Om, Luna tunggu di apartemen malam ini.
Semoga malam ini menjadi malam spesial kita berdua.
Gue mengirim pesan itu ke nomor WA Om.
.
Astaga, sejalang-jalangnya gue, tetap saja gue tak berani menawarkan diri langsung lewat telpon. Jadi gue cuma mengirim pesan lewat WA.
Apa ini saatnya gue menyerahkan diri pada si Om? Pertanyaan itu selalu terngiang dalam benak gue seharian ini. Sejak kejadian Om membiayai biaya rumah sakit Papa, gue merasa dia pria yang tepat untuk mendampingi gue. Meski sudah om-om, dia keren dan ganteng trus tajir lagi! Adakah perpaduan yang lebih dashyat dari itu?
"Jadi lo udah yakin menyerahkan virgin lo buat Om?" tanya Rae memastikan.
"Hmm iya, sepertinya gitu sih," ucap gue sok yakin. Padahal asli gue gugup, sampai menggigit kuku saking groginya.
"Rae, udah gak usah ditanyain lagi! Lo bikin Luna bingung saja!" tegur Cyndi.
Cyndi mengangkat gelasnya dan mengajak toss. "Toss buat Luna yang menjadi jalang tulen!"
Anjrit. Apa begini caranya menyemangati orang? Gue cuma bisa tersenyum masam.
Ddrrrttt ... drtttt ... Ponsel gue berdering dan tampak nama Om di layarnya.
"s**t! Si Om telpon! Gue gak mau menyambut! Gimana nih?!" seru gue gugup. Gue khawatir kalau menerima telponnya, keteguhan hati gue bakal berkurang.
"Kirim pesan saja. Beres kan?" sahut Cyndi enteng.
Oh iya betul juga. Gue reject panggilan telpon Om. Lalu Cyndi mengirim pesan ke ponsel Om, mewakili gue.
Om, kita pingitan dulu ya sebelum malam pertama. Jadi jangan telp lagi. Habis ini, hape gue matiin!
Njir, laknat betul pesan gue, eh pesan yang dibuat Cyndi.
"Eh, kok betulan lo matiin hape gue!" protes gue.
"Iyalah, biar Om makin penasaran!" Cyndi mengedipkan mata seperti wanita jalang. Bukan seperti, dia memang wanita jalang.
"Pssttt, ngapain tuh Cleo menghampiri kita?" cetus Rae heran.
Kami sedang berada di cafe kampus, dan sial benar melihat kemunculan si jalang Cleo disini. Pasti dia mau cari gara-gara! Dia tersenyum manis didepan kami dengan sikap sok polosnya.
"Kalian sedang merayakan apa? Pakai toss segala!" sapanya ramah.
"Bukan urusan lo!" ketus Cyndi.
Cleo mengacuhkan kekasaran Cyndi, dia menatap gue licik.
"Gue rasa ini untuk merayakan kejalangan Luna. Sekarang lo bukan cuma sekedar cewek matre setengah-setengah kan? Lo sudah menjadi simpanan om-om! Dasar p***k!" cibir Cleo.
Cyndi sudah gatal ingin mencakarnya kalau gak dihalangin Rae. Sedang gue hanya termangu. Tahu darimana si jalang Cleo tentang masalah ini?! Apa dia pernah mendengar percakapan kami? Ah, bodo! Gue gak peduli anggapannya, sebab itu memang kenyataan.
Gue memang p***k, mulai malam ini.
==== >(*~*)
Seharusnya gue siap menanti kedatangan si Om. Sengaja hari ini gue mandi sebersih mungkin, bela-belain pakai masker dan luluran. Kayak ambil paket perawatan calon pengantin saja.
Malam ini gue mengenakan lingerie seksi dengan dandanan soft namun sensual. Tak lupa parfum Estee Lauder dengan wangi bunga yang lembut telah gue semprotkan dibelakang telinga dan cerukan leher gue. Menurut Cyndi itu bisa merangsang pria yang b******u dengan kita.
Seharusnya gue telah siap menerimanya. Tapi ternyata mental gue yang belum siap. Gue teringat ucapan Cyndi yang terakhir.
Bila lo merasa gak pede melakukannya, jurus terakhir adalah minum obat perangsang!
Gilak! Apa gue harus melakukan itu? Gue masih mempertimbangkannya saat ada sms masuk ke nomor gue. Astaga, gue sengaja mematikan smartphone gue. Ternyata Om mengabari via sms ke hape jadul gue.
Otw. Setengah jam lagi sampai. Jangan tidur dulu!
Dih, tumben sms Om kurang greget gini. Kaku. Masa iya Om juga grogi? Hadeh, gue jadi tambah grogi. Sepertinya gue harus minum obat perangsang pemberian Cyndi. Sebentar lagi Om bakal datang. Akhirnya gue nekat meminum obat laknat itu. Sialnya, ternyata Cyndi memberikan yang dosis tinggi. Sebentar kemudian gue merasa gerah. Jantung gue berdebur kencang. Tubuh gue terasa panas. Trus terasa gatal di bagian-bagian sensitif tubuh gue.
Shit! Mengapa sensasinya seperti ini?! Tahu begini gue gak bakal meminum obat k*****t itu. Gue tersiksa sendiri. Mana Om belum datang lagi! Terpaksa gue menyentuh diri sendiri untuk memuaskan birahi gue yang meluap-luap ini.
Ting .. tong ..
Gue melonjak kaget saat ada yang memencet bel apartemen gue. Akhirnya Om datang juga! Buru-buru gue membuka pintu dengan wajah merah karena terbuai nafsu.
"Om, kok lama sih?! Luna udah gak tahan nih!"
Gue melongo ketika tahu yang didepan pintu adalah si supir kampreto.
"Kecewa? Lo mengharap yang datang Bos untuk memuaskan lo?!" cibir Rafa, si supir kampreto itu, dengan tatapan mencemooh menelusuri tubuh gue.
Sial, gue lupa. Gue hanya memakai lingerie seksi. Bukannya malu dan buruan menutupi tubuh semi telanjang gue, gue malah berdiri menantang mempersilahkan tatapan panas cowok b******k itu mengembara ke sekujur tubuh gue. Rasanya urat malu gue dah putus ditelan obat perangsang laknat itu.
"Mana Om?" tanya gue gusar.
"Dia ada urusan bisnis keluar kota. Apa Bos gak kasih tahu lo?"
Mungkin sudah. Beberapa kali Om mencoba menghubungi gue, tapi gue reject.
"Tapi tadi dia kirim sms kalau mau datang."
"Itu gue yang kirim sms."
Jadi sms yang gue kira dari Om ternyata si kampreto itu yang mengirim.
“Lo tahu darimana nomor hape gue?!"
Benar juga. Om saja gak tahu nomor hape jadul gue!
"Lo yang memberi, lupa? Saat minta dibayarin sepatu emas itu."
Masa iya gue memberinya nomor hape jadul gue? Mengapa gue jadi pikun?
"Pokoknya tugas gue telah selesai. Bye!" Dia melambaikan tangannya didepan gue.
Tiba-tiba gue tersadar. Tak ada Om, lalu bagaimana dengan nafsu gue yang sedang meluap-luap ini? Gue tak akan puas bermain solo doang! Rasanya tersiksa sekali! Dan sepertinya akal sehat gue telah melayang jauh terbang tinggi. Gue tak bisa membiarkan cowok kampreto ini pergi begitu saja! Enak saja, dia harus memuaskan gue dulu!
Akhirnya gue nekat menarik tubuh si supir kampreto dan membawanya masuk ke apartemen. Mata Rafael membelalak kaget.
"What the ..."
Makiannya gue bungkam dengan ciuman panas bibir gue. Dia terhenyak, kesempatan itu gue pakai untuk menutup pintu apartemen dengan kaki gue. Tangan gue sibuk membuka baju si supir kampreto. Dia berusaha menahannya, tapi entah mendapat kekuatan darimana, gue terus melakukannya. Hingga gue berhasil membuat Rafael telanjang d**a. Gue melepas ciuman gue, si supir kampreto menatap gue tajam.
"Lo berniat memperkosa gue?" tanyanya ketus.
Astaga, mulut orang ini memang pedas sekali! Tapi tubuhnya bodygoal habis! Seksi. Gue mengelus dadanya yang bidang dan napasnya jadi tercekat. Tangannya mengangkat tangan gue. Bisa gue lihat mata Rafael mulai berkabut.
"Jalang!" makinya geram.
"Biarin," balas gue cuek.
Tanpa peduli sikap ketusnya, gue malah tertarik untuk menjilat putingnya, dan gue betul-betul melakukannya!
==== >(*~*)
Rafael pov
Cewek jalang itu menjilat d**a gue hingga tak sadar gue melenguh nikmat. Sial. Lidahnya terasa hangat dan jilatannya maut!
"b***h!"
Gue menjambak rambutnya gemas. Tapi bukannya berusaha menjauhkannya dari d**a gue, gue malah menekan kepala cewek jalang itu ke d**a gue. s**t! Gue mulai terangsang. Yah, bagaimanapun gue ini cowok normal. Digoda cewek seksi seperti ini tentu membuat libido gue bangkit seketika.
"Touch me ..." Cewek jalang itu berbisik dengan suara serak-serak basah sambil menjilat telinga gue.
Kampret! Ternyata gue sensitif di bagian situ. Gue sudah kehilangan akal sehat gue.
Bretttt!!
Gue robek lingerienya. Kini dia telanjang bulat didepan gue. OMG. Tubuhnya seksi sekali. Dia terlihat sangat menggiurkan. Gue tak bisa menahan diri lagi. Gue grepe-grepein tubuhnya sambil menciumnya panas.
Aduh ternyata cewek ini jenis yang berisik kalau bercinta. Mestinya gue gak suka, tapi kenapa suara yang dia keluarkan justru membuat hasrat gue semakin melambung?
Sial. Ini baru pertama kali gue melakukannya. Apa gue harus melepas keperjakaan gue untuk cewek matre ini? Dia murahan dan jalang! Gue benci cewek sepertinya.. Sementara gue duduk di lantai dan mempertimbangkan semua itu, mendadak cewek itu berjongkok didepan gue dan menyatukan diri kami.
"Auwwwwww!! Sakitttt!" Dia menjerit histeris menahan sakit.
Gue menatapnya nyaris tak percaya. Oh. My. God. Dia masih perawan! Tadinya, sebelum dia nekat menduduki gue. Wanita jalang ini telah menyerahkan keperawanannya pada gue sekaligus merebut keperjakaan gue!
Gue gak tahu mesti tertawa atau memaki. Gue cuma bengong menatapnya yang sedang meringis dan menangis sekaligus merasa nikmat.
Astaga, gue ini cowok, men. Gue gak bisa diam saja saat diperkosa oleh jalang ini! Akhirnya gue mulai menggerakkan pinggul gue. Percintaan kami yang sangat liar dan buas pun dimulai.
==== >(*~*)
Bersambung