bersendawa keras! Papa melotot menyaksikan kelakuan gue yang tak santun sama sekali.
"Queeny!" bentak Papa tak sabar.
"Mbak Pini lucu, yo, Mbok. Gayane iku, lho, gemesno!" puji Udik, membanggakan gue. Cih!
"Nduk, tangi turu sek durung genep yo1. Kami iki ora numpang sarapan Salah iku! Sing bener, kami ini numpang makan siang," ucap ibunya si Udik sambil terkekeh hingga memamerkan giginya yang kehitaman terkena susur. Ih, jijay!
1Nduk, bangun tidur masih belum genap ya.
Dasar tak tahu diri, simbok Udik ini! Setali tiga uang dengan anaknya. Gue yakin bapaknya juga begitu! Duh, mengapa Papa mau menampung orang semacam ini, sih? Tak habis pikir, gue!
"Mbak Pini iku sopo toh, Nang? Pembantu sebelah sing naksir kamu Din? Lek ayu ngene Bapak yo gelem Nang2" Bapaknya Udik memandang gue sambil tersenyum centil.
2 Kalau cantik gini bapak ya mau Nang.
Pletak! Secepat kilat Simbok Udik menjitak kepala suaminya.
"Yaoloh, Pak! Kok pikun-ne kumat. Iki Mbak Pini Pak, tunangan Udin."
"O ngono toh," Bapak Udik mengelus kepalanya yang baru saja dijitak sadis oleh istrinya. Ih, pasangan aneh. Mereka betul-betul keluarga antik bin aneh bin jijay!
"Queeny ayo beri salam pada calon mertuamu," perintah Papa tegas.
Simbok Udik langsung memgangsurkan tangannya. Gue menatap horor pada tangan itu. Ada bekas susur, bekas sambel trasi. Bekas oseng~oseng jengkol. Pikir gue sambil melirik piring makannya. Sadar arti tatapan gue, Simbok Udik menarik tangannya dan mengelapnya di kain jaritnya. Kemudian ia kembali mengangsurkan tangannya.
"Queeny!" bentak Papa memperingati.
Apa~apaan, sih? Bikin kesal saja! Dengan terpaksa gue menyambut uluran tangan berbagai aroma itu.
"Ora ngono Nduk. Ngene carane." Simbok langsung mengarahkan tangannya ke dahi gue, punggung tangannya disentuhkan ke dahi gue.
Sialan! Gue bisa mencium dahi gue ternoda bebauan yang menjijikkan itu.
"Queeny selama calon mertuamu ada disini, kamu yang bertugas membawa mereka jalan~jalan. Layani mereka dengan sebaik~baiknya."
Kalau Papa sudah bersabda, gue tidak bisa berkelit lagi. Astaga, malangnya nasib gue!
==== >(*~*)eling lan waspodo3!"
3 Ingat dan waspada
Pletak! Simbok menjitak Bapak dengan sadis.
Bapak mengaduh~aduh dengan lebaynya! Jadilah mantan terindah gue ternganga lebar melihat keluarga antik nan kampungan ini. Gue sendiri langsung kabur sambil menutup wajah!
==== >(*~*)Yaoloh Mbak Pini ngilang ndek endi seh?! Udin kangen pean Mbak.4" kata Udik dengan mata berkedip manja. Ih, norak!
4 Yaoloh Mbak Pini menghilang dimana sih?! Udin kangen kamu Mbak.
"Gue belet pipis tadi. Lebay lo, baru juga pisah seperempat jam!" cibir gue sebal.
"Iku kekuatan cinta Mbak. Moso pean ora ngertos5?"
5 Masa kamu tidak mengerti?
Gombal! Rayuan kampungan super norak.
Tiba-tiba Bapak menowel~nowel bahu gue.
"Kenapa?" tanya gue galak.
"Laper," jawab Bapak dan Simbok bersamaan dengan tatapan puppy eyes-nya.
Malas banget gue makan bersama mereka! Tapi kalau gue menelantarkan mereka, dengan tak memberi makan, pasti Papa marah besar lagi.
"Makan di rumah aja, penuh tuh. Gak ada tempat duduk," gue berusaha mengelak.
"Jok kuwatir Mbak. Kita wes ada tempat kok," jawab Udin mantap.
Iya, kah? Sial, berarti gue tak bisa berkelit lagi.
"Iya deh gue pesenin. Kalian makan terserah kan? Cobain deh makanan kekinian."
Mendadak terpikirkan ide busuk di kepala gue, gue akan mengerjai keluarga udik ini. Biar tau rasa! Gue sengaja memesankan makanan yang sangat ekstrim. Nasgor janc*k yang level pedasnya setinggi langit! Sup sayur asem yang asemnya ngujubilahai (request tambah cukai sebotol!), juga asinan bogor yang asinnya menggetarkan laut samudra! Penjualnya sampai pada sangsi berat.
"Gak salah Non? Ini niat ngeracuni orang ya!" tanya mereka curiga.
"Udah gak usah banyak bacot! Lo niat jual kagak??!!"
"Kita gak ikutan kalau ada apa~apa ya!"
Cih! Ada apa~apa bagaimana? Paling mereka bakal sakit perut akut! Hihihihi ... BTW, dimana mereka? Gue mengedarkan pandangan ke segala penjuru tapi tak ada meja yang mereka kuasai.
"Mbak Pini! Mbak Pini! Mbak Pini, reneo6!" panggil Udik penuh semangat.
6 Kesini
Ohmaigot! Syok, gue. Bukannya duduk di meja yang tersedia di foodcourt, mereka justru duduk lesehan di lantai foodcourt! Begitu santai dan alamiah, tak peduli tatapan bingung orang~orang di sekelilingnya.
Lagian, bagaimana cara Simbok menyiapkan kopi sendiri, terus ada gorengan entah apa jenisnya? Mereka dengan cueknya duduk lesehan sambil menikmati makanan ndeso yang dibawa Simbok. Ck, bikin malu saja! Gue berniat kabur lagi, namun si Udik dengan sigap menarik tangan gue hingga gue jatuh terduduk di sampingnya.
Huaaaa... gue ingin menenggelamkan diri ke Laut Cina! Why? Why? Semenjak bertemu Udik gue merasa level gengsi dan martabat gue melorot sampai ke tingkat terbawah yang bahkan gue tak bisa bayangkan sebelumnya!
Gue frustasi tingkat dewa!
==== >(*~*)< ====
Bersambung