Andai saja waktu bisa berhenti detik ini juga, maka hal pertama yang dilakukan Berto adalah merengkuh Varizen dalam kungkungannya. Namun, Tuhan masih memberi nasib buruk yang terus terulang saat mereka berdua saling berdekatan.
Pengganggu yang tidak diharapkan hadir ditengah mereka. Padahal, Berto sangat senang saat beberapa menit telah berlalu tidak ada orang yang menjadi penengah. Dan sekarang, ada orang yang tidak diundang muncul. Siapa lagi kalau bukan Felisia. Ia datang menghampiri mobil suaminya dan langsung masuk ke dalam mobil begitu saja.
Tentunya, wanita itu melihat bahwa Varizen tengah memegang tangan Berto. Gadis itu pun merasa bersalah dan memilih pergi begitu saja.
“Ada apa?” tanya Felisia sambil menatap Berto yang terus melihat kea rah Varizen, “Jangan bermain api dengan Varizen, Sayang,” peringatnya dengan tingkah manja dan bergelayut di lengan Berto.
Pria itu menoleh, “Tentu saja tidak, dia hanya meminta bantuanku untuk temannya,” dusta Bero tersenyum menyeringai dengan aura gelap. Sudah sekian kalinya, acar berduaan mesra digagalkan oleh Felisia. Jika ini terulang kembali, ia akan bertindak memberi pencegahan.
“Aku lelah… mau istirahat,” pamit Berto, melonggarkan dasi dan meninggalkan Felisia sendirian. Wanita itu sangat kesal lalu berjalan cepat menuju kamar Varizen. Entah perasaan dihati seperti terbakar dan membara.
“Varizen,” teriak Felisia sambil mendobrak pintu dengan keras sehingga mengagetkan gadis yang berada didalam ruangan itu.
“Ada apa, Bu?” tanya Varizen, menoleh dan menatap Felisia yang sedang menahan amarahnya. Wanita itu mendekat, “Kenapa kau selalu dekat dengan ayahmu?” tanyanya dengan penasaran.
“Aku hanya bersikap baik untuk bertahan,” jawab Varizen dengan cepat. Bukankah Felisia sendiri yang memintanya untuk bertahan? Lantas, kenapa dia seperti marah terhadapnya?
“Ibu menyukainya,” celetuk gadis itu tiba-tiba membuat Felisia tersentak kaget, ‘Omong kosong! Kita akan pergi dari sini setelah semuanya beres. Varizen mengerutkan dahi, menatap wanita itu dengan penuh selidik. Wajahnya tergambar jelas ada sebuah rasa cinta untuk Berto.
“Jika Ibu menyukainya, kita hentikan saja semuanya. Biarkan aku yang pergi dari rumah ini,” final Varizen, melihat reaksi dari Felisia. Wanita itu menggeleng, “Cinta bagiku hanyalah penderitaan yang tidak berujung, Varizen. Aku akan terus melanjutkannya. Dan kau, bertahanlah sebisa mungkin,” jawab wanita itu dingin.
Tidak ada lagi cinta yang tumbuh dihati Felisia karena hanya penderittaan yang diterima olehnya. Untyk mengakhiri semua itu,ia harus memiliki kuasa penuh, mengendalikan kepemilikan dari harta Berto.
“Bu… bisakah kau berhenti…?” tanya Varizen sambil memegang tangan Felisia. Gadis itu sangat khawatir dengan keselamatan ibunya. Terlebih lagi, Berto bukan orang yang mudah untuk disinggung.
“Dengar… hanya sebentar lagi,” jawab Felisia masih yakin dengan semua usahanya. Tahukan dia bahwa semua yang direncanakan sudah dipupus oleh Berto? Jawabnnya belum, wanita tersebut masih memiliki percaya diri yang tinggi.
Sementara Berto, kini dengan bangga duduk disinggasana ruangan pribadi melihat hasil kerja keras milik Felisia. Sungguh wanita yang sangat bodoh, pikir pria itu sambil meneguk anggur yang ada di gelas kaca.
“Biarkan dia diatas awan dulu,” kata Berto dengan mata memicing, melirik ke arah Jonny yang berdiri tidak jauh darinya. “Setelah jalang itu kalah, kita tinggal mengeksekusinya.”
Dahi Jonny berkerut, memikirkan sebuah cara untuk membuat Varizen bebas dari dunia Berto. Ia harus bertindak secepat kilat membentengi bosnya. “Saya akan melakukan perintah Anda, Tuan.”
Berto tersenyum puas lalu berdiri membelakangi Jonny. “Aku harus segera menikahinya, Jon.” Pria tersebut sedikit tersentak, lalu mengepalkan tangannya kuat. Selama ini, ia menuruti semua perintah darinya. Akan tetapi, tidak untuk kali ini.
‘Nona harus cepat dibawa pergi, menjauh dari Tuan,’ batin Jonny. ia tak mau kalau Berto terbelenggu dengan cinta yang tak berbalas seperti ini, meskipun menikahi gadis itu.
Jonny pamit undur diri untuk menyusun rencana secepat mungkin. Apabila rencana ini berhasil, maka Berto akan berubah menjadi pria yang dulu. Dengan langkah yang terburu-buru, pria itu berjalan menuju kamar Jonathan. Ia menoleh ke sana ke mari melihat situasi sekitar.
Ketika hendak mengetuk pintu, pemilik ruangan membuka pintu terlebih dahulu, “Ada apa?” tanya Jonathan sambil mempersilahkannya masuk, “Bukankah pembicaraan kita sudah selesai?”
Jonny mengambil nafas panjang, lalu menghembuskan perlahan, “Bisakah saya membicarakan sesuatu yang pribadi kepada Anda?” Jonathan memicingkan mata, “Jika kau ketahuan, maka nyawamu yang dipertaruhkan?” jawabnya sambil melirik ke arah Jonathan. Berto bukan orang yang mudah untuk dikhianati, sekecil biji padipun dia tahu. Pria tersebut seakan mempunyai mata dibelakang kepala.
“Tapi, saya tidak ingin beliau seperti ini terus,” keluh Jonny berharap Jonathan mau membantunya.
“Katakan!” perintah Jonathan sambil duduk di sofa, “Tolong… bawa Nona keluar dari tempat ini,” jawab Jonny dengan cepat sampai membuat pria yang duduk itu kaget bukan main. Ia sedikit tersentak mendengar perkataan sang pengawal.
“Apakah aku tidak salah dengar?” tanya Jonathan dengna cepat, berharap bukan mimpi. Jonny mengangguk, “Karena Tuan mencintai Nona.” Tidak ada kebohongan dimata pria itu ketika menjawab pertanyaan darinya.
Jonathan tahu kalau Berto sangat mencintai Varizen, karena ia sendiri juga memiliki rasa yang sama. Dengan mudah, pria itu bisa melihat dari ekspresi, tindakan dan matanya.
“Aku akan membawanya pergi jika waktunya sudah tiba,” ujar Jonathan penuh semangat. Meskipun mereka dikubu yang berbeda, kali ini tujuannya sama, membawa pergi Varizen dari neraka megah ini.
“Terimakasih, saya undur diri terlebih dahulu,” pamit Jonathan sambil membungkuk hormat. Pria itu mulai melangkahkan kaki keluar dari ruangan Jonathan. Selanjutnya, ia akan datang ke ruangan Sonara.
Saat hendak menuju ke ruangan Sonara, Jonathan melihat Felisia keluar dari kamar Varizen. Pria itu kemudian bersembunyi di balik pilar besar penyangga rumah. Ia melihat wanita itu sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
“Apakah benar semua berjalan sesuai dengan rencana kita?” tanya Felisia dengan berseri, “Bagus… kita lanjutkan akuisisinya.” Wanita itu tersenyum puas lalu menutup ponselnya. Ia berjalan diiringi dengan nyanyian kecil.
Jonny hanya menatap tajam ke arah Felisia yang terus berjalan meninggalkan tempat itu. Ia kemudian keluar dari persembunyiaannya untuk menuju ke ruangan Sonara. Dari jauh, pria tersebut melihat wanita yang dicari sedang membawa keranjang baju kotor. Langkahnya pun dipercepat dan segera mencekal tangan sonara lalu menyeretnya ke tempat sepi.
“Ada apa?” tanya Sonara cemas. Matanya menoleh ke sekitar tempat mereka berdiri, “Jangan bertindak gegabah, jika kau tertangkap kamera pengawas, Tuan bisa langsung menebasmu.”
Jonny melepas cekalan dari tangan Sonara. “Jika aku bertindak konyol, apakah kau akan membantuku?” tanyanya sedikit mendekat. Wanita itu mendorong d**a pria tersebut.
“Asalkan tindakanmu tidak merugikanku,” jawab Sonara lembut membuat Jonny terkekeh. “Inilah yang aku sukai darimu, meskipun perbedaan umur kita terlalu jauh.”
Sonara memukul kepala Jonny dengan keras sehingga pria itu kesakitan, “Uouhhh… sakit sekali! Kau mau membunuhku?” seru Jonathan sambil meneglus bekas pukulan dari wanita itu.
“Dengar… kau sudah aku anggap adikku sendiri. Jadi, segala sesuatu yang kau lakukan, aku akan mendukungmu.” Perlu diketahui, mereka berdua besar di panti asuhan. Kebersamaan dari kecil tersebut membuat keduanya dekat.
“Jadi, apa rencanamu?” tanya Sonara tanpa basa-basi membuat Jonathan tersenyum senang
Bersambung