"dimana Naviza ?!" Sekali lagi, suara Angkasa menguasai malam. Dengan segenap tenaga yang tiba-tiba meledak akibat kekacauan dalam batinnya, tidak mungkin ditahan lagi. dadanya tiba-tiba sangat sesak, nafasnya pendek dan terasa tersekat sangat menyakitkan. Lantas, pertanyaan itu kembali datang menghujam hatinya, "mungkinkah kau sudah mati, Naviza? apakah aku terlambat? Kau sudah mati?" Angkasa terus menerus mengulangi kata-kata itu, dugaan yang tak pernah ia inginkan kebenarannya. Dia terlalu takut untuk mendengar jawabannya, dan nafasnya benar-benar tersekat dipangkal tenggoroknya. Angkasa memejamkan matanya sangat dalam, dan segumpal air menetes dari sana. genggaman tangan kanannya meremas kuat dadanya, memukul-mukulnya pelan berharap semua ini hanya mimpi. "Angkasa, jangan menjadi l