Syahid berjalan tertatih-tatih dengan meninggalkan bekas darah di setiap jalan yang dilewatinya. Bibirnya pucat pasi, matanya terlihat sayu sembari tangannya masih meremas lukanya yang makin lama makin terasa sakitnya. Pemuda berahang kokoh itu membungkuk dengan tangan kanannya memegang salah satu pohon di hadapannya menjadikannya penyangga. Kakinya terasa bergetar kecil, tidak mampu lagi untuk melanjutkan perjalanannya. Syahid merutuki diri sendiri. Terlalu memikirkan keadaan keluarganya sampai ia melupakan Airin yang kini ikut terseret ke dalam masalahnya sampai gadis itu harus pindah segala. Berarti Omanya tidak main-main dengan semua ancamannya. Syahid meringis lirih masih meremas bajunya yang lembab karena darahnya. "Ck," Decaknya lalu mendudukan diri dengan kedua kaki yang diselonj