Devi tak menyangka jika wanita yang ia tahu bernama Diana yang tak lain adalah mamanya Devon dan juga istri dari Darco, adalah wanita yang baik. Sangat baik malah. Diana menerima kehadiran nya dengan penuh suka cita. Rasa penyesalan menyeruak begitu saja di hati Devi membuat dia merasa menjadi wanita terjahat di dunia karena selama ini dengan tega menyakiti hati Diana.
Beruntungnya makan malam mereka tadi tak dihadiri oleh Darco. Seandainya Devi bertemu Darco dan Diana, entah apa yang akan terjadi selanjutnya .
Di perjalanan pulang kali ini , Devi lebih banyak terdiam. Tak seperti saat berangkat tadi dimana Devi yang gugup luar biasa. Dan saat ini hanya perasaan kecewa pada dirinya sendiri yang menghantui hidupnya. Devi yakin jika keputusan nya menerima tawaran Devon merupakan keputusan yang terbaik. Dia tak akan lagi menyakiti hati Diana dengan terus berhubungan dengan Darco.
Mulai hari ini Devi akan meninggalkan Darco. Biarkan saja jika Devi tak lagi mendapatkan kucuran dana dari Darco, toh sekarang sudah ada Devon yang menggantikan posisi Darco. Uang Devon juga pasti sebanyak Darco. Dan Devi tak perlu khawatir jika kucuran dana dari Devon tak selancar Darco.
Huft .. kenapa hanya uang dan uang saja yang Devi pikirkan . Andai dia seperti wanita lain yang mengejar kebahagiaan diatas segalanya daripada hanya mengejar uang, mungkin saja hidup Devi akan jauh lebih sempurna.
Tapi kenyataan nya Devi tak munafik jika dia lebih membutuhkan uang daripada segalanya . Uang yang bisa membuatnya bisa menebus kembali kebahagiaan keluarganya .
"Dev ... ! "
Devi tersentak dengan panggilan Devon, lalu perempuan itu menoleh mendapti Devon yang memperhatikan nya dengan sesekali melihat jalanan yang mereka lalui. Devon sedang mengemudikan mobilnya, dalam perjalanan pulang mengantar Devi menuju dimana Devi tinggal saat ini.
" Ya, Pak. "
"Dimana alamat tempat tinggalmu ?" tanya Devon karena memang saat berangkat tadi mereka langsung dari kantor . Dan Devon tak tahu juga dimana Devi tinggal.
Dengan gamblang Devi menyebutkan dimana alamat tempat tinggalmya. Sebuah rumah kontrakan yang terletak di daerah pinggiran. Rumah yang sudah Devi tempati sekitar satu tahun ini. Sebenarnya, selama kurun waktu beberapa tahun ini, Devi telah berganti tempat tinggal lebih dari lima kali.
Itu semua karena Devi selalu tidak cocok dengan lingkungan tempat tinggalnya. Seharusnya, jika Devi tidak ingin terusik dengan hinaan dan cercaan serta omongan tetangga, wanita itu bisa saja tinggal di perumahan elit dimana para warganya yang tidak pernah peduli dengan tetangga sekitar.
Nyatanya, Devi tetap saja memilih dan mencari kontrakan di daerah pinggiran atau perkampungan. Itu semua Devi lakukan sebagai langkahnya dalam berhemat uang. Devi bukan tidak memiliki uang. Akan tetapi uang yang Devi miliki dari hasil menjerat para lelaki, lebih banyak ia pergunakan sebagai biaya perawatan mamanya. Jika ada sisa, Devi memilih menabungnya.
Impian Devi adalah memiliki rumah sendiri dan tak lagi mengontrak kesana kemari. Terlebih jika ia mampu membeli kembali rumahnya yang sempat terjual oleh papanya. Pasti mamanya akan semakin cepat mendapatkan kesembuhan nya.
Huft.... Memikirkan semuanya membuat Devi semakin lelah menjalani hidup ini.
Helaan nafas yang terlontar dari mulut Devi menarik perhatian Devon. Bahkan lelaki itu sampai menoleh ke samping, menatap Devi yang sedang berdiam diri dengan pikiran kosong. Entah apa yang sedang wanita itu pikirkan. Devon tak mau ikut campur.
Hingga perjalanan yang mereka lalui memakan waktu lebih kurang satu jam, mobil mewah Devon berhenti tepat di depan pagar sebuah rumah kecil bernuansa minimalis.
"Apa ini rumahmu?" tanya Devon sembari matanya menatap dan mengawasi rumah itu.
"Iya. Ini adalah rumah kontrakan saya."
Devon kaget lalu mengalihkan tatapan dari rumah kepada Devi. Devon pikir ini adalah rumah Devi yang mungkin saja dibelikan oleh Darco.
"Rumah kontrakan?" tanya Devon.
"Iya. Ini rumah yang saya kontrak selama satu tahun ini." mata Devi menyipit menatap wajah Devon yang seolah terkejut mendapati rumah kontrakan nya.
"Kenapa Bapak tampak terkejut begitu?" tanya Devi.
Devon hanya mengedikkan bahunya.
"Tidak. Aku hanya sempat berpikir jika ini adalah rumahmu. Rumah yang diberikan pria tua itu misal."
Devi tertawa sumbang mengetahui pemikiran picik Devon.
"Pak Devon... Pak Devon... Jika memang Om Darco berniat memberi saya rumah, sudah pasti Om Darco akan memilih tempat di perumahan yang elit. Bukan perumahan di gang sempit seperti ini."
" Kau benar. Lalu.... Kenapa kau memilih mengontrak jika papaku bisa membelikan rumah untukmu? "
" Pak Devon.... Meski saya ini sangat menyukai uang, tapi saya tidak mau dikendalikan oleh uang. Anda pikir jika saya menerima rumah pemberian Om Darco, maka saya bisa bebas sesuka nya datang dan pergi tanpa di kekang oleh Om Darco? "
Devon terkekeh. Tak menyangka jika perempuan jalang seperti Devi ini sangat licik dan penuh perhitungan.
" Apa anda ingin mampir dan masuk ke dalam? " tawar Devi.
Devon menggeleng. Untuk apa juga dia masuk ke dalam. Lebih baik ia segera pulang karena hari sudah malam.
"Baiklah jika seperti itu. Terimakasih atas jamuan makan malamnya. Selamat malam."
Devi keluar dari dalam mobil Devon. Lalu membuka pintu pagar rumah kontrakan nya. Melambaikan tangan pada Devon sebelum ia memasuki halaman rumah mungil ini.
Devon segera menjalankan kembali mobilnya meninggalkan rumah Devi. Ia tak ingin berlama - lama bersama Devi. Dan memilih untuk segera pulang ke apartmen nya. Beristirahat untuk memulihkan tubuhnya yang terasa lelah.
Sementara itu, Devi yang sudah membaringkan diri di atas ranjang setelah ia selesai mandi. Terbayang wajah Diana hanya mengingatkan ia pada sang mama. Devi kehilangan sosok mamanya karena ulah papanya. Devi sungguh tidak suka dengan takdir dan jalan hidupnya.
Semua yang terjadi pada kehidupan Devi, berbalik kala perusahaan itu bangkrut. Semua hancur. Dan sekarang menjadikan Devi sebagai seorang perempuan jalang yang hanya bisa merusak rumah tangga orang. Salahkan saja takdir hidupnya. Kenapa harus berakhir seperti ini.
Devi sungguh merasa frustrasi. Jika tidak karena mamanya yang masih sangat membutuhkan biaya, mungkin Devi masih bisa menjalani kehidupan normal seperti dahulu kala. Tapi semua sudah terlambat. Devi sudah terlanjur menceburkan diri ke dalam hidup yang penuh masalah.
Dengan kehadiran Devon, Devi sangat berharap agar ia bisa memperbaiki hidupnya. Bukankah Devon sudah berjanji padanya, akan memenuhi semua kebutuhan nya dan apapun keinginan nya. Dengan begitu, Devi tak perlu lagi repot-repot melecehkan harga dirinya di hadapan Om-Om kaya demi berlembar-lembar uang.
Mungkin ini lah jalan yang diberikan Tuhan untuk nya. Agar Devi bisa merubah jalan hidupnya. Ya, sekarang Devi sudah benar-benar mantap akan pilihan nya menikah dengan Devon. Dan Devi berharap semoga semua rencana ini berjalan lancar tanpa hambatan apapun juga.