Pria Pengecut

1045 Kata
Sudah dua minggu setelah pernikahan berlangsung, Faraz tidak pernah pulang lagi ke rumah orang tuanya. Bahkan orang tuanya juga sudah menunggu kepulangan anak itu yang sudah bersiap untuk dihajar oleh papanya. Faraz yang terlihat begitu pengecut, bagaimana mungkin Nila berdiri di tempat resepsi seorang diri tanpa ada mempelai pria. Sungguh, itu merupakan hal yang sangat memalukan bagi keluarga Danendra, terlebih ketika Rasya mengetahui bahwa adiknya menghamili perempuan bisu. Rasya memang pria b******k, tapi tidak pernah berpikiran untuk melakukan hal keji kepada perempuan yang memiliki kekurangan seperti Nila. Dia masih punya hati untuk melakukan itu. Bagaimana mungkin Faraz yang begitu baik tiba-tiba saja melakukan hal buruk itu. Kedua orang tuanya langsung mengamuk dan sudah mencari keberadaan Faraz juga selama itu. Nila melakukan tugasnya dengan baik selama menjadi menantu di kediaman Danendra, bahkan Dewi—Ibu Faraz menerima dengan baik Nila. Sekalipun pernikahan Bianca dibatalkan. Dia sama sekali tidak pernah menolak kehadiran perempuan itu. Setiap pagi, Nila bangun pagi dan menyiapkan sarapan. Dewi kadang melarang Nila melakukan hal yang banyak karena hamil muda, takut jika menantunya itu kelelahan. Mereka menerima karena alasan bayi, tapi bukan hanya itu, kebaikan Nila juga yang membuat mereka belajar menerimanya. Mereka tidak pernah memaksa Nila melakukan pekerjaan rumah, kadang mereka selalu menegur Nila jika sudah mulai melakukan pekerjaan rumah seperti mengepel dan sebagainya. Nila hanya diperbolehkan memasak. Sekalipun ada asisten di sana, perempuan itu tidak mau dilarang untuk hal memasak. Dewi juga suka dengan masakan Nila, yang sesuai dengan seleranya. Sekalipun sulit untuk komunikasi. Tapi sepertinya menantunya mengerti dengan ucapan yang dikatakan oleh Dewi sekalipun tanpa gerakan seperti orang yang tidak bisa bicara pada umumnya. Jam makan malam sudah usai, tapi mereka masih membahas mengenai Faraz yang tak kunjung juga pulang. Nomornya pun tidak bisa dihubungi. Maka, satu-satunya cara agar anak laki-laki kedua mereka pulang adalah dengan cara memblokir segara akses milik Faraz, mulai dari mengganti sandi apartemen, hingga memblokir kartu kredit Faraz. "Sya, kamu nggak ke kantor besok?" Rasya yang sedang membaca ditabletnya segera meletakkan tablet diatas meja. "Kayaknya enggak deh, Ma. Masih mau nyari sialan itu, dia entah pergi ke mana. Aku nggak tahu kan kalau dia lari ke mana. GPS dia nggak bisa dilacak," "Kayaknya dia memang merencanakan ini semua dari awal," kata Mamanya. Rasya memang sedikit kecewa dengan adiknya. Apalagi setelah mengetahui bahwa adik iparnya masih berusia belasan tahun. Yang di mana perempuan itu masih butuh perlindungan. Tapi bisa-bisanya Faraz melakukan hal bodoh itu dan membuat gadis itu kehilangan masa depannya.  Setiap asisten yang ada di rumah harus memiliki buku catatan kecil. Bahkan Nila membawa buku yang selalu dikalungkan dan juga pulpen yang menjadi alat komunikasinya. Setiap hari perempuan itu selalu tersenyum sekalipun Faraz tidak ada. Kadang mereka semua merasa kasihan, tapi Faraz sudah benar-benar keterlaluan tidak pulang sama sekali ke rumah orang tuanya lagi dan memilih untuk hidup di luar. Bahkan, ke kantor pun Faraz tidak pernah lagi semenjak menikah. "Nila, lebih baik kamu istirahat ya! Besok kan jadwal kita periksa ke dokter. Mama pengin lihat perkembangan bayi kamu sama Papa kamu nanti," perintah mama mertuanya yang saat itu sedang duduk di ruang keluarga. Nila berdiri dari tempat duduknya dan langsung memberikan kode kepada mereka semua sebagai tanda bahwa dia sedang berpamitan ke kamarnya. Begitu Nila pergi, papanya membanting ponselnya karena beberapa kali sudah berusaha untuk menghubungi Faraz, tapi tetap saja tidak bisa. Bahkan dia juga menghubungi sekretaris Faraz. Katanya Faraz tidak pernah ke kantor dan tidak bisa dihubungi. Bianca juga pernah mengatakan bahwa nomor Faraz tak bisa dihubungi lagi. Rasya yang geram dengan kelakukan adiknya itu mencoba untuk menyuruh orang suruhannya mencari keberadaan Faraz yang sampai detik ini tidak kembali juga. Kasihan Nila, kasihan calon buah hatinya. Takut jika Nila stress karena Faraz yang tidak memperlihatkan itikad baiknya ketika bertanggung jawab. Justru pergi begitu saja. "Rasya, kamu sekarang rencananya gimana?" "Nggak ada, Pa. aku bingung, aku kasihan sama Nila aja sih. Kalau yang aku tahu ya, perempuan yang hamil itu nggak boleh stress. Itu bisa memicu dia keguguran nantinya," "Iya juga sih, Sya. Tapi kan adik kamu memang menghilang seperti itu. Karena dia bilang nggak mau tangung jawab," "Mau bagaiamanpun juga itu darah dagingnya sendiri. Nggak mungkin kan kalau kita itu sekadar tanggungjawabi Nila terus balikin lagi ke orang tuanya? Itu tandanya kita keluarga yang nggak punya perasaan sama sekali kalau sampai hal itu terjadi," "Mama juga nggak setuju kali Pa kalau Nila dibalikin. Toh juga nanti siapa tahu Faraz nggak bisa punya anak lagi kalau sampai dia niat gugurin atau gimana kan?" "Hmm, Mama bener juga sih," timpal papanya. Papanya memijit pelipisnya, "Kamu urus aja dia, Sya. Papa nggak tahu lagi mau mikir kayak gimana," kata papanya yang berdiri dari tempat duduknya kemudian pergi meninggakan mereka. Begitupun dengan Rasya yang masih sangat kebingungan dengan adiknya itu. "Ma, Mama beneran bisa nerima Nila?" "Kenapa tidak? Toh kamu juga yang dekat sama Bianca. Jadi Mama nggak bisa maksain anak Mama mengenai pasangan ya," "Mama beneran nggak maksa lagi?" "Buat apa? Mama tahu kok hubungan kamu sama Bianca, jadi kamu nggak usah pura-pura lagi deh. Kamu yang buat adik kamu seperti ini 'kan?" "Mama kok nuduh aku?" "Kamu sejak kapan sih dekat sama Bianca? Toh kamu juga sudah tahu kalau adik kamu mau nikah sama dia," Rasya menarik napasnya dengan kasar. Kali ini seolah dia yang disalahkan atas apa yang terjadi. "Ma, sumpah ya. Bukan aku yang deketin dia. Dia yang deketin aku," "Kamu udah pernah tidur sama dia?" Pertanyaan itu membuat Rasya merasa terjebak lagi. "Ma, please," "Apa? Mama cuman nanya kok. Kamu udah pernah sama dia?" Rasya mengembuskan napasnya dengan kasar kemudian menariknya lagi untuk mengisi rongga kosong yang ada di dadanya. Sejujurnya dia tidak bisa jujur kepada mamanya. Tapi ini semua karena mamanya yang tidak bisa dia bohongi. "Sudah, Ma," "Gila banget ya kamu," "Itulah alasan Faraz pergi dari rumah. Dia juga lihat aku sama Bianca, Ma. Maaf, maaf atas apa yang terjadi," "Kamu nggak mikir apa tentang adik kamu sendiri, Rasya?" "Aku mikir kok, Ma. Cuman dia yang nggak mau sama Faraz lagi. Karena dia bilang kalau Faraz terlalu sibuk. Dia juga mau nikah sama Faraz itu karena paksaan orang tuanya, dia bilang dia sayang sama aku," "Mama tahu kamu sering gonta ganti perempuan, Rasya. Jadi, Mama nggak mau kamu lakukan hal itu sama pacar adik kamu sendiri yang ternyata pernah kamu jamah juga," "Ma, itu juga karena dia yang mau," "Udahlah, Rasya. Besok kamu cari dia! Mama nggak mau ya sampai dia kabur lagi. Lihat calon keponakan kamu, lihat juga perempuan itu masih kecil kalau dicampakkan terus ya kasihan," Mamanya berdiri dan segera pergi dari ruang keluarga. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN