Special 3

1021 Kata
Dhany   : Rommm... Romeo : Ehh, Dhany tumben lo chat gue, ada angin apa? Romeo : Pa kabar tuh, si Mulan Jameela? Dhany   : Anjirrrr gue Dhany Tuswantono, bukan Ahmad Dhany bro... Romeo : Hahahaha... Tahu gue tauuu, becanda kali bray! Sensi amat, kayak cewek lagi PMS lo... Dhany   : Lagian tumben banget lo pake acara bercanda? Biasanya seriuss terus hidup lo. Romeo : Serius terus di kira sakit gigi, bercanda dikata tumben amat? Romeo : To the point aja, elo chat gue karena ada maunya kan?? Dhany   : Hehehe... Tahu ajah nih mbah dukun. Romeo : Mati kau sana!!! Dhany   : Woless bro, gue cuma mau tanya, kata Kak Nat hanya elo yang bisa jawab pertanyaan gue. Romeo : *firasat gue ga enak* Dhany   : Jangan gitu dong, belum-belum udah negatif thinking... Romeo : Ya udah, nanya apa? Dhany   : Ciri-ciri cewek subur yang mudah hamil? Dhany   : Jelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan secara spesifik. Romeo : *tersedak bulpen* udah kayak UAS aja lo ngasih soalnya? Dhany   : Jawab aja napa? Romeo : Gue ga tauu... Dhany   : Yahh, yahhhh kok bisa anak FK gak tahu yang beginian? Romeo : Sorry bro, tapi kayaknya hal-hal seperti ini belum dijelasin? Dhany   : Emang mata kuliah apa yang bahas tentang beginian? Remeo : Di mata kuliah Fertilitas dan kesehatan reproduksi, kebetulan nanti siang gue ada kelas itu. Romeo : Tar gue tanyain ke dosennya. Dhany   : *senyum setan* Gue boleh gantiin elo masuk kelas itu gak bray? Dhany   : Please... *Kedipkedip mata memohon* Romeo : Mana bisa lah? Dhanya : Bisa, kitakan sama-sama cogan... Bedanya, gue ganteng banget, elo ganteng ajah. Romeo : Bedanya, gue ganten waras, elo ganteng sableng. Dhany   : Biadab! Romeo : *ketawa sampai diare* Huahahahah... Romeo : Yawdah deh, pergi gih gantiin gue, daripada elo mati penasaran! Dhany   : *muaaaaacccchhhhhh* Romeo : Najis *muntah penuh penyesalan* Romeo : Tapi inget, elo mesti catetin gue, yang rapih dan jelas. Dhany   : (y) siap! Dhany dengan penuh semangat bersiap pergi ke kelas Romeo, dalam perjalanan menuju kelas Romeo Dhany menabrak seorang gadis bernama Naura. Dengan gentelman Dhany meminta maaf dan membantu Naura memungut buku-bukunya yang berserakan, “Maaf, gue gak sengaja.” “Elo tau gak? Pose kita ini udah kayak pose-pose dalam film India tau?” Kata Naura sambil menatap tajam Dhany. “Eeeiii... Cantik juga ya elo pas lagi jutek gini?” Rayu Dhany penuh kegombalan. “Elo tahu nama gue?” Tanya Naura sambil menaikan salah satu alisnya. “Ya belum lah? Kan kita belum kenalan,” jawab Dhany cengegesan. “Gue dan elo itu satu angkatan, satu jurusan, dan hampir 3 tahun ketemu di kelas yang sama, tapi nama gue aja elo gak tahu? Elo tahu apa artinya itu?” “Maksud lo?” Tanya Dhany semakin tak mengerti. “Dasar cowok angkuh!” Sindir Naura kemudian pergi meninggalkan Dhany dalam kebingungannya. Dhany berjalan lunglai sambil meresapi perkataan cewek galak tadi, sesombong itukah dirinya selama ini? Hingga teman satu angkatan, satu jurusan, satu kelas pun Dhany tak tahu namanya. *** Kanaya POV Tok tokk tokk... Ibu mengetuk pintu dan masuk perlahan untuk membangunkanku, “Bangun neng, udah subuh cepet siap-siap sholat dan berangkat.” Aku mengangguk dan segera bangkit meski kedua mata ini masih terasa berat. “Ibu siapkan bekal untuk kamu, dimakan di luar saja ya...?” bisik Ibu lirih. Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk sambil menatap wajah Ibu yang selalu terlihat ceria meski setiap hari beliau letih karena harus bangun paling awal dan tidur paling akhir, Ibu tak pernah mengeluh dan meratapi nasib kurang beruntungnya. Ibu justru selalu mengatakan maaf, maaf, dan maaf karena beliau tak dapat memberiku hidup yang lebih baik. Kubelai rambut Ibu dengan halus, sambil berkata “Tunggulah sebentar lagi Bu, Nay janji akan segera lulus dan sukses agar bisa membahagiakan Ibu.” Ibu memelukku hangat sambil mengatakan, “Kebahagiaan Ibu adalah melihatmu bahagia nak... Tak perlu berpikir membalas jasa Ibu, karena Ibu tidak mampu memberikan yang terbaik untukmu selama ini.” Itulah Ibuku, wanita tangguh yang memiliki hati seperti malaikat. Ibu dengan besar hati menerima kembali almarhum Ayah yang pernah menghianatinya, Ibu bahkan merawat almarhum Ayah yang sakit dengan setulus hati hingga rela menjual seluruh harta bendanya demi pengobatan almarhum Ayah. Meski aku membenci keputusan bodoh Ibu, tapi aku sangat bangga memiliki Ibu sebaik ini. Kuregangkan sedikit otot-otot tanganku dengan olahraga kecil, setelah seluruh kesadaranku sempurna. Segera aku berganti baju dan pergi membawa seluruh barang-barang yang ku perlukan di dalam sebuah ransel hitam. Udara pagi dini hari memang sangat segar, tapi dinginnya sukses menusuk tulang belulangku. Mungkin kalian berpikir aku sedang camping atau semacamnya, berangkat di pagi buta sambil menenteng ransel penuh dengan pakaian, buku-buku, peralatan mandi, dan lain sebagainya. Tapi, tidak... Aku tidak sedang camping guys! Inilah kehidupan menyedihkan yang telah ku jalani selama tiga bulan terakhir. Rumah kontrakan kami telah habis masa sewanya, dan kami tidak dapat memperpanjang karena sang pemilik menaikan harga kontrakannya. Selama Ibu dan aku mengumpulkan uang untuk mencari tempat baru, sementara itulah aku harus hidup seperti kura-kura yang membawa cangkangnya kemana-mana. Aku bisa numpang tidur di tempat kos riri pada hari sabtu dan minggu, dan tinggal secara sembunyi-sembunyi di rumah majikan ibuku dihari senin sampai jum’at. Ibuku menjadi pembantu di keluarga Tuswantono selama 10 tahun terakhir, keluarga itu sangat baik dan memperlakukan Ibu seperti saudara sendiri. Almarhum Pak Budi Tuswantono bahkan memberikan sebuah rumah untuk di tempati keluarga kami, tapi pada akhirnya rumah itu harus dijual untuk melunasi hutang-hutang akibat pengobatan almarhum AYAH. Eeeiittts, jangan salah paham, meskipun keluarga itu memperlakukan Ibu seperti keluarga. Bukan berarti aku dapat tinggal di sana seperti keluarga, Ibu tidak ingin keluarga majikannya tahu bahwa rumah pemberian Pak Budi telah kami jual. Itu sebabnya aku tidak dapat numpang secara terang-terangan di rumah ini. Bagiku hari senin hingga hari jum’at merupakan neraka. Aku harus menyusup ke rumah majikan Ibu di atas jam.10 malam, dan aku harus segera kabur sebelum ayam berkokok. Tidak hanya itu, aku terpaksa tinggal di gudang ditemani para kecoa, tikus, dan mungkin masih banyak lagi hewan menjijikan lainnya. Huhhhh, itu jauh lebih horor dibandingkan tantangan uji nyali. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN