Bab 5: Ingin Putus?

1411 Kata
*** Setelah menghabiskan waktu sekitar 15 menit dari club, Nathan tiba di apartemen Mary. Setelah memarkirkan mobilnya di basement, Nathan keluar dengan langkah terburu-buru menuju lift yang akan membawanya ke lantai tempat unit apartemen kekasihnya berada. Setelah tiba di depan lift, Nathan masuk dan menekan tombol. Pintu lift tertutup rapat, dan beberapa detik kemudian, lift mulai bergerak naik ke lantai yang dituju. Ting! Setelah beberapa saat, lift berbunyi, dan pada saat yang sama, pintu terbuka lebar. Nathan melangkah keluar dari lift menuju unit apartemen Mary. Dengan perasaan berdebar, Nathan kini berdiri di depan pintu apartemen. Ia mengangkat tangan hendak menekan bel, tetapi tiba-tiba ia mengurungkan niatnya. Sudah hampir jam 1 dini hari, dan jika Mary ternyata baik-baik saja dan tertidur, bunyi bel tentu akan mengganggu tidurnya. ‘Sebaiknya aku langsung masuk saja,’ pikir Nathan, lalu ia membuka pintu tersebut dengan mudah. Mary sendiri yang memberikan akses masuk ke apartemennya, sehingga hal ini memudahkan Nathan. Ia melangkah masuk dengan ringan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan menemukan suasana apartemen yang sepi dan sunyi. 'Mungkinkah dia sudah tidur di kamarnya?' bisiknya dalam hati, bertanya-tanya tentang keberadaan kekasihnya. Pencahayaan di ruang tengah tak begitu terang, karena lampu utama mati, hanya tersisa lampu kecil sebagai penerang, membuat suasana sedikit remang-remang. Setelah mempertimbangkan sejenak, Nathan melanjutkan langkahnya menuju kamar utama, yaitu kamar Mary. Ia berdiri di depan pintu kamar, mengangkat tangan dan menggenggam tuas pintu dengan ragu, lalu menekan pelan dan mendorongnya. Nathan mendesah lega dalam hati karena ternyata pintu ini tidak terkunci. Ia melangkah masuk, membiarkan pintu sedikit terbuka, dan kini ia berhenti tepat di tengah-tengah ruangan. Kamar tersebut cenderung gelap, hanya tersisa satu lampu tidur yang berada di atas nakas samping ranjang. Pandangan Nathan kini terpaku pada ranjang berukuran king size, menatap lekat sosok cantik yang berbaring miring membelakanginya. Tubuh molek itu terbungkus selimut tebal berwarna putih. Nathan mendesah lega, ‘Syukurlah, ternyata kamu baik-baik saja,’ batinnya refleks. Ia meyakini bahwa kekasihnya dalam keadaan baik, meskipun belum memastikan langsung; setidaknya saat ini ia bisa melihat sosok Mary di depannya. Nathan kemudian melangkah menuju ranjang. Sebelum naik ke atas tempat tidur, ia membuka sepatu dan perlahan mengambil posisi di belakang tubuh Mary. Di luar dugaan, wanita itu menyadari kehadirannya, namun reaksi yang ditunjukkan membuat Nathan terkejut. Mary terlonjak kaget dan memekik histeris. "Sayang, hey...! Ini aku, Nathan," dengan sigap Nathan meraih kedua pergelangan tangan Mary ketika wanita itu berusaha membuat perlawanan dengan menyerang dirinya. Ia mencekal tangan Mary dengan lembut, menatap cemas, sementara Mary menatapnya dengan penuh ketakutan. "Sayang, apa yang terjadi?" perlahan Nathan mencoba membebaskan tangan Mary dari cekalannya. Meskipun pencahayaan kamar sangat minim, ia bisa melihat jelas keringat yang muncul di sekitar pelipis Mary. "Nathan?" Mary bergumam lirih, suaranya terdengar bergetar. "Ya, ini aku, sayang," jawab Nathan lembut, mengelap keringat di kening Mary dengan tangannya. "Maaf jika kehadiranku mengagetkanmu." Di sisi lain, Mary menatap wajah tampan kekasihnya dengan mata berkaca-kaca. Mungkin Nathan tidak menyadarinya karena kendala cahaya. Detik berikutnya, Mary memeluk Nathan dengan erat, menempelkan wajahnya di d**a bidang pria itu. Nathan menyambutnya dan membalas pelukan Mary. Ia mengecup lembut atas kepala kekasihnya. Di sisi lain, Mary tidak mengatakan sepatah kata pun; wanita itu hanya diam membisu, memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. Matanya tertutup rapat, menikmati kehangatan dalam dekapan pria itu. Setelah beberapa menit dalam keheningan, Nathan perlahan mengurai pelukan dari Mary dan menangkup wajah wanita itu dengan kedua tangannya. "Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Nathan dengan suara pelan, menatap wajah Mary di tengah pencahayaan yang minim. Mary tidak menjawab, hanya membalas tatapan lekat kekasihnya. Rasanya ia ingin berteriak, ingin mengadukan semua yang ia alami kepada Nathan. Namun, lidahnya terasa kelu, seolah ada yang menghalangi suaranya. "Kamu sakit?" tanya Nathan lagi setelah pertanyaan pertamanya tak juga dijawab oleh Mary. Kali ini, wanita itu menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Aku mencemaskanmu sejak kemarin. Aku mengirimkan pesan padamu dan menghubungimu berulang kali. Tapi tak satupun pesan atau panggilan teleponku kamu respon, dan itu membuatku sangat khawatir," Nathan melanjutkan, mendekatkan wajahnya. Ia mengecup lembut kening Mary, lalu turun untuk menjangkau bibir kenyal wanita itu. Ia mengucap singkat sebelum kemudian mengulum dengan lembut. Sentuhan itu seketika membuat tubuh Mary bergetar dan berkeringat. Dengan mata tertutup rapat, ia berusaha melawan rasa takutnya dengan membiarkan Nathan mengulum dan melumat bibirnya. Padahal, sentuhan seperti ini sudah sering dilakukan pria itu padanya, namun kali ini membuat Mary merasa ketakutan. Bayang-bayang sentuhan kasar dari Victor menghantui pikirannya, sehingga ia tak berani menggerakkan bibirnya, sekadar untuk membalas ciuman kekasihnya. Ia hanya diam, pasrah di tengah tubuhnya yang bergetar, berjuang melawan rasa takut yang menyelimutinya. Setelah beberapa saat, Nathan menyudahi ciuman itu dan melepaskan bibir Mary dari kulumannya. Ia menarik diri, menjauhkan wajahnya dari Mary. Ibu jarinya mengusap bibir kenyal wanita itu dengan lembut, menghapus jejak saliva yang tertinggal di sana. "Tolong katakan padaku apa yang sudah terjadi padamu," tanya Nathan, menangkup wajah Mary dan menatapnya dengan penuh harap. Mary hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Itu satu-satunya hal yang sanggup dilakukannya. Di sisi lain, Nathan merasa tidak percaya bahwa kekasihnya baik-baik saja. Ia merasakan ketakutan yang mendalam dalam diri Mary, bahkan ciuman yang baru saja mereka bagi tak dibalas sedikit pun oleh wanita itu, sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Setelah keheningan yang menegangkan, Mary menelan saliva berulang kali tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. Setelah memantapkan hatinya, ia pun berkata dengan lirih, "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku ingin kita putus." Deg! Nathan terdiam, mendengarkan ungkapan wanita itu dengan seksama. "Mulai malam ini, aku membebaskanmu. Pergilah dan..." Mary tak dapat melanjutkan kalimatnya karena Nathan memotong dengan cepat. "Mary, sudahlah... Jangan diteruskan lagi. Aku tahu apa yang kamu ucapkan barusan tidak bersungguh-sungguh. Keinginan itu bukan dari hatimu," ucap Nathan, menolak keinginan wanita itu. "Nathan, aku..." Nathan kembali memotong, "Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi padamu sampai kau bisa berkata seperti ini. Ini bukan lelucon, Mary. Aku sangat lelah. Seharian aku di luar kota menyelesaikan pekerjaanku, meski pikiranku kacau karena memikirkanmu. Setelah kembali, aku langsung mencarimu untuk memastikan kau baik-baik saja. Dan sekarang... aku mohon hentikan semua ini. Ini bukan lelucon. Oke?" "Tapi apa yang aku katakan ini serius, Nathan. Aku tidak bercanda, dan aku bersungguh-sungguh ingin hubungan kita berakhir. Aku tidak bisa melanjutkannya lagi," ucap Mary lirih, air mata mengalir di pipinya. Sejenak, Nathan terdiam, menarik pandangannya dari Mary. Pria itu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berusaha mengontrol emosinya agar tidak melukai perasaan wanita itu dengan membentak. "Apakah aku berbuat kesalahan? Apakah ada kesalahan fatal yang ... aku lakukan sehingga kau memperlakukanku seperti ini?" tanya Nathan, beralih menatap Mary dengan perasaan yang teramat sesak. Mary menggelengkan kepala. "Tidak. Kamu tidak melakukan apapun," jawabnya. "Kalau begitu, apa alasanmu ingin hubungan kita berakhir? Apa alasanmu ingin aku pergi, sedangkan aku sendiri tidak melakukan kesalahan apapun yang membuatmu kecewa dan terluka?" Nathan jeda sejenak sebelum melanjutkan, "Apakah kau bosan dengan hubungan ini?" Mary menggelengkan kepala, diiringi isak tangis. "Terus kenapa? Kenapa kamu ingin mengakhirinya? Mary, apakah kau pikir perasaanku padamu main-main? Kau tidak percaya kalau aku sungguh mencintaimu?" "Aku percaya ... Tapi maaf, aku tidak bisa melanjutkan," jawab Mary, suaranya bergetar. Nathan mengangkat kedua tangan; membingkai wajah Mary. Menatap frustasi wanita itu. "Sayang, aku butuh alasan yang masuk akal kenapa kamu tidak bisa melanjutkannya. Aku tidak bisa menerima keputusanmu begitu saja tanpa tahu alasan di baliknya. Tolong katakan dengan jujur, kenapa kamu ingin kita menyudahi hubungan ini?" tanya Nathan dengan nada penuh harap. "Karena aku merasa ... aku tidak pantas bersanding denganmu. Kamu berhak mendapatkan wanita yang jauh lebih baik," ucap Mary, suaranya bergetar. "Dan wanita itu adalah kamu," sahut Nathan dengan suara mantap. "Ini hidupku, dan hanya aku yang berhak menentukan siapa yang pantas dan tidak pantas mendampingiku. Bahkan kamu sendiri tidak berhak menilai bahwa aku tidak pantas didampingi olehmu." Mary menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa. Maaf," ucapnya lirih. Menjauhkan tangannya dari wajah Mary, Nathan kembali menarik pandangannya dari wanita itu, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, berusaha mengusir rasa sesak yang menghimpit dadanya. Detik berikutnya, ia mengangguk pelan. "Sudah larut malam, sebaiknya kamu istirahat. Aku tahu kamu sangat lelah, dan kita anggap obrolan tadi tidak pernah terjadi. Kita anggap semuanya baik-baik saja. Semoga setelah kamu bangun nanti, suasana hatimu jauh lebih baik dari sekarang," ucap Nathan. Sebelum meninggalkan ruangan, ia mengecup lembut kening Mary serta bibir wanita itu. Dengan perasaan campur aduk, Nathan melangkah keluar dari kamar dan menuju dapur. Tiba di dapur, ia mengambil gelas, mengisi penuh dengan air dingin dari dispenser, lalu meneguk cairan bening itu sampai habis, berusaha menenangkan dirinya. ‘Apa yang sudah terjadi padanya?’ Batin Nathan bertanya-tanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN