Mahkota Yang Terkoyak

1173 Kata
"Astaga–! Kenapa tubuh gue jadi panas begini?" ucap Embun. Embun seorang gadis cantik yang tengah menikmati liburan bersama sahabatnya di Villa milik keluarga dia. Gadis itu berjalan mondar-mandir di ruang depan Vila tersebut. Tangannya sibuk bergerak mengipas-ngipas di depan dadanya. Entah kenapa tubuh Embun mendadak kepanasan, setelah minum air dalam botol yang Cakrawala berikan. "Cakra!" seru gadis itu, setelah tanpa sengaja ekor matanya menangkap bayangan tubuh Cakrawala, yang tengah melakukan hal yang sama. Cakrawala yang merupakan sopir pribadi dirinya langsung menolehkan mata. Tatapan mata pria itu begitu sayu. "Non Embun," lirih Cakrawala. Pria itu berjalan mendekati Embun. Dapat Embun lihat ada yang berbeda di balik tatapan Cakrawala kali ini. Namun dia tidak mau ambil pusing, justru gadis itu entah kenapa seperti ada magnet yang menarik tubuhnya, dia pun berjalan mendekati Cakrawala. "Cakra, gue—" Embun menggantung ucapannya. Cakrawala memicingkan mata, menatap Embun penuh damba. Manik mata mereka beradu hingga sepersekian detik saling mengunci, dua orang itu saling diam dalam tatapan yang penuh api gairah. "Ikut dengan saya." Cakrawala memberanikan diri menggenggam tangan kurus Embun. Entah kenapa gadis itu pun tak menolaknya. Yang biasanya dia tak mau sama sekali bersentuhan kulit dengan Cakrawala. Justru kali ini, dia menurut saja saat pria tersebut mengangkat tubuhnya untuk di baringkan di atas ranjang. Bahkan tangannya telah mengalung di leher sang pria. "Kamu bawa gue ke sini?" tanya Embun sambil menatap manik mata Cakrawala sayu. "Hmm," sebuah gumaman pria itu lontarkan. Melihat wajah Embun yang merona merah, membuat libido Cakrawala semakin meningkat. Dengan tanpa permisi pria itu mendaratkan sebuah kecupan di bibir Embun. Gadis itu memejamkan mata saat benda kenyal milik Cakrawala melumat habis bibir ranum miliknya. "Euh," sebuah lenguhan kecil lolos dari bibir Embun. Seketika membuat Cakrawala menyeringai, dia yang tengah setengah mabuk juga dalam pengaruh sebuah obat perangsang. Semakin terbakar api gairah yang melanda jiwanya. "Kau suka, hmm?" tanya Cakrawala dengan tersenyum tipis. Pria itu sampai melupakan panggilan Nona yang selama ini dia sematkan untuk Embun. "Mmh, Cakra. Tolong bantu gue untuk melepaskan rasa panas ini. Tubuh gue, aahhh—" lagi-lagi suara itu tenggelam bersama bibir Cakrawala yang tengah membungkam kembali bibir Emhun. "Shhhh–! Ahh, Cakra. Elo, membuat gue melayang," racau Embun setelah tangan nakal Cakrawala bergerliya manja di atas gundukan gunung kembar miliknya. Tak hanya meremas, tangan Cakrawala pun memilin pucuk gunung itu hingga membuat gadis yang berada di bawah kungkungannya blingsatan tak bisa diam. "Aww! Yang lembut, Cakra." Embun memekik tertahan saat tangan Cakrawala meremas kasar dua aset berharganya itu. "Sorry, saya gemas banget, Embun." Jawab Cakrawala dengan suara seraknya. Cakrawala menurunkan ritme remasannya, yang justru membuat tubuh Embun semakin terpancing. Pria tampan itu semakin berani, jari-jari nakalnya menelusup masuk ke dalam dres yang Embun pakai. Tangannya terus menelusuri setiap inci tubuh sang gadis, bahkan kini tengah berada diantara lembah hangat yang masih terhalang pembungkusnya. Di tengah kegilaan itu, sebuah bisikan baik menghampiri Embun untuk cepat sadar dari situasi yang tengah mengancam dirinya. "Minggir, Cakra!" teriak Embun setengah sadar sambil mendorong tubuh Cakrawala yang berada di atas tubuhnya. "Why?" tanya Cakrawala bingung. "Ini gila. Kita tidak boleh melakukan itu." Embun berucap seraya membuang muka. Dia tidak ingin bertemu tatap dengan manik mata Cakrawala yang akan membuat dia lemah. "Really?" tanya Cakrawala kembali sambil menyeringai. "Bukannya tadi kau yang minta? Saya hanya membantu kau saja." Cakrawala bangkit dari tubuh Embun. Dia ingin tahu seberapa kuat gadis itu bertahan. Meski sesuatu di bawah sana telah menegang dan ingin segera di keluarkan dari sarangnya. "Of course," jawab Embun mantap. "Ok, saya keluar. Bye!" balas Cakrawala sambil berjalan keluar dari kamar dengan raut wajah kecewa. Embun tak merespon. Gadis itu hanya menatap nanar punggung Cakrawala yang semakin mengecil dan hilang di balik pintu. "Huft." Embun menarik napas gusar. "Gila hampir saja. Ada apa sih dengan tubuh gue? Kenapa mendadak jadi kepanasan gini? Dan, arghhh–! Libido gue juga semakin meningkat. Gue harus mandi. Ya, dengan berendam mungkin semuanya akan kembali normal. Dan kenapa tadi gue mau-maunya disentuh Sopir itu?" Embun terus membeo seraya menggeleng-gelengkan kepala. Gadis itu tak habis pikir dengan tubuhnya yang seakan ingin mendapat sentuhan seorang pria. Padahal dia gadis yang mampu menjaga diri dari pergaulan bebas anak muda zaman sekarang. "Gue harus bisa mengusir rasa aneh itu," gumamnya kembali. Embun segera masuk ke dalam kamar mandi, dia mengisi bathtub dengan air hangat dan tak lupa memasukan cairan aromatherapynya. "Semoga suhu ditubuh gue bisa normal kembali." Setelah menanggalkan seluruh pakaiannya, dia gegas masuk ke dalam bathtub dan menikmati sensasi yang semakin terasa aneh. Bayang-bayang cumbuan Cakrawala terus berputar di benaknya, dan itu semakin menambah dorongan gairah dalam tubuhnya. "Argh." Embun mengerang prustasi. Niat hati ingin meredakan sesuatu dorongan dalam tubuhnya yang seperti ingin meledak, tapi nyatanya malah semakin menyiksa dirinya. Tak kuasa dengan rasa yang semakin aneh, akhirnya Embun menyudahi berendamnya. Gadis itu gegas membilas tubuhnya dengan air shower. Buru-buru dia keluar dari kamar mandi untuk segera berganti baju. Embun memutuskan untuk tidur saja, dia membungkus tubuhnya dengan selimut. Tak peduli dengan sahabatnya yang tengah sakit di kamar sebelah. "Gue harus tidur. Dan melupakan semua rasa aneh yang tengah dirasakan ini," lirihnya. Matanya di paksa untuk memejam. Namun sayang tak kunjung bisa terpejam. Kembali bayangan Cakrawala yang tengah mencumbu dirinya berkelebat di peluk mata gadis tersebut. Membuat Embun semakin susah untuk terlepas dari semua itu. "Pergi, pergi sana. Jangan pernah hadir lagi di benak gue!" usir dia pada bayangan Cakrawala yang terus meneror otaknya. Bukannya pergi sesuai keinginan Embun. Bayangan itu malah menari-nari semakin merusuh. Di tengah rasa yang semakin kacau. Tiba-tiba. Duarrr! Suara petir menggelegar memekakan telinga, diiringi suara air hujan yang berjatuhan di atas genting Villa tersebut. Embun sampai menjerit histeris saking kagetnya. Tak berselang lama lampu di sana pun padam, membuat Embun semakin ketakutan. Lagi-lagi dia menjerit kencang membuat Cakrawala yang habis dari kamar kecil karena telah melakukan solo karir, akibat desakan dari bawah sana yang ingin segera di tuntaskan langsung masuk ke dalam kamar. "Non Embun," panggilnya dengan suara lirih. "Cakra, kau kah itu? Gue takut, tolong temani gue." Mohon Embun. Seperti menemukan oase di tengah gurun pasir, Cakrawala tersenyum senang. Tak perlu diminta untuk kedua kalinya pria itu langsung memeluk tubuh Embun. Ada rasa aneh saat dia memeluk tubuh itu, gairah hasrat yang tertunda kini bangkit kembali. "Suttt, jangan takut ada saya." Beberapa menit saling berpelukan, Carawala kembali memberanikan diri. Dia melumat bibir Embun, gadis itu sempat kaget. Namun permainan pengecap rasa Cakrawala mampu membuat Embun diam menikmati. "Ahh, Cakra." Desahan Embun membuat Cakrawala semakin berani. Tak ingin gagal seperti tadi, kali ini Cakrawala melakukan gerak cepat. Dia langsung melancarkan aksinya. "Cakra, sakit!" jerit Embun. Cakrawala menulikan telinga, dia terus mendesak benteng pertahanan sang gadis. Dorongan rasa aneh dalam tubuhnya, juga desakan sesuatu yang harus segera dituntaskan membuat Cakrawala lupa diri. Dan hanya dalam sekali sentakan mahkota Embun yang selama 25 tahun dia jaga, terkoyak oleh rayuan maut sang pria yang melenakan. Pagi menyapa, sinar matahari yang menembus dari balik gorden menyadarkan kedua insan yang tengah tertidur dengan salik berpelukan. Perlahan mata sang gadis mengerjap. Dan betapa kagetnya dia setelah melihat semuanya. "Arrgghh, b******k!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN