Karakter yang sama, menyebalkan!

2137 Kata
Setelah menemukan pakaian yang cocok, Kiara langsung mencobanya di ruang ganti. Diantara sepuluh pakaian yang dia pilih dari toko tersebut, Kiara memilih celana putih dan tank top putih. Tampilan yang membuatnya terlihat santai. Sedangkan sembilan set pakaian lain akan dibungkus. Butuh waktu lama untuk Kiara berada di ruang ganti. Sehingga ibunya Reval memilih untuk menunggu di area depan, sambil menggoda anjing kecil milik penjaga toko. "Kak, rupanya kamu sedang belanja!" Ibunya Reval mengenali suara itu dan melihat dua orang baru saja masuk toko. Dua orang tersebut adalah kerabat dekatnya dari mendiang suaminya. "Bibi pasti punya uang banyak. Vina boleh dong traktir belanja!" tanyanya dengan mata berbinar. Ibunya Reval sangat menyukai keponakannya, apalagi melihat wajah cantiknya yang tersenyum manja padanya. Dia kesulitan menolak permintaannya. "Kalau begitu pilihlah satu. Bibi akan membelikannya!" Ibu dan anak itu langsung menunjukkan kebahagiaan, bahkan sikapnya lebih ramah lagi. Lini senang kakak iparnya menuruti permintaan putrinya. Satu hal yang tidak disangka oleh ibunya reval, bahwa keponakannya akan memilih dua pakaian yang agak mahal di toko tersebut. Meskipun bukan jumlah besar, tapi satu juta dua ratus delapan puluh ribu untuk dua stel pakaian cukup banyak. Meskipun cukup mahal, tapi dia masih mengeluarkan uang untuk membayar baju pilihan Vina. "Jarang sekali kakak akan membelikan Vina baju. Gadis ini pasti sangat senang. Dia berniat memakai baju itu untuk bertemu temannya malam ini!" Lini sebenarnya ingin mengambil satu baju juga untuk dirinya sendiri, tapi melihat wajah kakak iparnya yang sedikit enggan, dia tidak bermaksud melanjutkan. "Bibi Arum, terimakasih. Lihat, ini cocok dengan perhiasan yang aku pakai! Ibuku baru membelikannya!" Vina menunjukkan kalung yang dibelikan ibunya. Arum tersenyum lega, dia menepuk rambut keponakannya. "Bagus, ini sangat cantik!" Arum tidak lagi merasa enggan untuk uang yang baru saja dia keluarkan. Dia pikir sepadan dengan kebahagiaan Vina. "Tapi aku belum menemukan sepatu yang cocok. Bibi ayo belikan Arum sepatu. Kita juga sudah lama tidak jalan-jalan dan belanja bersama, ya kan ma?" Vina mengambil kartu debit yang baru diserahkan staf toko dan memberikannya pada bibinya. Lini mengangguk. Dia juga mengajak kakak iparnya untuk berkeliling. "Iya kak. Ayo kita jalan-jalan sebentar! Kebetulan aku sedang libur, jadi hari ini cukup bebas!" Kiara sudah melihat dan mendengar percakapan ketiga wanita di depan kasir, dia membawa baju yang akan dibelinya, menyerahkan pada staf. Sambil melihat pada dua orang wanita yang sedang berbicara pada ibunya Reval. "Sudah, nak?" Arum tidak tahu kalau Kiara sudah keluar dari ruang ganti, karena tadi posisinya membelakangi ruang ganti. "Sudah!" Kiara mengangguk, dia juga membiarkan staf untuk membantunya menghitung jumlah belanjaannya. Jadi posisinya tidak menghadap langsung pada ibunya Reval. Vina melihat wanita cantik yang baru saja diajak bicara oleh bibinya. Wajahnya asing, tubuhnya tinggi dan penuh gaya. Dia tertarik dengan cara wanita itu berpakaian. Sangat berkelas. Baju yang dipakainya adalah salah satu baju yang dipajang di toko ini, tapi kenapa terlihat sangat bagus saat dipakainya? "Itu siapa bibi?" Vina berbisik di telinga bibinya. Arum memperkenalkan Kiara pada Vina dan Lini. "Kiara, ini temennya Reval!" Kiara tersenyum tipis saat ibunya Reval menyebutkan namanya. Dia membayar belanjaannya dan menyimpan kembali kartu miliknya. "Kakak bukan orang sini, ya?" Vina melihat kulit putih Kiara dan menurutnya jarang untuk melihat kulit sepucat itu di Bali. Kiara mengangguk tanpa berniat untuk menjelaskan asalnya. Dia kemudian mengajak ibunya Reval keluar dari toko tersebut. Seperti yang dia dengar tadi, dua orang itu juga langsung mengikuti mereka. Berjalan di sekitar pasar sampai kaki mereka mulai merasa lelah, kemudian keluar pasar tanpa membawa apapun. Tapi Vina membawa cukup banyak belanjaan. "Sudah ya, mama udah gak punya uang lagi!" Lini menegur putrinya, dia tahu putrinya masih ingin membeli beberapa hal. Vina mengangguk puas, karena jarang sekali memiliki kesempatan berbelanja seperti itu. Dimana hampir semua keinginannya terpenuhi. Mama dan bibinya membayar semua belanjaan untuknya. Kiara sebagai orang asing diantara mereka tidak banyak bicara. Dia hanya menikmati untuk melihat-lihat sekeliling. "Ibu, aku lapar!" Kiara bicara pada ibunya Reval sambil menyentuh perutnya. Dia pikir mereka akan beli makanan di pasar, tapi ternyata tidak ada penjual makanan. Pasar ini hanya menjual kerajinan dan pakaian. "Oh, ibu lupa kita tadi belum makan apapun selain roti sejak pagi. Ayo!" "Ayo, Ma. Aku juga lapar!" Vina menggandeng tangan mamanya, sedangkan tangan lainnya memegang belanjaan. Kiara mengikuti mereka ke sebuah rumah makan yang cukup ramai. Terlihat banyak pengunjung kebanyakan adalah warga lokal. Mereka berbicara bahasa Bali, sehingga dia tidak mengerti. "Kak Kiara pesan apa?" Vina membuka buku menu, menunjukkannya pada Kiara. "Apa manu yang enak disini?" Kiara melihat-lihat daftar menu, menurutnya semuanya bisa dimakan dan diterima. Ibunya Reval membuka buku menu dan menunjukkan menu favorit di rumah makan itu pada Kiara. "kamu bisa pesan ini!" "Oke pesan itu saja!" Kiara memilih menu yang ditunjukkan ibunya Reval. "Kakak ipar selalu punya selera yang bagus. Kita semua pesan itu saja!" Lini malas melihat daftar menunya, dia sibuk dengan ponselnya. Vina juga menurut, dia tidak punya pilihan lainnya dan setuju dengan bibinya. Mereka makan dengan cepat. Tapi setelah itu tidak langsung pulang, masih asik mengobrolkan hal-hal. Hanya Kiara yang masih diam sejak awal. "Berhentilah melihat hp-mu. Bibimu tanya tentang sekolahmu!" Lini menegur putrinya. "Aku lagi liat siaran live Aero. Mama aja yang jawab pertanyaan bibi!" Vina sedang membaca komentar dari fans Aero dan dia tidak mau kalah dengan mereka. Mengirimkan banyak dukungan, berharap salah satu komentarnya akan cukup beruntung untuk dibaca oleh Aero. Kiara memandang gadis kecil bermulut manis di depannya. Dia pikir Aero dari mulut Vina adalah Aero yang sama. Apakah anak itu penggemar Aero?Dia menyembunyikan senyum, dia bertemu dengan salah satu penggemar Aero. "Anak ini!" Lini memarahi Vina, dia meminta maaf pada kakak iparnya. "Sekolah Vina adalah sekolah yang bagus. Jadi aku harus bekerja keras untuk membayar banyak uang. Tapi anak ini terus bermain-main, membuat kesal!" Arum tersenyum mendengar keluhan adik iparnya. Dia mengerti keluhannya memang masuk akal. Tapi dari wajah Lini, dia bisa melihat kalau adik iparnya itu sebenarnya sangat bangga dengan Vina. Meskipun Vina agak nakal dan suka bermain-main, tapi nilainya selalu bagus. Itulah kenapa sangat sulit untuk orang dewasa memarahinya. "Anak-anak memang suka bermain. Kamu harus sabar!" "Iya, tabunganku habis untuk sekolah gadis ini. Sekarang aku juga harus menyisihkan uang pernikahan untuk Dika. Sangat sulit bagi keluarga kami bertahan dalam tekanan. Jika kakak ipar berkenan, tolong bantu kami mengenai pernikahan Dika!" Lini tidak malu untuk meminta bantuan kakak iparnya, bahkan ada arogansi dalam nada bicaranya. Arum sedikit malu mendengar keteruterangan adik iparnya. "Aku akan berusaha semampuku. Nanti kita bahas lagi kalau tanggal pernikahannya sudah ditentukan!" Lini mencibir mendengar kakak iparnya sengaja menunda untuk membicarakan pernikahan Dika. "Ya, bagaimanapun Dika juga keponakan kakak ipar, juga cucu kandung ayah. Karena ayah dan ibu sudah meninggal, dan kakak laki-lakiku juga tidak ada lagi, aku hanya bisa meminta tolong pada kak Arum!" Arum mengangguk mengerti, adiknya selalu menekankan hal-hal dengan jelas. Dia tidak tersinggung dengan keteruterangannya. Kiara merasa wanita itu agak keterlaluan saat berbicara dengan ibunya Reval. Seolah-olah ibunya Reval harus menebus sesuatu bagi keluarganya. Dia tidak ingin memiliki berpendapat apapun, karena sebenarnya keluarganya sendiri juga tidak harmonis. Terlalu kurang kerjaan untuk ikut campur urusan keluarga orang. "Ayo kembali. Kamu main hp terus. Ibu masih harus menyiapkan makan siang di rumah!" Lini memarahi putrinya lagi, bangkit dari duduknya sambil membantu barang belanjaan putrinya. Kiara menyaksikan dua orang paling berisik akhirnya pergi, dan merasa lega. Melihat bekas piring di atas meja, dia menghela napasnya. "Ayo bu, aku yang akan bayar!" "Tidak! Kenapa kamu yang bayarin. Dua kerabatku ikut makan bersama kami. Juga kamu adalah penyewa di rumahku. Jangan membuatku malu!" Ibunya Reval buru-buru mengeluarkan dompetnya. Kiara sedikit tidak puas, pasangan ibu dan anak itu pergi setelah makan, tanpa memikirkan cara membayar. Sehingga ibunya Reval yang pada akhirnya harus mengeluarkan uang lagi. Di kasir, ibunya Reval akan memberikan kartu miliknya. Tapi Kiara sudah lebih dulu mengulurkan kartu miliknya. Sebelum ibunya Reval sempat protes, Kiara menyela lebih dulu. "Nanti tolong masakan makanan yang enak untuk makan malam!" Ibunya Reval masih tidak akan setuju, tapi tidak bisa melawan gadis muda yang sudah bertekad. Dia pun diam-diam menyetujui dalam hatinya, kalau nanti malam akan memasak menu makanan yang enak. Keduanya meninggal rumah makan dan memesan taksi untuk pulang. Di perjalanan pulang, Kiara hampir tertidur karena kelelahan. Untung saja ibunya Reval tidak lagi memaksanya untuk jalan kaki. "Gadis muda tadi menghabiskan uang dengan mudah. Aku jadi ingat seseorang dengan karakter yang sama di Jakarta!" Tiba-tiba saja Kiara mengingat tentang Asyla. Kalau dipikir-pikir, Asyla juga seperti Vina. Suka meminta uang untuk berbelanja. Bedanya belanjaan Asyla menghabiskan uang jutaan. Karena hanya ada satu adik di rumah, dia tidak pernah menolak permintaannya. Setelah melihat Vina barusan, dia jadi merasa kesal. Anak manja seperti Asyla dan Vina sebenarnya berkulit tebal, bahkan agak memalukan. Padahal dulu dia merasa biasa saja, tapi sekarang dia merasa itu kurang baik. "Anak itu adalah kesayangan semua orang di keluarga. Karena dia yang termuda. Untung saja ibu dan ayahnya semua bekerja, dan kakaknya juga punya usaha sendiri, sehingga mereka tidak kesulitan dengan kenakalannya!" Arum menjawab dengan tidak berdaya. Kiara mendengarkan, dia tidak tahu seperti apa kondisi keluarga itu, tapi seharusnya tidak terlalu kaya. Karena orang kaya tidak akan seperti itu. "Yah, orang di keluarga kadang tanpa sadar setuju dengan sikapnya, sehingga tanpa sengaja orang dewasa di rumah juga ikut bertanggungjawab atas pembentukan karakternya!" Kiara agak miris saat membayangkan dirinya juga memiliki kesalahan, kenapa Asyla memiliki karakter seperti itu. Dia biasanya selalu mengiyakan keinginannya. Mamanya akan selalu membela Asyla di belakang dan ayahnya yang tidak pernah terlalu mempermasalahkan hal-hal kecil. Jadilah Asyla yang sekarang. Arum tersenyum malu dan bersalah mendengar ucapan Kiara. "Kami memang kadang agak memanjakannya!" Kiara langsung sadar mendengar ungkapan ibunya Reval. "Tidak, bukan begitu maksudku. Komentarku tadi untuk orang yang kukenal, dia di Jakarta!" Keduanya jadi merasa canggung. Kiara tidak bisa mengontrol emosinya, tidak seharusnya dia mengatakan hal seperti itu pada ibunya Reval. "Tadi aku membelikannya baju dan sepatu dan barang-barang kecil, karena hari ini ulangtahunnya. Mamanya juga membelikannya kalung, jadi tidak apa-apa untuk sedikit membelanjakan uang dan menuruti keinginannya. Dia sebenarnya anak yang cukup baik!" Arum mencoba menjelaskan agar Kiara tidak salah paham dengan keponakan dan adik iparnya. Meskipun Kiara orang luar, tapi sekarang mereka mungkin akan sering bertemu, karena Kiara menyewa kamar di rumahnya. Kiara mengusap pelipisnya. Tersenyum malu mendengar ibunya Reval mencoba menjelaskan hal-hal di pasar tadi. "Tapi kenapa mamanya Vina membeli perhiasan imitasi?" Kiara dapat melihat sekilas, kalau kalung yang dipakai Vina palsu. Dia tidak tahu kalau itu adalah hadiah ulang tahun. Kenapa seorang ibu membeli kalung palsu untuk hadiah putrinya? "Hah? Apakah kamu salah melihat? Kalung itu seharga dua juta setengah. Mana mungkin palsu!" Meskipun kalungnya agak sederhana, tapi bagus. Jadi dia menyangkal ucapan Kiara. Kiara mengerutkan keningnya. Kalung dari merk itu harusnya lebih dari lima juta rupiah. Jadi jelas kalung Vina palsu. Apakah orang-orang mudah sekali dibodohi? "Aku seorang pembuat perhiasan. Perusahaan kami memiliki design yang dibuat sendiri. Jadi kadang aku juga memerhatikan perhiasan dari merk lainnya, untuk membandingkan kualitas kami. Aku cukup yakin itu palsu!" Kiara tidak mengubah pendapatnya, meskipun nantinya ibunya Reval tetap tidak mempercayainya. Itu terserah, yang penting dia telah mengatakan yang sebenarnya. Arum langsung terdiam. Dia tidak tahu bagaimana merespon. Karena seharusnya adik ipar dan keponakannya tidak mungkin sengaja membohonginya, jadi kemungkinan Lini tidak tahu kalung itu palsu. Mereka tidak melanjutkan membahas tentang Vina. Bahkan ibunya Reval agak banyak diam setelah itu. Saat malam hari, Kiara bertemu dengan Reval di dapur. Seperti janji ibunya Reval, mereka membuat makanan enak malam ini. "Tunggulah sebentar. Ibu akan selesai sebentar lagi. Kamu mau makan kue dulu?" Reval duduk di sebelah Kiara, sambil mengelap sendok yang baru dicucinya. "Enggak, aku mau langsung makan aja!" Kiara sudah lapar, tapi dia tidak ingin makan kue. Reval tidak memaksa. Dia melihat pakaian Kiara, kemudian tersenyum. Kiara lebih cantik dengan gaya berpakaiannya sendiri. Baju yang dia belikan kemarin memang tidak cocok untuk Kiara. "Bagaimana belanjanya tadi?" "Cukup seru!" Kiara menjawab dengan tidak antusias. Terlihat kalau ungkapannya bohong. "Besok aku akan mengantarmu membeli mobil!" Reval tahu Kiara tidak akan menikmati berkeliling dengan orang tua. Membeli mobil akan membuat Kiara lebih leluasa pergi sendirian. "Oke! Kamu sudah mengatakannya. Jangan ingkar!" Kiara bisa saja pergi membeli mobil sendiri. Tapi dengan pergi bersama polisi, pasti prosesnya akan lebih lancar. Reval mengangguk. Dia belum bisa menemukan pencuri kopernya Kiara, untungnya Kiara tidak terburu-buru menanyakan perkembangan kasusnya. "Tadi kami bertemu dengan sepupu dan bibimu!" "Bibiku? Dia biasanya sangat sibuk dan tidak akan suka untuk menyapa!" Kiara melihat ke dapur, berbicara dengan suara lirih agar tidak didengar oleh ibunya Reval. "Ibumu mengeluarkan banyak uang untuk sepupumu!" Reval mengernyitkan dahinya, karena ibunya tidak bercerita apa-apa tentang sepupu dan bibinya. "Berapa banyak?" Kiara mengangkat tiga jarinya. "Aku hanya memberitahumu dengan santai! Anggap saja aku tidak mengatakan apapun!" "Kamu sangat baik!" Reval tertawa. Dia sebenarnya tahu kalau bibinya selalu menggertak ibunya, karena ibunya memiliki rasa bersalah di hatinya, jadi menganggap hal-hal seperti itu bukan masalah besar. "Awasi bibiku jika kamu melihatnya menemui ibuku lagi!" "Oke! Ada hadiahnya kan?" "Ya, hadiah kecil!" Reval menanggapi dengan santai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN