Bab 4

752 Kata
[Daffa PoV] Ibnu Syihab berkata, "Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, "Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga)." (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim). Tapi hal ini bukan membenarkan suatu kebohongan. Yang namanya bohong tetaplah bohong. "Dek...," Aku mengambil nafas dalam sebelum melanjutkan apa yang ingin aku katakan. Mencari kata yang tepat sebelum menyampaikan sebuah keputusan yang mau tak mau harus aku ambil. "Ayah meminta Aa' buat meninjau perusahaan yang ada di Singapura selama seminggu, sedangkan Aa' nggak mungkin membawamu kesana sekarang.Satu, karena Abang akan menikah, dan kedua, Aa' nggak mungkin ninggalin kamu sendirian di rumah saat Aa' harus kerja, ketiga,  Kakek dan Nenek juga tidak ada di rumah." "Tapi sehari sebelum pernikahan Abang, Aa' sudah pulang. Aa' sebenarnya ingin menolak karena Aa' nggak mungkin jauh dari kamu. Tapi kata Ayah ini sangat mendesak." Akhirnya aku mengatakan apa yang menjadi kegundahan hatiku pada Arsy. Entah apa tanggapannya tapi tidak mungkin aku terus tidak jujur padanya. "Kewajiban seorang istri setelah menikah adalah mematuhi suami. Dan sebagai lelaki yang sudah menikah, kewajibannya adalah mematuhi orangtua terutama ibu. Kita sama-sama menginginkan surga, kan? Maka, penuhi kewajiban Aa' kepada Ayah dan Arsy akan mengikuti perintah Aa' sebagaimana Arsy memenuhi kewajiban Arsy sebagai istri. Kalau Aa' ingin Arsy tetap di rumah maka Arsy akan di rumah demi menjaga kehormatan Aa'." "Ya, Allah... entah kebaikan seperti apa yang dulu pernah hamba lakukan sehingga Engkau memberiku istri seperti Arsy. Terimakasih, Istriku. Terimakasih telah menerimaku sebagai suamimu... sungguh sangat beruntung aku beristrikan kamu."  Rasulullah bersabda,"Dan sebaik - baik wanita adalah mereka yang dapat mengembirakan engkau bila kamu melihatnya, dan yang mentaati kamu saat kamu menyuruhnya, dan dia memelihara kehormatan dirinya dan hartamu ketika engkau tiada.( HR Nasa'i, Baihaqi, Ahmad dan al - Hakim ) . *** "Aa, jangan lupa makan ya di sana. Jangan lupa salat juga, jangan lupa telpon Arsy kalau sudah sampai. Terus kalau ada waktu luang, sempatkan balas pesan Arsy biar Arsy tenang dan nggak khawatir. Jangan makan sembarangan, jangan lirik-lirik perempuan lain juga."  Ya, ampun istriku... ini panjang sekali bekalnya menasehatiku meski dia harus mengucapnya sambil berbisik, karena ada keluarga kami yang lain. Aku melihat mereka senyum-senyum sendiri karena sikap Arsy. "Terus bajunya sudah Arsy semprot pakai parfum Arsy semua, sesuai permintaan Aa'. Biar kalau Aa' kangen bisa cium aroma parfum Arsy " "Iya, Sayang. Aa' akan inget semua pesan Adek, sekarang waktunya Aa' berangkat. Adek hati-hati di rumah, jangan keluar rumah tanpa izin Aa' dan yang lainnya, oke?" Aku pun segera berpamitan dan masuk menuju check in counter, setelah sebelumnya melewati pemeriksaan keamanan.  Sudah saatnya aku take off menuju Singapura. Seminggu tanpa Arsy—ya, Allah... lindungi istri dan anakku, beserta keluarga besar kami. Jagalah hamba dari godaan selama jauh dari istri hamba. Aamiin. *** "Aa, sudah makan malam? Makan apa, A'?" Suara Arsy mengalun indah ditelingaku membuatku merindukannya, biarlah kalau mereka mengatakan aku bucin, nyatanya aku memnag sangat rindu tak bisa lama-lama jauh dari istri. Malam ini kami melakukan video call kembali, ya bagiku hanya mendengar suaranya saja kurang puas kalau tidak melihat wajah ayunya itu. "Sudah, Sayang. Adek, sudah makan? Dedeknya rewel nggak Ayahnya nggak ada?" jawabanku membuat senyum terbit di wajah cantik Arsy, andai aku di dekatnya pasti sudah habis wajahnya aku cium dan yang dia lakukan pastilah protes karena kegelian. "Sudah, A', Arsy makan lahap tadi. Dedeknya nggak rewel, mungkin dia tahu abinya lagi sibuk.Aa' jaga kesehatan ya...jangan telat makan sama telat salat."  "Iya, Sayang. Adek juga, ya. Omong-omong, besok jadi puasa sunnah-nya?" "Jadi, A'. Kita sudah terbiasa puasa sunnah senin kamis, kan?" "Iya, Sayang. Tapi kalau Adek lemes, dibatalin aja ya." Aku bukan ingin melarang dia berpuasa sunnah tapi kondisinya saat ini membuatku sedikit khawatir. "Iya, Aa'... kalau nanti Arsy ngerasa lemes, Arsy akan batalin puasa sunnah-nya.  Doain Arsy kuat jalanin ibadah sama dedeknya, A'." "Iya, Sayang. Yaudah, sekarang Adek tidur, sebenarnya aa masih rindu, tapi dedek baby harus istirahat juga. Dekatkan headset-nya ke perut ya , sayang. Aa' mau ngaji sama dedek juga." pintaku pada Arsy, ku lihat dia meletakkan salah satu di perut dan satunya masih ia pakai. "Iya, A'. Dedek pasti seneng denger suara Ayahnya." "Tentu dong. Bundanya aja ketagihan." Dan Arsy hanya tersenyum mendengarku berkata demikian. Aku mulai melantunkan surah maryam.  Meski hanya melalui telepon, InsyaAllah Alah akan memperdengarkan lantunan ini kepada bayi yang ada di dalam kandungan Arsy. Tumbuhlah sehat, Nak. Jadilah anak yang kelakdapat menegakkan syariat islam, aamiin. Aku selesai melantunkan surah saat ku lihat Arsy juga sudah tertidur. Wajah damainya kala ia tidur sangat membuatku frustasi, ingin tasanya aku berlari pulang dan memeluknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN