3. Balap Sepeda

2292 Kata
Dua buah sepeda terparkir di lapangan bola sisi jalan raya. Sudah dari satu jam lalu Bebby dan Virgo bermain sepeda di lapangan itu. Ini salah satu kegiatan mengasyikan yang sering mereka jalani di hari sabtu atau minggu. Bersepeda adalah salah satu hobby Bebby saat ini selain bermain skateboard di taman. Bebby juga kadang bermain di atas papan seluncur itu bersama Virgo saat minggu pagi. Virgo awalnya tidak percaya jika Bebby bisa bermain olah raga satu itu. Tapi setelah melihat kemampuan Bebby, lelaki berkulit putih itu tidak lagi meragukan. Tak hanya bermain sepeda dan bermain skateboard, Bebby juga suka bermain gitar dan olah raga renang. Gadis itu hampir saja menyukai semua jenis olah raga, bahkan Bebby bisa bermain basket secara apik. Tak jarang Bebby sering ikut tim basket putri setiap kali sekolah mengadakan class meeting usai ujian semester atau kenaikan kelas. Beberapa pemuda kompleks satu persatu berdatangan sambil memakai seragam sepak bola. Jika seperti ini, artinya akan ada permainan sepak bola yang akan berlangsung. “Mau menonton atau pulang?” Virgo menolehkan kepalanya mengarah ke Bebby. “Pulang, tapi gue mau balapan.” Bebby memandang remeh pada Virgo sambil berdiri mendahului. “Go! Mau ikut main sepak bola apa tidak?” tanya salah seorang lelaki muda yang juga mengenakan seragam bola. “Aku ape muleh, Mas. Kapan-kapan wae lah aku melu. (Mau pulang, Mas. Kapan-kapan saja aku ikut).” Tanpa berpikir, Virgo menolak tawaran dari pemuda tadi. Tidak ada sahutan, pemuda itu hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum ke arah Virgo dan mulai pemanasan. Virgo dan Bebby sendiri, sekarang sudah mengayuh sepeda mereka perlahan. “Muleh sek, Mas. (Pulang dulu, Mas).” Pamit Virgo sebagai warga bermasyarakat yang sopan dan santun. “Yo... (Ya...)” Sepeda Bebby memasuki gang sempit, jalan keluar dari lapangan menuju gang besar tempat mereka akan balapan nanti. Virgo menyusul dan mereka bersiap satu sama lain untuk memulai pertandingan tak berhadiah yang mereka selenggarakan sendiri. Tatapan sengit saling mereka lemparkan, Bebby memicingkan kedua matanya menatap Virgo. Dirinya tentu tidak mau kalah dari kakak senior yang sudah menjadi temannya. “Hitungan ketiga, mulai.” “Okay.” kepala Virgo mengangguk. “Satu... Dua... Tig! Yak!” Bebby menjerit ketika melihat Virgo sudah lebih dulu mengayuh sepedanya, padahal dirinya belum menyelesaikan hitungan. Tak ingin ketinggalan terlalu jauh, kaki kanan Bebby langsung saja memajukan pedal sepeda dan sekuat tenaga menyusul Virgo. “Beb! Cepetan kejar!” ledek Virgo yang berada di posisi pertama. “Ish... Dia curang.” Bebby menggeram, dia benar-benar kesal karena merasa tertipu oleh Virgo. “Besok-besok kalau balapan lagi, gue enggak mau menghitung. Biar saja dia yang menghitung.” bibir tipis itu masih belum bisa berhenti mengoceh ria. *** "Kejar gue Go, ayo kejar!" Bebby menjulurkan lidahnya mengarah ke Virgo yang terlihat ngos-ngosan mengayuh sepedanya. Akhirnya Bebby bisa menyusul Virgo dan berada di posisi pertama. Gadis itu sangat senang ketika bisa memandu perlombaan mereka. Bebby semakin mempercepat kayuhannya. Tidak mau Virgo yang dia ejek tadi membalapnya. Ini sudah menjadi rutinitas mereka dari dua tahun lalu ketika Bebby masuk ke SMP Agunsa dan Virgo adalah kakak seniornya. Mereka beda satu tahun, tapi mereka dekat sudah seperti seumuran. Entah bagaimana mereka bisa dekat, tapi yang jelas setelah hari di mana Virgo mengajak Bebby kenalan di hari pertama Bebby kost di depan rumahnya itu mereka jadi sering bertemu, bermain dan dekat sebagai teman. Bebby yang datang dari kampung ke kota kelahirannya dan memilih kost di kost-kostan milik orang tua Virgo. Sekitar empat jam waktu tempuh dari kampungnya sampai ke kota menggunakan kendaraan umum. Bukan karena di kampungnya tidak ada sekolahan, tapi karena Bebby ingin masuk sekolah di SMP favorite di kotanya sendiri. Tidak mudah untuk masuk sekolahan bergengsi itu, butuh otak yang cerdas. Tapi itu bukan sekolah bergengsi yang isinya anak-anak kalangan atas saja, tapi sekolah favorite yang real dengan kecerdasan otak. Tidak memandang kasta atau ekonomi keluarga pelajar. Hal itu yang membuat Bebby nekat meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk sekolah di SMP yang letaknya beda kecamatan. Meski kedua orang tua Bebby terbilang kaya, tapi tetap saja gadis itu memiliki sedikit perasaan minder jika dihadapkan dengan anak kota. Sedangkan Virgo adalah penduduk asli kota. Kedua orang tuanya mendirikan kamar kost dan kontrakan lumayan banyak. Banyak sekali kost-kostan yang didirikan oleh Danar, sehingga lelaki paruh baya itu dikenal warga kompleks sebagai Bapak kost terbanyak. Hampir di setiap sudut gang, ada bangunan kost milik Danar. “Awas kalau sampai gue bisa mengalahkan lo, Beb!” teriak Virgo juga tidak mau kalah walau lawannya seorang perempuan. “Coba saja kalau bisa! Paling juga lo yang kalah!” Karena di sekitar gang sekolah jarang ada rumah, jadilah tidak ada warga yang terganggu akan teriakan-teriakan dari mulut keduanya. Di sana juga jarang ada kendaraan roda empat melewati, jadi tak perlu kuatir. “Aish... Dia semakin dekat.” Bebby kembali menggerutu ketika menoleh ke belakang, Virgo sudah semakin dekat dengannya. Tidak mau terbalap, Bebby kembali mempercepat kayuhan sepedanya. Dia selalu kesal apabila kalah bermain dengan Virgo. Brak! "Aw... Lutut gue." tiba-tiba saja Bebby mengalami rem blong dan sepedanya terjatuh. Virgo buru-buru mendekati gadis yang tadi berusaha menghindar darinya. Dia turun dari sepeda kemudian menghampiri Bebby yang terletak di atas jalan bebatuan warna oranye. Cepat-cepat Virgo melihat luka di lutut yang tidak terlalu parah. Tapi tetap saja ada darah mengalir dan pasti rasanya perih. "Lo tidak apa-apa kan, Beb?" Virgo melihat lutut Bebby yang berdarah lalu meniup-niupnya pelan. "Aw... Perih." ringis Bebby ketika jari-jari Virgo menempel di sekitar lututnya yang terluka. Virgo ikut meringis melihat Bebby meringis menahan sakit. Harusnya tadi dia tidak terobsesi ingin mengejar Bebby dan mengalahkan gadis itu, jadi Bebby tidak akan terluka seperti ini. "Tahan ya, lo bisa jalan kan?" Bebby mengangguk, Virgo membantu Bebby bangun. Tapi ternyata Bebby tidak bisa, baru juga akan berdiri malah tubuh mungil Bebby kembali jatuh. Virgo tidak tahu seberapa lemah Bebby, tapi ini hanya luka ringan. “Kaki gue yang sebelah keseleo, Go.” keluhnya. Virgo baru paham, pantas saja Bebby sulit berdiri dan jalan. Kalau kaki keseleo seperti ini memang sakit dipakai jalan. Otak lelaki berwajah lonjong itu seketika mencari cara, bagaimana membawa Bebby pulang sambil membawa dua sepeda. "Lo tunggu sini, biar gue titipkan dulu sepeda ke rumah Budhe Reni." Virgo mengambil sepeda yang dipakai Bebby tadi dan berjalan ke rumah yang ada di paling ujung gang. Bebby hanya mengangguk dan menuruti perintah Virgo. Dirinya masih terduduk di sisi jalan merasakan lututnya yang perih karena lecet. Hanya ada satu rumah di gang itu, rumah siapa lagi kalau bukan rumah kakaknya Sofya yang dipanggil Budhe Reni oleh Virgo. Selang lima menit, Virgo kembali datang tanpa sepeda. Bebby melihat Virgo mengulurkan tangannya pada Bebby. “Sini, gue bantu berdiri lagi.” “Em...” kepala Bebby mengangguk, dia menerima uluran tangan Virgo dan sekuat mungkin berdiri. Bebby akhirnya bisa berdiri dengan satu kaki, dirinya bertumpu pada kaki kanannya yang lecet di bagian lutut. Sedang kaki kirinya, keseleo dan rasanya sangat nyeri. Sekarang setelah selesai membantu Bebby berdiri, Virgo mengambil sepedanya dan mulai menaikinya. "Ayo naik, Beb." ajak Virgo. Dengan tertatih-tatih Bebby berusaha berjalan sekuat tenaga mendekati Virgo yang tidak jauh dari jangkauannya. Bebby mengikuti instruksi Virgo supaya duduk di atas besi sepeda. Lebih tepatnya Bebby duduk di antara kukungan tangan Virgo dan secara menyamping. Virgo mengayuh sepedanya ketika Bebby sudah benar-benar naik. “Harus diurut Beb, biar kakinya tidak bengkak.” “Tidak usah, nanti juga sembuh sendiri.” “Kaki lo keseleo, kalo tidak diurut nanti yang ada malah semakin parah. Mau lo tidak bisa jalan?” Bebby meremas-remas jemarinya sendiri, dia takut diurut di bagian yang keseleo. Membayangkan bagaimana rasa sakitnya saja sudah membuat Bebby semakin meringis ketakutan. *** “Hua...! Virgo, sakit!” teriak Bebby sekencang yang dia bisa. Sofya meringis dan ngilu melihat Bebby kesakitan saat diurut di bagian kakinya. Virgo sport jantung dadakan mendengar teriakan Bebby barusan. “Sakit, Mak!” teriak Bebby lagi. “Bebby tangan gue remuk!” kali ini ganti Virgo yang berteriak ketika merasakan jemarinya diremas sekuat tenaga oleh Bebby. Posisinya sekarang Virgo sedang memegangi kedua tangan Bebby agar tidak terlalu berontak. Tapi nyatanya malah jemarinya menjadi korban kekerasan tanpa sengaja yang dilakukan Bebby. “Mak, apa keseleonya parah?” Sofya memilih bertanya pada tukang urut yang sering dipanggil Mak dukun. “Lumayan parah, sekali lagi ya.” Krek! “Sakit gila anjir! Kaki gue remuk! Ibu!” Bebby berteriak tak karu-karuan. “Jari gue patah, Beb!” Virgo tak kalah kencangnya berteriak saat jemarinya kembali diremas lebih kuat lagi oleh Bebby. “Sudah, Nduk. Gek ndang mari, ojo lali diwei beras kencur ben ora njarem. (Cepat sembuh, jangan lupa dikompres beras kencur biar tidak bengkak).” Mak dukun memberi sedikit petuah pada Bebby. Gadis berusia empat belas tahun itu sudah menangis merasakan kakinya yang baru saja diurut habis-habisan oleh Mak dukun. Rasanya benar-benar seperti akan patah saja, semoga kakinya tidak bengkak besok. “Mak, coba cek jariku ada yang patah atau tidak?” Mak dukun malah tertawa melihat Virgo rela kesakitan saat memegangi Bebby. Padahal kalau Virgo pintar, dirinya bisa mengikat saja kedua tangan Bebby agar tidak berontak berlebihan. “Sudah, Mak balik sek yo. (Pulang dulu ya).” Mak dukun langsung pamit pulang usai upahnya diberikan oleh Sofya. Virgo meringis merasakan jemarinya yang terasa begitu nyeri. Beberapa kali Virgo juga mendesis, kenapa Bebby bisa sekuat itu saat merasakan kesakitan di daerah tubuhnya. “Wong loro, neng tenogone koyok wong waras wae. (Orang sakit, tapi tenaganya kayak orang sehat).” cibir Virgo sembari memicingkan sebelah matanya melirik Bebby. Bebby tidak menghiraukan Virgo, gadis itu berusaha menghentikan tangisnya karena rasa sakit yang dia hadapi tadi. “Sudah, orang lagi sakit masih saja diomeli kamu itu.” Sofya melerai, dia mendekati Bebby dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Melihat Sofya begitu perhatian pada Bebby, membuat Virgo tidak habis pikir. Berulang kali Virgo mempertanyakan hal ini di dalam hati, tapi sepertinya sudah tidak bisa dirahasiakan lagi. “Anak Mama itu aku atau Bebby?” Sofya terkekeh mendengar pertanyaan putra keduanya, tentu saja Sofya tahu kalau Virgo sedang cemburu melihat Bebby lebih dia perhatikan ketimbang memperhatikan Virgo. “ Ya jelas kamu anak kandung, Mama.” Sofya berbicara dengan suara yang tercampur oleh kekehannya. Virgo menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan pula. “Tapi kenapa di sini, aku yang merasa sebagai anak angkat atau anak tiri? Ish... Mama pilih kasih.” Sofya terbahak mendengar putranya itu benar-benar cemburu kepada Bebby yang lebih diperhatikan ketimbang Virgo. Tangisan Bebby sudah berhenti, gadis kecil itu hanya bisa melihat raut wajah Virgo dan Sofya secara bergantian. “Mama mau bikin beras kencur dulu, Go.” Sofya berdiri dan berniat masuk ke dalam rumahnya lagi. “Mau bikin jamu, Ma?” “Ora, ape gawe bobokan kanggo sikile Bebby kui loh ben ra bengkak. (Enggak, mau numbuk beras kencur buat kakinya Bebby biar tidak bengkak).” sahutnya dengan bahasa Jawa yang jelas-jelas fasih. Antara Bebby dan Virgo melihat saja kepergian Sofya dari kamar kost Bebby. Virgo sendiri masih menemani Bebby. Tak lama, wajah lonjong lelaki berkulit putih itu mengeluarkan sebuah senyuman yang membuat Bebby kebingungan. “Kenapa lo ketawa begitu? Merasa lucu?” kesalnya karena tidak terima ditertawakan oleh Virgo. “Hahaha... Ternyata cewek yang selama ini galak dan judes pun bisa menangis saat keseleo.” kekeh Virgo seolah ingin terus meledek Bebby. Gadis cantik nan judes itu menghapus sisa-sisa air matanya menggunakan tangan. Dia kesal dan dongkol kalau diejek begini, meski itu oleh Virgo. “Gue juga manusia kali, punya rasa sakit.” dengusnya. Virgo masih saja terkekeh, dia merangkak dan menghidupkan televisi yang memang disediakan. Semoga dengan televisi, tidak terlalu sepi di antara mereka. “Go...” panggil Bebby lirih. “Em...” Virgo tidak memedulikan Bebby lagi, dia lebih memilih menonton acara televisi yang padahal bagi Virgo acaranya tidak terlalu bagus. “Gue ingin minum.” ujarnya sembari sedikit merengek. “Lo ambil sendiri saja.” Virgo sama sekali tidak menoleh ke arah Bebby, pandangannya terus melihat artis Indonesia yang memiliki paras cantik. Siapa yang tidak tahu Dinda Kirana, artis muda asal Tasikmalaya tersebut. “Kaki gue sakit, Go.” “Ish... Untung lo cantik Beb, jadi orang.” dengusnya sembari berdiri dan mengambilkan air minum untuk Bebby. “Apa hubungannya coba, bilang saja lo memang mau memuji gue kan.” tangan cantik Bebby terulur mengambil gelas pemberian Virgo. Suara sendal bergesekan dengan tanah terdengar mendekati kamar kost Bebby. Tidak salah lagi, dia adalah Sofya yang membawa sepiring kecil berisi ramuan kencur yang ditumbuk dengan beras. Orang Jawa meyakini jika ramuan itu bisa dijadikan obat agar luka tidak semakin bengkak dan bisa mengempeskan luka memar agar tidak terlalu kencang. “Besok biar Ibu belikan jamu beras kencur, sekarang dikompresin dulu ke kaki yang keseleonya.” Sofya duduk di depan Bebby kemudian mengolesi luka keseleo Bebby dengan beras kencur buatannya. “Terima kasih ya, Bu.” Bebby merasa begitu beruntung memiliki ibu kost yang begitu baik dan perhatian padanya. “Iyo wes, ndang istirahat kono. (Iya, istirahat sana).” Virgo membantu Bebby berdiri sampai berbaring di atas kasur busanya. Bahkan Virgo juga membenahi bantalnya agar Bebby lebih nyaman lagi saat berbaring. “Kamu temani Bebby di sini, Go.” titah Sofya. “Tidur sama Bebby di sini begitu, Ma?” “Ngawur... Yo ora, maksute kui kancani sek. Ko nek kiro-kiro Bebby wes pe turu yo koe muleh. Mesakke Bebby nek butoh opo-opo ra enek seng sing di kongkon. (Sembarangan... Ya enggak, maksudnya temenin dulu. Nanti kalau kira-kira Bebby sudah mau tidur, kamu pulang. Kasihan Bebby kalau butuh apa-apa enggak ada yang bisa disuruh).” “Iyo... (Iya).” hanya itu jawaban Virgo. Lelaki itu melihat Sofya pergi meninggalkan mereka berdua. Bebby hanya terkekeh melihat reaksi Virgo yang mendumel tak karuan. “Lo pakai pelet apa sih, sampai Mama sayang banget sama lo.” dengusnya sembari mengambil satu bantal dan ikut berbaring. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN