Pingitan

2252 Kata
"Aku tadi sudah keluar untuk melakukan survey di seluruh Batu Kunawa. Setidaknya ada empat ekor betina yang juga memancarkan sinyal kesuburan di kuartal ke 3 tahun ini. Ute, ibu dari Milka, kucing milik Mbak Rini di g**g Sembilan. Lalu ada Igis milik Pak Abdillah di g**g Satu dan dua ekor lagi kucing tanpa owner di g**g Tujuh. Total ada 5 pingitan termasuk aku," ucap Unyis X. "Hah, percuma kau melakukan survey segala," kata Rimpam. "Sia-sia saja kau mencoba mengetahui siapa saja yang menjadi pingitan X. Semua poros pertempuran pasti akan berporos pada dirimu. Pingitan yang lain hanya akan menjadi partai tambahan yang tak menarik untuk diikuti. Tunggu sampai semua kandidat yang akan menjadi kompetitor mengetahui bahwa salah satu pingitan di kuartal ke 3 tahun ini adalah Unyis Rida," "Aku juga tahu itu Rimpam," sahut Unyis X. "Aku sudah lama tidak mengalami yang namanya musim kawin, dan sudah dapat dipastikan aku akan menjadi perhatian khusus di musim ini. Bagaimana jika salah satu kompetitorku adalah seekor Balam Raja?" "Seekor? Bisa saja dua." Sahut Rimpam. "Kemungkinan antara Rog dan Hurik," "Tapi kudengar banyak pejantan rookie berdatangan yang level kekuatannya hampir setara para Balam disini. Kemungkinan mereka, aku punya firasat besar terhadap ini." "Itu bisa saja X," sahut Rimpam. " Sudah merupakan peraturan resmi tak tertulis bagi para kucing di musim kawin, bahwa siapa saja yang menang dan mendapatkan sang pingitan di akhir musim, maka pejantan itu berhak menguasai semua teritori milik lawan-lawannya. Musim kawin bagi kami para kucing pejantan tidak hanya pertarungan demi kebutuhan biologis semata, melainkan juga sebagai ajang politik praktis. Beresiko tinggi bagi pejantan yang sudah memiliki banyak wilayah teritori dan faksi, namun sebuah kesempatan besar bagi para rookie yang belum memiliki kedudukan apa-apa. Tentu saja para Balam Raja yang memiliki teritori dan banyak pengikut akan berpikir dua kali untuk mengikuti musim kawin, beda dengan para Rookie. Mereka pasti akan ikut tanpa pikir panjang karena nothing to lose. Tak ada yang mereka pertaruhkan." "Ibu, tuan Rimpam? Apa yang sedang kalian obrolkan?" tanya Rimpu yang sedari tadi diabaikan. Duduk diam hanya memperhatikan Unyis X dan Rimpam saling bicara dalam senyap telepati. "Tidak ada nak, ibu hanya membicarakan sesuatu dengan Rimpam." "Kau harus terima siapapun yang akan menjadi kompetitor di pihakmu nanti." Kata Rimpam. "Sulit untuk menebak siapa saja yang akan berambisi menjadi partnermu, X. Tapi bisa kupastikan ini akan menjadi batu loncatan yang besar bagi para Rookie, karena kau adalah Unyis Rida yang terkenal di kampung ini. Peta pertarungan akan menjadi sangat menarik di tahun ini." "Ya, dan tolong beri tahu aku jika kau sudah mendapatkan daftar siapa saja para kompetitornya. Aku akan lebih berhati-hati kali ini. Mereka tidak boleh sembarangan memanfaatkan momentum, aku bukan alat politik yang bisa disetir sesuka mereka." "Hahaha," Rimpam tertawa keras. "Jangan terlalu risau. Faktanya kau tidak akan bisa mengontrol ini sepenuhnya, X. Mau tidak mau, kau adalah kesempatan besar di mata mereka." "Kenapa tuan Rimpam tertawa?" tanya Rimpu. Rimpam menatap Rimpu, ada suatu pikiran yang sedang ia pikirkan terkait sosok Rimpu. Rimpam penasaran, siapa ayah kandung Rimpu. Siapa ibunya, dan darimana Rimpu berasal. Rimpu lalu diminta Unyis X untuk turun dan makan makanan yang telah disiapkan oleh Ahmad Rida. Unyis X berjanji akan menyusul Rimpu ke bawah sebentar lagi. Rimpu setuju dan menurut, dia pun lalu turun ke bawah untuk makan. "X," gumam Rimpam. "Apa kau tidak penasaran...?" "Penasaran soal apa?" "Siapa ibu kandung Rimpu," kata Rimpam. "Kita semua tahu Rimpu awalnya bukan berasal dari kampung ini. Dia dibawa kesini, tapi anehnya ... kenapa dia memiliki semua wisa milik para Unyis Rida. Seakan Rimpu memiliki hubungan dan keterkaitan dengan rumah ini." "Itu juga masih misteri bagiku." Jawab Unyis X. "Aku pun tidak tahu, Rimpu awalnya hanyalah kucing yang dipungut oleh Pak Salman dan dibawa ke kampung ini, Rimpu lalu diadopsi oleh tuan Rida. Bagaimana bisa dia terkait dengan rumah ini? Apa kau memikirkan tentang Azimatul Millenia yang telah lama hilang itu, Rimpam? Kurasa tidak! Rimpu tak ada hubungannya dengan Azimat milik keluarga Rida tersebut. Lagipula itu telah lama hilang, iya kan," "Benar," jawab Rimpam singkat memejamkan kedua matanya. Siapa sebenarnya anak itu? Pikir Rimpam di benaknya. Rimpam memiliki niatan untuk melacak nasab dan jejak orangtua kandung Rimpu. Dengan melakukan semua itu, dia bisa mengetahui dan menemukan jawaban kenapa Rimpu bisa memiliki banyak sekali anomali yang seakan terikat dengan sejarah para Unyis Rida. Usia Rimpu saat ini sekitar 8 bulanan. Jadi Rimpam bisa memulainya dengan mencari informasi dan mendata daftar pingitan di musim kawin setahun lebih yang lalu. Masalahnya dia tidak tahu, dari kampung mana dia harus memulainya. Orangtua Rimpu bisa saja tidak berasal dari kampung Batu Kunawa. Tetapi semakin Rimpam memikirkan tahun kelahiran Rimpu, hatinya semakin gelisah. Anak itu ... dia harus mengkonfirmasinya sendiri. "Kau memikirkan sesuatu, Rimpam?" tanya Unyis X yang melihat Rimpam berpikir terlalu serius. "Ah, tidak apa-apa! Aku hanya ngantuk dan ingin sekali tidur. Aku mau istirahat sebentar disini, jangan ganggu aku! Dan beritahu anak itu juga untuk tidak menggangguku." Rimpam menguap lebar. Sepertinya dia benar-benar lelah. "Kami tidak akan mengganggumu. Istirahatlah sesukamu disini. Jika lapar, kau bisa ikut makan di bawah seperti biasa. Tuan Rida juga menyisihkan makanan untukmu di dapur sana." "Iya iya, aku bisa sendiri. Izinkan aku istirahat." *** Siang menjelang sore. Rimpu dan Unyis X menghabiskan waktu sore mereka dengan rebahan dan tidur-tiduran. Keduanya kekenyangan setelah menyantap makanan. Rimpam pun sedari tadi hanya tidur dengan santai di loteng. Malam ini sepertinya Rimpam tidak berniat tidur di loteng Rida. Ada sesuatu yang harus dia lakukan. Unyis X terbangun, dia bertanya pada Rimpam yang ia tahu telah terjaga walau dengan mata terpejam. Unyis X menanyakan apakah Rimpam masih memikirkan tentang orangtua Rimpu? Rimpam tidak mengatakan apapun. Rimpam hanya menceritakan bahwa dalam beberapa hari terakhir, dia menjelajah jauh ke g**g Satu hingga hampir mendekati kawasan kampung Batu Tiban dan Batu Mandiy. Rimpam terkejut mendapati ada sekelompok kucing disana yang tidak mengenal tentang Unyis Rida. Padahal Ahmad Rida juga biasa memberi makan kucing-kucing yang ada disana. "Astaga, Rimpam, tidak semua kucing mengetahui atau mengenali kami, Unyis Rida. Apalagi itu kampung yang terbilang jauh dari Batu Kunawa." Kata Unyis X. "Sebagian besar kucing di kampung itu mengetahui tentangmu X. Unyis Rida juga memiliki popularitas disana sama seperti disini. Sebagian besar mereka pernah mendengar tentang sosok kucing paling terkenal di kampung ini, Unyis Rida. Hanya saja tidak semua, ada beberapa kucing yang tidak tahu menahu tentang popularitas Unyis Rida. Hal-hal semacam inilah yang berbahaya. Jika para pejantan luar Batu Kunawa mengetahui popularitas Unyis Rida, dan mendengar bahwa kau akan menjadi pingitan setelah sekian lama, mereka pasti akan datang kesini." "Itu wajar saja kan." Sahut Unyis X. "Bukankah kau dulu seperti itu? Kau juga tidak berasal dari kampung ini, iya kan Rimpam. Kau datang kemari karena motif yang sama, yakni musim kawin. Kau pasti dulu mendengar bahwa pingitannya adalah Unyis Rida, apa aku salah...?" "Kau tidak sepenuhnya salah," jawab Rimpam. Dia tidak menyangkal bahwa motif awal dia dulu datang ke Batu Kunawa adalah untuk menjadi kompetitor di musim kawin. "Batu Kunawa memiliki sistem Balam Raja. Aku tertarik dengan itu, jadi kupikir bisa meraih segalanya disini, di kampung ini." Gumam Rimpam. Dia saat ini tidak sepenuhnya berkata jujur. Ada motif tersendiri yang masih ia rahasiakan dan tak mungkin ia katakan pada Unyis X sekarang. "Sudah berapa kali kau mengejar pingitan sepanjang hidupmu?" tanya Unyis X tersenyum menggoda Rimpam. "Dan berapa ekor yang kau menangkan...?" "Itu pertanyaan sensitif, kau tahu!" "Tidak apa-apa kan kalau aku ingin sedikit mengetahui perjalanan cintamu." Unyis X tertawa. "Hah, naif sekali. Hal semacam itu bukan hanya sekedar perjalanan cinta, X, tetapi juga titian karir bagi para pejantan agresor seperti kami. Kucing tipe Balam adalah kucing yang merasa lebih kuat dari kucing yang lainnya. Kami rata-rata arogan karena arogansi itu didapat sejak kami masih sangat muda. Beberapa diantara kami hidup sangat susah tanpa owner sejak kecil, sejak kami dilahirkan. Kami kadang bisa salah arah dan menjadi garong yang menyusahkan para manusia. Kami memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi bahwa kami adalah sang penakluk diantara kucing-kucing lainnya. Bahwa kami bisa menaklukan apa saja, menundukkan dunia di kaki kami, mendapatkan segala posisi. Musim kawin adalah jalan utama kami mendapatkan semua cita-cita itu," "Itu tidak menjawab seberapa sering kau mengikuti musim kawin." "Astaga, kau serius...!? Kau begitu ingin tahu tentang itu?" "Ya, itu bagus untuk mentalku mempersiapkan diri di musim kawin nanti." Jawab Unyis X. "Mendengar perjalanan hidup pejantan sepertimu akan memberikanku gambaran, bahwa para pingitan bukan hanya sekedar alat politik semata atau sebuah tropi yang harus dimenangkan. Mungkin kami bisa lebih dari itu," "Kisah hidupku tidak akan mengubah fakta apapun tentang itu." "Ceritakan saja, aku ingin mendengarnya." Tagih Unyis X. "Hmmm, ketika kau memaksa seperti ini kau sangat menyebalkan. Kau tahu itu, X?" Rimpam sedikit gusar. "Ayolah, aku menunggu." "Baik, baik." Sahut Rimpam kesal. "Mungkin 6 kali, atau lebih, aku juga kurang mengingatnya dengan pasti." "Kurang mengingatnya? Bertanggung jawab sekali." Ledek Unyis X. "Hey! Apa yang bisa kami perbuat X. Kami adalah kucing jantan." "Lalu, yang kau menangkan? Ada berapa?" "Mungkin ... semuanya." "Kau memenangkan semua yang kau ikuti? Wow! Putra putri mu pasti banyak ya. Tapi tak pernah sekalipun aku mendengar ada kucing disini yang mengklaim bahwa dia adalah anakmu. Padahal kau kan seorang Balam Raja. Punya ayah sepertimu bukanlah sebuah aib, malah itu sebuah kebanggaan." "Aku juga tidak tahu tentang itu, X. Mungkin beberapa masih ada dan hidup hingga saat ini, tapi aku tidak terlalu memikirkan itu. Fitrah kami hanyalah membantu alam bekerja, hanya untuk bereproduksi." "Dan aku, pingitan keberapa yang kau kejar...?" Sejenak Rimpam diam tak menjawab. Dia seperti malu mengatakannya. "Jangan bilang bahwa aku adalah pingitanmu yang pertama waktu itu?" ledek Unyis X. "Diamlah!" "Astaga, apa itu benar...!?" Unyis X tertawa begitu kencang. "Kalau begitu aku tersanjung sekali. Dalam bahasa manusia, berarti aku adalah cinta pertamamu, iya kan?" Unyis X tak henti-hentinya tertawa meledek Rimpam. Itu terdengar begitu lucu baginya. Sementara Rimpam menyeringai menahan kesal dan malu. Unyis X lalu mengubah posisi menjadi berbaring santai, menyapu-nyapukan wajahnya ke lantai seraya menghela nafas. "Haah, tak terasa. Usia kita sudah tidak lagi muda, Rimpam. Sudah banyak perjalanan yang dilalui oleh kucing di usia seperti kita ini. Hidup rasanya berjalan sangat cepat ya, jika ditarik undur ke belakang. Dan usia rata-rata kita para kucing tidaklah seperti manusia. Kita berdua bisa meninggalkan dunia ini kapan saja." "Boddoh! Jangan memikirkan tentang itu." Tegas Rimpam. "Kau sekarang hanya memiliki sedikit nyawa X. Tidak ada lagi istilah 9 nyawa bagi kita. Dan nanti saat musim kawin berlangsung, kuharap kau bisa lebih berhati-hati." "Tenang saja, memangnya apa yang bisa terjadi ketika musim kawin? Itu bukanlah sesuatu yang berbahaya. Medan perang perebutan itu hanya untuk kalian para pejantan, bukan untuk kami para pingitan." Rimpu nampak terbangun. Dia mendengar Unyis X dan Rimpam sedang bicara tentang musim kawin serta pingitan. Rimpu lalu menanyakan kepada Unyis X apa itu musim kawin. Dia juga hendak menanyakan istilah itu sejak pagi tadi hanya saja dia lupa. "Tumben kau bangun jam segini, Rim." "Aku sedikit mendengarkan obrolan antara ibu dan tuan Rimpam. Kudengar, kalian membahas tentang musim kawin. Tadi Kital, Senru, Izul dan yang lain juga membahas tentang itu ibu. Apa itu musim kawin Bu? Pagi kemarin aku bersama tuan Rida juga bertemu dengan kucing lain. Kucing jantan yang nampaknya sekuat tuan Rimpam. Kata Utam, para pejantan asing mulai berdatangan ke kampung ini dikarenakan musim kawin telah dekat. Jelaskan ibu, apa yang dimaksud dengan musim kawin dan pingitan yang tadi kalian bicarakan?" Unyis X menatap Rimpam. "Sepertinya kau memang sudah harus menjelaskannya X," gumam Rimpam. "Baiklah, anakku. Ibu rasa kau sudah cukup siap untuk menerima segala penjelasan tentang ini. Ibu akan jelaskan apa itu musim kawin beserta pingitan." Rimpu diam mendengarkan ketika Unyis X menjelaskan semuanya. Tentang fitrah para kucing atau seluruh makhluk hidup pada umumnya, yakni untuk bereproduksi. Bedanya musim kawin para kucing adalah sesuatu yang istimewa. Itu terkait dengan persaingan dan suatu modal untuk meraih kedudukan. Musim kawin bukan hanya wahana biologis semata melainkan sebagai akses mendapatkan status sosial terutama bagi para kucing yang ingin mendapatkan gelar atau nama. "Jadi musim kawin adalah musim dimana para kucing betina telah siap untuk bereproduksi, melahirkan banyak anak? Dan kucing jantan adalah komponen utama untuk memproduksi para anak kucing baru, begitu kan ibu?" "Itu betul sekali anakku. Dan musim kawin seringkali dijadikan oleh para kucing jantan sebagai momentum pembuktian diri. Bahwa mereka sekuat yang mereka kira. Biasanya musim kawin akan diikuti oleh 2, 3, 4 atau lebih pejantan yang siap. Pingitan sendiri merupakan sebutan bagi para betina yang sudah siap untuk kawin. Biasanya setiap kucing betina akan menjadi pingitan setidaknya dua kali di sepanjang hidup mereka, bisa juga lebih. Tergantung kondisinya nak. Hal itu sudah diatur oleh alam, tidak bisa dikontrol oleh siapa pun. Kau sudah mengerti sekarang?" Unyis X saat ini hanya menjelaskan, namun ia belum memberitahu Rimpu bahwa ibunya akan menjadi salah satu pingitan di musim ini. "Secara garis besarnya, aku sudah paham ibu. Kelak, jika sudah siap, aku juga akan menjadi kompetitor kan Bu?" "Tentu anakku, itu adalah pilihanmu." "Tapi dengan menjadi kompetitor, berarti harus siap bersaing, sementara aku tidak memiliki meongan. Aku bahkan tidak mampu mengaktifkan warpzone-ku sendiri tanpa bantuan meongan dari kucing lain, bagaimana aku bisa bersaing di musim kawin?" Rimpu malah menjadi sedih karena itu. "Sepertinya harapanku tipis ibu. Tidak ada kesempatan bagi kucing sepertiku." Kata Rimpu menjadi lesu. "Jangan bersedih anakku. Tabahlah! Kelak, kau mungkin juga akan bisa menemukan bagaimana caranya. Serahkan saja pada alam. Jangan pernah putus asa untuk apapun, kau paham Rimpu?" Unyis X coba menegarkan hati Rimpu. Rimpu menjadi kuat dan merasa tegar kembali karena ucapan dari ibunya itu. Lagipula, waktu Rimpu untuk musim kawinnya sendiri masih sangat lama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN