Bab 12 Kejutan dari Pacar Kontrak

1292 Kata
"Bukankah ini terlalu berlebihan?" batin Sella saat mencoba sebuah gaun yang dipilihkan Erick untuknya. Gaun itu begitu indah dan menawan hati begitu pertama kali melihatnya. Sella tidak pernah membayangkan akan masuk di sebuah butik semewah ini dan tentunya memakai salah satu gaun koleksinya. Erick sengaja memilhkan warna ungu tua, dipadukan dengan tas tangan dan sepatu hak tinggi dengan warna senada. Sella beberapa kali mengedipkan matanya saat mengamati penampilannya di depan cermin. "Pilihan yang sempurna, Pak Erick," puji pemilik butik pada Erick. Pria yang diajak bicara pun langsung menanggapinya dengan menyuman puas, dan itu membuat Sella merasa lega. "Aku ambil ini, satu set." Erick segera berdiri dari kursi lalu menyerahkan sbuah kartu kepada salah satu pegawai butik yang membantu melayani. "Terima kasih telah mempercayakan kepada kami, Pak Erick," ucap perempuan cantik itu seraya mengatupkan kedua jemarinya. Tidak lupa tersenyum sangat ramah kepada Sella. Uang memang membawa kehormatan pada pemiliknya. Nyatanya, tanpa itu semua, kemungkinan perempuan itu akan mengusirnya dari dalam butik, pikir Sella kritis. Erick mendekati Sella. Dari tatapan matanya, Sella bisa merasakan kepuasan pria itu pada penampilannya. Sella malah jadi grogi sendiri. "Apa ini tidak terlalu mahal?" bisik Sella saat Erick berdiri di sebelahnya lalu mengamati penampilannya dari arah cermin. "Aku membelikan gaun untuk tunanganku, apanya yang mahal?" sahut Erick tenang. "Awalnya aku tadi sempat mau menolak," Sella berkata pelan. "Sudah kubilang, kontrak kita sudah dimulai. Akan ada timbal-balik. Jadi, berhentilah bersikap mencurigakan, Sella." Erick melirik ke arah Sella, tidak tahan melihat paras cantik yang memancarkan keindajan itu, dia segera mundur lalu membalik badan saat pegawai yang membawa kartunya sudah kembali. "Terima kasih," ucap Erick seraya menarik kartunya dari tangan pegawai wanita tersebut, "tolong bantu juga untuk melepaskan dan membungkus gaun yang kami pesan, ya." "Baik, Pak Erick." Sella memandangi Erick, terdapat rasa tidak asing dalam dirinya ketika melihat betapa pundak pria itu begitu kokoh. Dia merasa pernah melihat punggung itu juga, tapi ingatan itu tidak kunjung datang. Hingga colekan pada lengannya membuat Sella tersadar. "Mari, Kak Sella," bisik pegawai itu sambil tersenyum soan. Sella mengangguk sopan saat diajak masuk ke ruangan di sebelah untuk berganti pakaian. *** Sella sampai ke rumah jam lima sore. Dia meletakkan papper bag berisi gaun yang dibelikkan Erick tadi siang ke atas kasur. Setelah mengembuskan napas lalu mengembuskan perlahan, rasa gugup dalam dirinya pelan-pelan memudar. Kepercayaan dirinya mulai hadir kembali, sejalan dengan ingatan Sella tentang bagaimana senyuman puas dari wajah Erick terukir begitu indah. "Sebenarnya dia tampan, kalau lebih sering tersenyum dan tidak bersikap misterius," gumam Sella mendengus. Dia bergegas mandi lalu berdandan agar tidak datang terlambat. Untung saja dia pernah membeli peralatan make up yang lumayan komplit, saat itu Sella diam-diam membeli saat Rosy mengajaknya jalan-jalan ke mall. Kini, Sella paham, Rosy mencoba membuat dirinya terlihat tidak menarik pada beberapa kesempatan. Sella berangkat ke pesta pernikahan Elsa menggunakan jasa taksi. Erick mengatakan akan menjaganya, meskipun tidak ikut menghadiri acara itu. Sella pun mengiyakan, karena acaranya memang tidak ada hubungannya dengan Erick. Sella meluruskan badan, berusaha menaikkan dagu dan meyakinkan diri bahwa penampilannya sesuai dengan apa yang dikenakan para tamu undangan yang hadir. Pandangannya kini tertuju pada ruangan restoran bintang lima yang menjadi tempat digelarnya pesta. Ternyata acara ini dibuat khusus untuk teman-teman Elsa, bukan resepsi pernikahan seperti yang Sella kira. Di podium paling ujung dipasang banner berisi tulisan pesta bujang. Perasaan Sella dibuat tidak nyaman. Pikirnya saat datang, resepsi yang diselenggarakan seperti pernikahan pada umumnya. Ternyata ingatan tentang masa itu memang benar-benar terjadi lagi. Pesta ini bersifat bebas, bahkan bisa dikatakan tempatnya mencari teman kencan. Resepsi ke dua, yang diperuntukkan bagi teman-teman Elsa. "Aku tidak akan biarin mereka menghancurkan mentalku lagi?" Batin Sella seraya melangkah memasuki area dalam pesta. Saat Sella sudah mulai memasuki ruangan pesta, tampak pada tamu sudah datang. Untung saja Erick sudah membekalinya dengan pakaian indah. Ternyata memang di pesta ini menjadi ajang adu kecantikan. Kini, Sella tidak lagi terjebak dalam pembullyan seperti saat itu, hanya karena pakaiannya dulu seperti ibu-ibu yang sedang menghadirinya arisan. "Kau yakin, Sella berani datang ke sini?" tanya salah satu teman laki-laki yang dikenali Sella juga pada zaman kuliah. "Yup, aku udah kasih langsung undangan dari Elsa, kok. Kalau memang tidak datang, mungkin karena bingung pakai baju apa, sedangkan aku tidak ada waktu untuk mendandaninya," sahut Rosy, duduk dalam posisi membelakangi Sella, sehingga tidak tahu akan keberadaan orang yang sedang dia bicarakan. Sella hanya bisa menghela napas berat, sangat mengejutkan Rosy bisa berkata seperti itu. Padahal dia mengingat bahwa Rosy berada di pihaknya, sehingga rata-rata musuh mereka sama. "Palingan tengil dan memalukan pakaian yang bakalan dia pakai," cetus salah seorang wanita yang tak lain, musuh utamanya saat kuliah. Rosy tertawa lalu mengangsurkan minumannya dengan maksud bersulang. Adegan yang layak diberikan penghargaan, pikir Sella . Keakraban yang membuatnya bertanya-tanya. Sejak kapan Rosy bersahabat dengan para perempuan yang tiap hari mengganggu kuliahnya. Perempuan itu ternyata bermuka dua. "Aku jadi adi ingat, saat kau kasih dia kue, dan rencana kita buat bikin dia malu sekampus bisa terlaksana dengan baik," ungkap salah satu teman yang lain, ditanggapi tawa terpingkal-pingkal Rosy dan semua yang duduk sekitarnya. Sebuah adegan masa kuliah, yang jujur saja tidak mungkin dilupakan Sella. Apalagi, saat itu dia memaklumi kesalahan Rosy sehingga menyebabkan wajahnya belepotan kue tart. "Oh itu? Kurasa Rosy aktingnya sangat sempurna," cetus teman-temannya ikut tertawa gemas. "Apa maksudnya? Apakah selama ini Rosy cuma berakting seolah-olah berada di pihakku?" batin Sella, cukup kaget dengan isi pembicaraan mereka tentang Rosy dan juga dirinya di masa kuliah dulu. Dia tidak pernah menyangka, Rosy bisa berbuat seperti itu padanya. Sella menggeleng kecil, merasa sangat dipecundangi. Sella sebenarnya ingin bersuara dan memberikan kejutan bahwa saat ini dia sudah mengetahui kebenarannya. Namun, saat menyadari bahwa tindakan itu tidak akan berguna, dia pun memilih untuk menyingkir dulu dari sana. Saat ingin berbalik badan, Sella dikejutkan oleh keberadaan seorang pria berkacamata, yang segera dikenali Sella sebagai teman kampusnya dulu, bernama Rony. "Wow, Sella. Kau kah itu?" Senyuman terpancar dari wajah pria itu. "Tidak ku sangka kau bisa berubah drastis seperti sekarang." Seketika pula pria itu menarik kacamata yang bertengger di atas hidungnya, lalu menempatkannya pada saku. Sella hanya bisa terpaku, tidak tahu reaksi apa yang akan dia lakukan untuk merespon pria satu ini. Sella memilih untuk menyingkir saja, tetapi dengan sigap pria itu mencekal lengannya sehingga membuatnya terpaksa menghentikan langkah. "Kau bisa lepaskan tanganmu?" tegur Sella dengan tatapan tegas. Sebuah penolakan yang membuat pria itu tergelak. Dia berupaya untuk melepaskan diri, tetapi pria itu bahkan tidak ada niatan untuk menyingkirkan tangannya dari lengan Sella. "Kenapa sok jual mahal, Sell? Aku kira kebiasaanmu akan berhenti setelah lulus kuliah, ternyata masih berlanjut juga sampai lingkungan pekerjaanmu?" cetus pria itu seraya memberikan tatapan menggoda padanya. Pria itu mengusap pundak Sella dengan tangan satunya, tidak menggubris saat Sella memberinya tatapan peringatan, untuk berhenti melakukan pelecehan padanya. "Kau sudah naik kelas rupanya? Tidak lagi berburu pria yang levelnya hanya seperti aku lagi?" Sebelah mata Rony berkedip, sebuah tindakan yang membuat perut Sella bergolak mual. Sebuah pelecehan yang dulu tidak dipahami Sella, dan dia tidak bisa membela diri karena rumor itu terus berembus, tanpa diketahui asalnya dan dia sendiri tidak diberikan kesempatan untuk meluruskan kebenarannya. "Lepaskan! Atau kau akan berurusan dengan polisi karena sudah melakukan tindakan pelecehan padaku," ancam Sella seraya mengibaskan tangan pria itu dari dirinya. "Kau yang pertama kalinya menggoda kami, bagaimana mungkin sekarang kau pura-pura sok suci dan melupakan skandal yang kau buat, Sella?" Rony tersenyum lebar, matanya berkilat. Namun, bukan keindahan yang terpancar, tetapi sebuah kemarahan dan itu membuat jantung Sella berdesir tidak nyaman. "Skandal itu hanya fitnah. Seharusnya kau tidak memercayai apa yang tidak kau lihat dengan mata kepalamu sendiri." Dari sudut mata, Sella bisa melihat Rony menyeringai, tapi dia berharap pria itu sedikit memikirkan juga apa yang dia sampaikan tadi. "Kau masih mengelak, padahal bukti-bukti telah bertebaran tentangmu?" Pria itu tetap berkeras pada tuduhannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN