Chapter 9

581 Kata
Author POV "Papa aku akan mengurus mereka." Ucap Daniel datar kepada Aryadi yang tengah berdiri di depan kursi. "Aku akan keluar." Aryadi langsung melangkah pergi, dia sangat mempercayai Daniel jika anak semata wayangnya itu mampu memberikan efek jera pada keduanya. "Hanya ada dua pilihan untuk kalian berdua, mengembalikan uang itu atau kalian berdua dipenjara." Ucap Daniel setelah dipastikan Papanya keluar dari ruangan itu. "Be..ri ka..mi waktu Niel, kami akan men..gembalikan uangnya." Ucap Dito pegawai satunya dengan gugup. "Berapa lama? Satu minggu tiga hari atau satu hari?" Tanya Daniel memberi pilihan. "Beri kami waktu dua minggu." Kini Vero memberi jawaban. "Cih ! kau tidak dengar! tidak ada opsi dua minggu hanya ada satu minggu!" Umpat Daniel geram dengan jawaban Vero. "Baik kami akan mengembalikan uangnya dalam satu minggu." Dito menjawab. "Jika tidak?" "Terserah denganmu Niel." Balas Vero lirih. "Tentu saja memenjarakan temanku yang tidak punya rasa balas budi sedikit pun ini." Daniel menyeringai dan menepuk bahu Vero pelan. Vero terperanjat merasa takut, takut jika Daniel kelepasan dan kembali lagi dengan sifatnya yang dulu. Sesuka hati melayangkan pukulan pada seseorang yang membuatnya marah. "Maafkan kami." Ucap Dito lirih. "Tentu kalian dimaafkan, setelah uang kami kembali!" Daniel memegang dagu Dito dan memaksakan lelaki itu untuk menatapnya. Menghadiahi lelaki itu dengan tatapan mata tajam. Mau atau tidak Dito tetap memaksa untuk membalas tatapan Daniel. "Aku tidak habis pikir dengan kalian berdua!" Daniel mengetatkan rahangnya keras. "Kami bodoh telah mempercayai kalian berdua." Daniel tertawa sumbang. "b******k!" Daniel melepaskan cekalannya pada dagu Dito dengan cepat. Dan detik kemudian menggebrak meja dibelakangnya penuh emosi, dengan napasnya naik turun. Vero dan Dito terperanjat kaget. Daniel menuju kelantai dua setelah sesi ancamannya pada kedua mantan pegawainya sekaligus mantan temannya. Dia hanya ingin melepas perasaan kacaunya di sebuah ruangan khusus yang biasa digunakan keluarganya untuk istirahat. Disana ada sebuah ranjang berukuran sedang, sofa kecil laci dipojok ruangan, televisi dan kamar mandi. Dan jangan lupakan balkon kecil disisi ranjang. Ruangan ini telah didesain layaknya sebuah kamar tidur. Daniel membuka laci dan mengambil satu putung rokok yang dia simpan tempo hari beserta pematiknya. Berjalan kearah balkon dan mulai menyalakan rokoknya. Asap mulai mengepul melewati mulut dan lubang hidungnya. Jari telunjuk dan tengah mengapit erat putung rokok yang mengeluarkan asap kecil. Dia masukkan kedalam mulutnya lagi dan hembusan napasnya sukses membuat kepulan asap membumbung tinggi diudara. Salah satu kebiasaan buruknya yang hingga saat ini belum bisa Daniel hilangkan. Jika minum bermain-main dengan wanita, dan berkelahi sudah membuatnya muak dan kapok. Namun kebiasaan satu ini semakin membuatnya ketagihan. Kepulan asap itu dia ibaratkan dengan perasaannya sekarang. Semakin hilang asap itu tertiup angin maka perasaan kacaunya ikut hilang terbawa asap tadi. Maka dari itu dia menyukai hal satu ini meskipun dia tahu betul efek buruk mengonsumsi rokok. Yang dia inginkan sekarang adalah perasaan kacaunya hilang walaupun sejenak. Daniel membuang putung rokok ditangannya ketika sebuah deringan ponsel disaku menyadarkannya. Dilayar ponselnya tertera nama my wife, Daniel menepuk dahinya pelan. Saking kacaunya dia sampai melupakan keberadaan istrinya jangankan melupakan istrinya, statusnya yang sudah berganti saja dia lupa. "Assalamualaikum sayang?" Sapa Daniel lebih dulu. "Waalaikumsalam." Dari seberang Lydia menjawab dengan nada datar. "Maaf mas belum bisa telepon tadi." "Iya" "Ada apa telepon Mas?" "Cuman mau nanya kapan pulang? aku bakalan nggak dirumah sampe isya nanti." "Loh mau kemana?" "Aku mau kerumah nenek." "Kok nggak ajak-ajak Mas." "Maskan masih sibuk." "Ya karena tadi..." Daniel menggantungkan ucapannya masih belum siap memberi tahu masalah ini pada Lydia. "Udah dulu ya, Assalamualaikum." Lydia buru-buru mematikan sambungan teleponnya. Daniel hanya mampu menghembuskan napas kecewa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN