"Hai... Lo anak kost baru ya? Perkenalkan nama gue, Virgo Kafka Arjuna. Lo bisa panggil gue, Virgo saja."
Seorang lelaki tampan berkulit putih mengulurkan tangannya kepada anak berusia dua belas tahun. Anak itu sedang duduk di depan kamar kostnya setelah keluarganya pulang usai mengantarnya pindahan dari kampung ke kota.
Anak perempuan itu malah melirik ke arah Virgo tak suka karena sok kenal dan sok akrab. Padahal mereka belum tahu satu sama lain. Ekor matanya benar-benar tajam melirik Virgo, terlihat begitu judes seperti gadis dewasa.
"Santai saja kali melihatnya, gue bukan orang jahat kok." kekeh Virgo yang mendapat tatapan sinis dari gadis yang dia ajak kenalan.
"Bebby, Mas." jawab Bebby tanpa niat, cepat dan jelas.
"Ya elah tidak usah panggil Mas, berasa tua gue jadinya." Virgo terkekeh lagi tanpa menghiraukan kesinisan Bebby.
Bebby menaikkan sebelah alisnya merasa tak suka dengan sifat sok akrabnya Virgo. Bebby termasuk anak judes dan memiliki sedikit teman. Lagi-lagi Virgo terkekeh melihat ekspresi Bebby seperti ini, jika tidak salah hitung seingat Bebby jika Virgo sudah terkekeh tiga kali karena melihat raut wajahnya. Bagi Virgo sendiri ekspresi Bebby itu lucu, menggemaskan dan membuatnya penasaran.
"Tidak apa-apa panggil Virgo saja, tidak usah pakai embel-embel Mas segala. Oh ya, lo masuk sekolah Agunsa ya?" Virgo ikut duduk di dekat Bebby, memandang rumah megah bercat krem di depannya.
Bebby hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Virgo barusan tanpa ada minat menjawab. Bagi Bebby, suaranya terlalu mahal untuk orang baru di sekelilingnya.
"Adik kelas gue dong nantinya, wah siap-siap gue hukum ya lo kalau telat."
"Lo anak OSIS ya?" tatapan sinis kembali terlontar dari wajah cantik Bebby, kali ini dia memutuskan bertanya karena penasaran.
"Iya gue anggota OSIS, lebih tepatnya gue waketos. Tapi tenang saja, tahun depan gue yang bakal jadi ketosnya hahaha..." tawa Virgo berusaha mencairkan suasana dengan sedikit menyombongkan dirinya.
Bebby hanya tersenyum garing berusaha menghargai, meski aslinya dia malas tersenyum. Bebby sendiri tidak tahu dari mana datangnya lelaki tampan yang duduk di sampingnya itu. Bahkan Bebby tidak tahu kenapa Virgo mau berkenalan dengannya yang notabenenya adalah penghuni kost baru.
"Mungkin dia anak kost sini juga." Batin Bebby acuh tak acuh.
"Go! Virgo! Tolong antar makan siang buat Bapak ke kebun!" tiba-tiba terdengar suara cempreng dari seorang ibu-ibu.
Bebby melihat ibu kost memanggil-manggil Virgo dari depan pintu rumah yang bercat krem di depan kost-kostan. Bebby sedikit melirik ke arah Virgo, dia sepertinya harus menarik ulur dugaannya tadi jika Virgo salah satu anak kost di sini.
"Eh... Gue dipanggil Mama, nanti kita ngobrol lagi ya." Virgo pamit menghampiri ibu kost atau lebih tepatnya ibunya.
Bebby diam, bibirnya tidak berniat menjawab atau pun sekedar berkata ya. Gadis kecil ini melihat saja Virgo menghampiri ibu kost yang diketahui bernama Sofya. Bisa Bebby lihat jika Virgo termasuk anak rajin yang mau membantu orang tua tanpa bantahan.
Sekarang Bebby melihat Virgo menaiki sepeda sambil membawa rantang nasi yang dia gantungkan ke setang bagian kiri. Lelaki itu juga tersenyum sekilas saat melewati di depan Bebby. Karena tidak mau dibilang pendatang baru yang tidak tahu diri, akhirnya Bebby membalas senyuman itu sekilas.
"Oh... Dia anak ibu kost toh, pantesan berani sok akrab." Bebby hanya mengedikkan bahunya lalu menyudahi acara berpikirnya di depan kamar.
Anak kecil yang berubah menjadi gadis remaja itu lebih memilih memasuki kamar dan membereskan barang-barangnya. Mulai hari ini akan menjadi hari yang sangat untuk Bebby, karena dirinya akan mengurus segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya.
Flashback On.
“Nduk, kalau kamu tidak tahu apa-apa atau membutuhkan sesuatu yang membingungkan. Nanti kamu bisa tanyakan ke Bu Sofya ya, anggap Bu Sofya ini sebagai ibu kedua kamu. Bu Sofya yang akan menjadi pengganti Ibu di sini, nurut dan jangan nakal.” nasehat Darmi sebelum benar-benar pulang.
Sofya tersenyum, dia memegang kedua bahu Bebby layaknya seorang ibu yang meyakinkan putrinya. Entah kenapa dari awal melihat Bebby, Sofya sudah menyukai gadis ini.
“Tenang saja Bu, saya akan menganggap Bebby seperti putri saya sendiri.” sahut Sofya.
“Itu dengar apa kata Bu Sofya, baik-baik di kota.” Guntur pun ikut menimpali.
Guntur dan Darmi sedikit menyesal kenapa mereka tidak sempat bertemu dengan Danar. Padahal Guntur ingin sekalian berterima kasih karena Bebby sudah diperbolehkan kost di tempat ini yang mayoritasnya laki-laki.
“Nggeh, Bu.” Hanya ini jawaban Bebby atas nasehat-nasehat yang diberikan Darmi dan Guntur.
Flashback Off.
***
“Tendang bolanya!” seru seorang lelaki berwajah chinese sambil memainkan stick game.
“Yak! Yak! Yes! Gue menang!” seru lelaki satunya lagi yang berwajah hitam manis sambil menaikkan kedua tangannya untuk mengekspresikan kemenangannya dalam bermain game.
Sofya hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali melihat tingkah kedua teman baik Virgo yang asik bermain game. Sofya sudah tidak aneh atau pun heran jika rumah menjadi lebih ramai saat kedua teman Virgo berkunjung. Kedua bola mata Sofya melirik ke arah jam dinding yang sengaja dia gantung di atas televisi.
“Rama, Indra, ayo kita makan malam dulu. Habis itu kalian pulang, pasti dicariin Mama kalau tidak pulang-pulang.” ajak Sofya yang berdiri di belakang Rama dan Indra.
“Masak apa, Ma?” Virgo yang antusias bertanya.
“Mama masak cumi goreng tepung kesukaan kamu.”
“Wah, enak dong Tante. Aku mau makan banyak.” cengir Indra sambil berdiri.
“Hu... Rakus.” ledek Rama.
“Biarin, Tante Sofya saja tidak protes.” Indra kembali menimpali.
Sofya hanya mendesah melihat tingkah laku kedua remaja itu. Mereka kini sudah berjalan satu persatu menuju meja makan. Tak selang lama, anggota keluarga pun berdatangan. Danar juga sudah menunggu dari beberapa menit lalu.
“Ih, Mas Rama jangan duduk di situ. Itu kursi aku.” tak segan-segan Claudia mengusir Rama yang tidak sengaja menduduki kursi yang biasa diduduki Claudia.
“Cuma kursi kan dek, masih ada yang kosong.” tegur Virgo.
“Enggak mau, pokoknya aku cuma mau duduk di situ.” Claudia sampai mengentak-entakkan kakinya ke lantai beberapa kali.
“Hehehe... Iya maaf, barusan itu lupa.” Rama hanya nyengir kuda lalu pindah tempat duduk.
Semua sudah duduk di tempatnya, Danar memimpin doa sebelum makan. Tapi tiba-tiba Sofya berdiri dan mengambil rantang makanan yang tadi sore dipakai mengirim Danar ke sawah.
“Buat siapa, Ma?” Danar sedikit heran, untuk siapa makanan itu.
“Mas Mongky juga pasti sudah makan di rumah sakit, Ma.” Claudia menyela sebelum Sofya menjawab.
“Ini bukan buat Mas Mongky, tapi buat Bebby.” Sofya memasukkan beberapa potong cumi goreng tepung ke salah satu rantang.
Rama, Indra dan Virgo jelas makan dengan lahap. Bagi mereka, masakan Sofya benar-benar enak dan membuat ketagihan. Mereka selalu suka sesi makan-makan seperti ini jika sedang berkunjung ke rumah Virgo. Bahkan tidak jarang Indra tambah setiap makan.
“Bebby? Anak kost cewek yang baru itu, Ma?” Danar menghentikan gerakan tangannya sejenak, dia lebih memilih menatap istrinya demi mendapat jawaban kepastian.
“Iyo Pak, teko mau awan. Ndelalah kok yo Bapak ora kepethuk karo wong tuone.” jawab Sofya menggunakan bahasa jawanya.
“Astaga, Indra jangan banyak-banyak itu nasinya. Memangnya lo bakal habis?” Rama hampir tidak percaya ketika melihat Indra kembali mengambil nasi dari bakul.
“Sudah biarkan saja, Tante senang kok kalau kalian makan banyak.”
Indra hanya nyengir sambil menatap Sofya, bagaimana tidak betah main ke rumah Virgo jika setiap harinya disuguhi makanan enak-enak terus.
“Go, habis makan nanti tolong antar makanan ini ke kamar kostnya Bebby ya.” titah Sofya sebelum akhirnya dia ikut mengambil nasi dan lauk-pauk ke piringnya sendiri.
“Iya, Ma.” Virgo sama sekali tidak melihat ke arah Sofya, dia lebih asik dengan menu makan malamnya kali ini yang begitu menggoda lidah.
***
Bebby membuka pintu kostannya agar ada udara masuk lebih banyak lagi. Meski di dekat pintu ada jendela, tapi tetap saja masih terasa sedikit pengap. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, perutnya sudah lapar. Tapi gadis kecil ini hanya bisa berbaring di atas kasur busanya sambil memikirkan apa yang akan dia makan.
“Ish, coba kalau tadi gue tidak bodoh. Pasti itu daging ayam masih ada dan gue bisa makan tanpa harus bingung mikir mau makan apa.” jari-jari lentiknya dia gigit-gigit pelan sebagai pelampiasan kekesalannya pada diri sendiri.
Tadi Bebby sudah akan makan di jam enam sore, bahkan nasi dan daging ayam sisa makan tadi siang yang dibawa dari rumah sudah dia siapkan. Tapi saat Bebby ke kamar mandi untuk mencuci tangan, tiba-tiba semua daging ayam yang ada dua potong dicuri oleh hewan berkaki empat yang sering dipanggil meong. Akhirnya acara makan malam Bebby gagal karena dirinya tidak memiliki lauk lagi, kalau mencari makan di luar juga dirinya belum tahu daerah ini.
“Apa gue masak mie instan saja?” Bebby mengacak-acak rambutnya sendiri, memikirkan hal sepele yang sebenarnya tidak terlalu memusingkan juga.
Maklum saja, ini pertama kalinya Bebby menjadi anak kost dan di usianya yang masih dua belas tahun. Jadi wajar saja jika dirinya pusing hanya karena masalah makan, biasanya Bebby hanya meminta kepada Darmi ingin makan apa lalu semuanya sudah tersedia di meja makan. Meski orang kampung, tapi keluarga Bebby termasuk orang yang disegani oleh tetangga sekitar.
“Masak mie sajalah.” Bebby akhirnya berdiri dan mengambil simpanan makanan instan yang ada di kardus.
“Gue tidak boleh manja, ini pilihan gue untuk melanjutkan sekolah ke kota.” gadis kecil ini meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja dan dirinya pasti bisa melewati hari-hari berat jauh dari kedua orang tuanya.
Tok! Tok! Tok!
Bebby mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar, gadis ini langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu. Siapa yang datang malam-malam begini, dan untuk apa.
Krek!
Terdengar sedikit bunyi dari engsel pintu ketika dibuka lebih lebar lagi. Bisa Bebby lihat jika di depan pintu kamar kostnya ada seorang lelaki yang membelakangi dirinya.
“Go, gue balik sekarang ya.” pamit seorang lelaki bermata sipit sambil menghampiri Virgo.
“Hati-hati lo di jalan.”
Bebby memaksakan senyumnya saat melihat lelaki bermata sipit tadi melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum begitu menawan. Virgo jadi heran, pada siapa Rama berinteraksi sekarang. Akhirnya Virgo membalikkan badan karena penasaran. Tidak mungkin Rama memiliki teman khayalan secara dadakan, apalagi Rama bukan seorang anak yang memiliki kemampuan dalam melihat mahkluk astral juga segala macamnya.
“Eh... Beb, maaf menganggu.” Virgo tahu sekarang, orang yang diajak interaksi oleh Rama tadi adalah Bebby.
“Kenapa, Mas?” refleks Bebby memanggil Virgo dengan awalan Mas lagi.
“Ish... Kan sudah gue bilang kalau panggil nama saja, tidak usah pakai embel-embel Mas segala.” merasa risih, Virgo kembali mengingatkan jika dirinya tidak suka dipanggil Mas.
“Oh... Maaf, gue lupa.”
“Kenalkan coba, Go. Kalian ngobrol saja dari tadi tanpa menghiraukan ada gue di sini.” Rama bersuara setelah beberapa menit hanya mendengarkan Virgo dan Bebby yang bicara.
“Astaga, gue kira lo sudah pulang.” tidak bohong, kekagetan yang dialami Virgo memang kenyataan bukan rekayasa.
“Hehehe... Gue mau kenalan sama cewek cantik dulu, nama gue Rama.” tanpa disuruh, Rama langsung menyodorkan tangannya pada Bebby.
“Panggil gue, Bebby.” tangan Bebby terulur menerima tangan Rama yang ingin berkenalan dengannya.
Virgo seperti melihat ada gelagat aneh dari Rama, sekarang dia tahu kalau temannya itu suka pada pandangan pertama ketika melihat Bebby.
“Ehem... Sudah malam ini, mendingan lo pulang deh. Besok main lagi ke sini.” tegur Virgo membuyarkan lamunan Rama yang asik menatap paras ayu milik gadis kecil di depan mereka.
“Ah... Iya, besok gue pasti main lagi kok ke sini. Gue balik dulu ya, bye semua.” Rama langsung pergi meninggalkan Virgo dan Bebby yang masih berdiri di depan pintu kamar kost.
Tanpa sengaja, Virgo melihat mie instan di tangan kiri Bebby. Dia terkekeh sebentar membuat Bebby kembali terheran. Rantang makanan disodorkan oleh tangan Virgo ke hadapan Bebby, karena tidak paham akan maksud Virgo tiba-tiba sebelah alis Bebby terangkat seperti meminta penjelasan.
“Oh ini, Mama gue yang kasih buat lo. Katanya takut lo kelaparan dan tidak punya bahan untuk makan malam.” jelasnya.
“Oh begitu...” kepala Bebby mengangguk berulang kali.
“Ambil, gratis kok.”
“Bilang ke Mama lo, gue sangat berterima kasih begitu ya. Pasti gu makan kok.” tanpa ragu, Bebby menerima rantang dari tangan Virgo. Bahkan tanpa sengaja, senyum di wajahnya muncul tanpa diminta.
“Lo cantik juga kalau senyum.”
“Heh?” pandangan mereka bertemu, Bebby tidak menyangka akan mendapat pujian seperti ini.
“Cis... Lo pasti playboy kan?”
Virgo garuk-garuk kepala, dirinya merasa tertangkap basah. Ternyata gadis yang dia gombali tidak semudah gadis-gadis lainnya yang tergila-gila padanya.
“Gue balik dulu, dimakan deh itu makanannya.” Virgo langsung saja balik kanan dan berjalan cepat menuju rumah. Dirinya malu sendiri karena gagal merayu.
“Hah... Mentang-mentang punya wajah cakep, malah disalah gunakan buat menjadi playboy. Tidak berfaedah tahu enggak.” Bebby langsung saja masuk ke kamar kostnya lagi dan kali ini dia mengunci pintu kamarnya.
***
“Hua... Sekolahnya benar-benar elite, mimpi apa gue bisa diterima di sekolah ini?” pandangan Bebby berkeliaran menatap setiap bangunan gedung sekolah Agunsa.
Sudah dari lima menit yang lalu Bebby berada di sekolah dan masih mengenakan seragam SD-nya. Dandanannya masih rapi, belum ada pernak-pernik memalukan yang sering dipakai layaknya anak MOS setiap kali baru masuk sekolah.
Mimpi kecil Bebby adalah bisa bersekolah di salah satu SMP favorite yang ada di Yogyakarta. Kali ini impian kecilnya terwujud, nilainya memadai untuk masuk ke sekolah ini. Berulang kali Bebby memuji kepandaiannya sendiri dalam segi pelajaran dan olah raga.
“Awas!” seru sebuah suara lelaki yang tidak terlalu jauh dari tempat Bebby berdiri.
Seketika Bebby menoleh ke arah suara tersebut, kedua matanya bisa melihat lelaki semalam yang berkenalan dengannya sedang menarik seorang gadis yang hampir saja terjatuh ke tempat sampah akibat tersandung paving block yang sengaja dibentuk berdiri sebagai taman kecil dekat gerbang.
“Eh... Terima kasih, Kak.” ujar gadis kecil yang juga memakai seragam seperti Bebby, merah-putih.
“Kalau jalan lihat-lihat.”
Gadis tadi seperti terpesona pada lelaki bermata sipit yang baru saja menolongnya dari kecelakaan ringan. Bebby sekarang melihat Rama berjalan ke arahnya. Bukan! Bukan ke arahnya, tapi ke arah gerbang kedua di sekolah. Semua murid pasti melewati gerbang tersebut supaya bisa sampai ke kelas masing-masing.
“Pagi, Beb.” sapa Rama pada Bebby yang masih terbengong sendirian.
“Ah... Ya.” hanya itu jawaban Bebby.
Gadis yang juga memakai seragam merah-putih tadi berjalan mendekati Bebby dan berdiri tepat di samping Bebby.
“Lo kenal sama kakel itu?”
Pandangan Bebby beralih ke arah gadis berkacamata, bermata sedikit sipit dan berkulit putih. Bisa Bebby tebak jika gadis di sampingnya ini berotak cerdas juga.
“Oh, dia namanya Rama.”
Bebby melihat gadis berkacamata tadi menganggukkan kepalanya berulang kali seolah mengerti apa yang Bebby katakan.
“Oh iya, kenalin nama gue Helena. Lo bisa panggil gue Helen, lo sendiri siapa?” tanpa ragu, Helen mengulurkan tangannya ke arah Bebby.
“Nama gue, Bebby.” gadis judes ini tidak tahu kenapa dirinya bisa begitu welcome pada Helen yang notabenenya orang baru untuknya. Ini bukan tipe seorang Bebby sekali.
***
Next story...