DEVON 14 - Genderang perang

1001 Kata
Brakk.... Suara pintu yang terbuka dengan kasar mengagetkan Devon dari keseriusan nya meneliti beberapa berkas. Lelaki tampan itu mendongak, menatap nyalang pada lelaki berumur yang sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Devi menyembul di balik tubuh Darco. "Pak Devon, Mohon maaf. Saya sudah melarang Pak Darco untuk masuk. Tapi... Pak Darco memaksa." Devon mengibaskan tangan nya pada Devi, memberi isyarat pada sekretarisnya agar keluar dari ruangan nya. Devi mengangguk lalu keluar dan menutup kembali pintu ruang kerja Devon. Darco menoleh ke belakang memerhatikan Devi. Setelahnya kembali ia menatap tajam Devon. "Duduklah, Pa!" pinta Devon pada Darco. Lelaki tua itu pun duduk di hadapan Devon masih dengan wajah mengeras menahan amarah. "Apa yang membuat papa datang menemuiku?" "Kau masih bertanya untuk apa aku datang menemuimu?" Devon menghela nafas. Jika dilihat dai raut wajah papanya, jelas terlihat jika papanya sedang menahan emosi. Apalagi jika bukan karena Devi. Devon sangat tahu, jika menyangkut urusan pribadi pasti Darco akan menemuinya. " Apa... Karena rencana pernikahanku dengan Devi yang membuat papa merelakan waktu papa untuk menemuimu," tebak Devon begitu saja. "Tepat sekali." Darco mencondongkan tubuhnya kedepan lalu kembali berkata, "Kau yakin akan menikahi Devi?" tanya Darco dengan penuh penekanan. "Ya. Kenapa tidak. Aku sangat yakin dengan rencanaku menikahinya." Jawab Devon mantap. Darco mendesis, "Cih, apa sebenarnya yang sedang kau rencanakan anak muda?" Devon terkekeh. "Apa maksud papa? Rencana? Rencana apa?" "Kau jangan membodohiku. Kau pikir aku tak tahu dengan semua yang telah kau rencanakan!" "Jika anda sudah tahu, buat apa masih dipertanyakan?" "Dengar, Dev! Sekalipun kau akan menikahi Devi, jangan harap aku akan menyerahkan Devi begitu saja kepadamu." Lagi-lagi Devon terkekeh, menantang sang papa dengan berani. "Papa... daripada papa sibuk-sibuk mengurus hidupku lebih baik papa urusi saja mamaku. Dia lebih berhak mendapatkan kebahagiaan." Kali ini giliran Darco yang tertawa lantang. "Semakin yakin jika kau berencana memisahkanku dari Devi. Devon... Devon... Lihat saja. Aku pasti akan menggagalkan rencana pernikahanmu. Karena aku tidak akan rela menyerahkan Devi kepadamu. Dan satu hal lagi. Jangan terlalu banyak berharap jika aku akan memberikan kebahagiaan pada mamamu. Ingat itu baik - baik anak nakal! " Setelah mengatakan itu, Darco bangkit dari duduk nya lalu dengan angkuhnya berjalan menuju pintu keluar dari ruangan Devon. Wajah Devon mengeras, dadanya bergemuruh ingin sekali emosi nya meledak-ledak. 'Sial.....!' umpatnya. Lelaki tua yang marga nya ia sandang, selalu berhasil membuatnya emosi dan memicu kemarahan nya. Devon sendiri tak tahu, sejak kapan ia dan Darco tidak akur seperti ini. Tapi yang jelas, seingatngnya, Darco sudah membenci nya sejak ia masih sangat kecil. Apa penyebabnya, Devon pun tidak tahu. Pernah ia bertanya pada sang mama, kenapa papa seolah membenci dirinya. Tapi dengan lugas mama menjawab, bahwa mungkin saja karena Papa capek bekerja. Sehingga sering marah-marah dan Diana selalu meminta pada Devon agar tak selalu memicu kemarahan sang papa. Akan tetapi semakin Devon beranjak dewasa, kelakuan sang papa bukan nya mereda. Melainkan semakin meraja lela. Membuat Devon semakin lama semakin membenci sang papa. Tak hanya membenci sikap dan perilaku papanya. Akan tetapi dendamnya pada sang papa yang sering menyakiti mamanya, membuat Devon tak akan lagi memberi hati untuk Darco. Dan dengan semangat meenggebu, Devon berusaha keras meraih kesuksesan nya tanpa bantuan atau campur tangan sang papa. Semua berkat bantuan kakek yang tak lain adalah papa dari mamanya. Saya g sekali, kakeknya harus meninggalkan Devon di saat Devon masih kuliah di luar negeri. Devon meraup wajahnya frustrasi. Berpikir, sampai kapan permusuhannya dengan Darco akan berakhir. Jujur, Devon sudah capek. Rasanya tak sanggup lagi menghadapi papanya. Andai saja mamanya mau dia ajak pergi menjauh dari Darco, pasti sudah Devon lakukan sejak dulu. Hanya saja, Mama Diana yang beehitu mencintai Darco, selalu membela Darco apapun yang Darco lakukan. Sekalipun Darco haanyaa bisa menyakiti sang mama, nyatanya Diana masih tetap saja mampu bertahaan disisi Darco. Dan karena Diana juga hingga Devon juga masih sanggup bertahan hidup di sekitar Darco. Hidup enuh dendam dan ingin menjatuhkan, selalu saja ada di dalam diri Devon. Ketukan di pintu ruang kerja nya, lagi - lagi membuat Devon mendongak. Sekali lagi ia meraup wajahnya lalu meminta masuk siapa saja yang berada di luar ruangan nya. "Selamat siang, Pak." Sapa Devi kala wanita itu masuk ke dalam ruang kerja atasnya nya. "Ada apa?" tanya Devon ketus masih dengan memijit pelipisnya. "Apa Bapak baik-baik saja." tanya Devi khawatir. "Aku tidak kenapa - kenapa. Memangnya ada apa?" "Eum... Pak Devon. Bolehkah saya meminta ijin pada Bapak." Devon mengernyit, menautkan kedua alisnya sambil menatap Devi. "Memangnya kau mau izin kemana?" tanya Devon menelisik. Membuat Devi salah tingkah dibuatnya.  "Bolehkah saya izin untuk makan siang di luar." tanya Devi takut-takut. Lagi - lagi Devon menatap Devi tajam. "Makan diluar? Huh... Tumben kau izin padaku jika mau makan keluar." sindir Devon. Karena sejak kapan Devi harus meminta izin padanya jika akan pergi ke luar saat jam istirahat. Itu haak Devi sebagai karyawan. Asalakan saat jam istirahatnya usai, Devi sudah harus kembali ke kantor. " Karena yang mengajak saya makan keluar adalah.... Om Darco." "Apa?!" Devi meringis mendapati ketetkejutan Devon. "Aku tidak akan mengijinkanmu keluar berasama Pria tua sialan itu." Deci sudah menduganya. Pasti Devon tak akan mengijinkan nya pergi bersama Darco. Oleh sebab itulah kenapa Devi meminta ijin pada Devon sewaktu Darco tadi mengajaknya keluar makan siang. "Tapi Pak...." "Tidak ada tapi-Tapian. Kita akan makan siang keluar berdua. Katakan pada papa. Jika kalian sudah tak ada hubungan apa-apa. Karena aku tidak suka melihatmu masih saja bersamanya. Ingat, Dev! Kita akan menikah. Dan kau.... Jangan lahi berhubungan dengan pria itu. Kau harus ingat akan janjiku padamu. Semua yaang Darco berikan padamu, aku yang akan menggantikan nya. Kau paham! " Devi mengangguk." Baiklah, jika seperti itu saya keluar dulu. " pamit Devi lalu keluar dari ruangan Devon. Lagi-lagi Devon mengumpat sekeras mungkin meski tak ada seorang pun yang mendengar. Beraninya Darco sialan itu mengajak Devi pergi makan siang keluar. Keterlaluan sekali pria itu karena tak mempedulikan keberadaan dirinya. Susah tahu jika Devi akan meenikah dngan nya. Tapi lelaki itu dengan kurang ajarnya masih saja menggoda Devi. Devon bersumpah, dia akan menghancurkan Darco bagaimanapun caranya. Sebelum Darco yang akan menghancurkan dirinya. Menurut Devon, Darco sudah mengibarkan bendera perang kepadanya. Dan Devon tak akan merasa takut sedikitpun dalam menghadapi manusia seperti Darco.  Semua akan Devon lakukan demi sang mama. Demi kebahagiaan Mama yang sangat ia cinta. Dan Devon tak akan membiarkan siapapun menyakiti hati wanita yang telah berjuang melahirkan dia ke dunia. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN