Part 04

1512 Kata
Warung Mpok Lela “Eh bu ibu, tahu kan bayi yang waktu itu ada di depan rumahnya si Mas ganteng? Kayaknya bener loh anaknya si Mas ganteng,” ucap seorang wanita paruh baya. “Loh kon bisa? Kan si Mas ganteng belum nikah?” “Mungkin dia sebenarnya udah nikah, Jenk. Tapi kitanya saja yang ngga tahu.” Salah seorang ibu berkerudung kuning mencoba membela. “Ngga mungkin. Saya saking keponya sampai datangin rumahnya Pak RW buat lihat data. Di KTPnya single kok. Kalau pun nikah, dia pasti mengundang kita kita, iya kan.” “Iya juga ya.” “Jangan-jangan bener kata orang-orang. Si Mas ganteng punya anak haram!” “Ya alla, Bu Mirta! Jangan suudzon ah! Ngga baik.” Si ibu kerudung kuning kembali membela. “Bukan suudzon, Bu Rotua. Anak anak jaman sekarang kan kayak gitu. Di depan kita yang tua tua kelihatan baik dan sopan tapi dibelakang kita urakan. Bisa jadi si bayi yang kita temuin itu beneran anak si Mas ganteng sama pacarnya.” Sang provokator berhasil membuat ibu-ibu termakan omongannya. Mereka marah karena di kompleks rumah mereka ada warga yang kumpul kebo bahkan sudah memiliki anak. Warga akan segera melaporkan hal ini ke RT dan RW setempat. Mereka berbondong-bondong mendatangi rumah pak RW untuk melaporkan hal itu yang dianggap sudah mencoreng citra baik kompleks perumahan mereka. Warga meminta Daniel untuk diusir dari sana tapi Pak RW menegaskan bahwa tidak segampang itu apalagi menuduh tanpa ada bukti yang jelas. “Pak RW ini gimana sih! Ngga ada bukti apanya?! Bayi itu adalah bukti dari hasil kumpul kebo si Mas ganteng sama pacarnya. Butuh bukti apalagi sih Pak?!” seru Bu Romlah si pimpinan dari gerombolan ibu ibu. “Iya bener banget, Pak. Sudah usir aja si Mas gantengnya!” seru ibu ibu yang lain. “Tenang dulu, Ibu Ibu. Kita ngga bisa main hakim sendiri. Kita harus Tanya baik-baik Mas Danielnya. Kalau memang bermasalah kita akan menyarankan si Mas Daniel untuk segera menikahi kekasihnya biar fitnah tidak semakin melebar.” “Alah! Ngapain sih Pak repot-repot suruh nikah. Udah usir aja!” Pak Rw kembali mencoba membujuk warganya untuk sedikit bersabar. Permasalah ini memang sangat serius tapi tidak bisa diputuskan secara sepihak. Warga diminta untuk diam dan menunggu karena pihak RT dan Rw akan mengutamakan yang terbaik untuk kedua pihak. Meski masih mendumel, warga pun pergi meninggalkan rumah ketua RW dengan tertib. *** Hari itu, Celine pulang lebih cepat. Pekerjaannya di perpustakaan lebih cepat selesai karena hari ini ia kedatangan rekan baru yang membantu pekerjaannya. Ia tidak perlu pulang larut malam lagi karena ada yang membantunya. Celine tidak membawa kendaraannya ke kantor karena malas. Ia memilih naik angkutan umum saja. Angkutan umum yang membawanya berhenti di depan gerbang kompleks rumahnya. Setelah turun dari angkot dan membayar ongkosnya, Celine pun berjalan masuk. Ia disapa oleh satpam yang menjaga kompleksnya 24 jam. “Tumben naik angkot, neng. Ngga bawa kendaraan neng?” sapa Pak Toro satpam kepala. “Ngga Pak. Lagi males. Sengaja hari ini naik umum aja.” “Oalah, saya kira mobilnya masuk bengkel neng.” “Ngga pak. Allhamdulillah baik-baik saja mobilnya. Jaga malam Pak?” “Iya nih neng. Dua orang lagi saya suruh untuk patrol keliling.” “Oh gitu. Oh iya Pak ini ada sedikit camilan buat bapak bapak jaga malam.” Celine menyodorkan sebuah kardus berisi jajanan pasar yang sengaja ia beli sebelum pulang kerja. Pak Toro menerimanya dengan suka cita. “Waduh… makasih ya neng. Selalu ingat sama kami disini.” “Sama-sama Pak. Alhamdulillah saya ada rejeki yang bisa dibagikan kepada bapak.” “Alhamdulillah neng. Semoga semakin lancar rejekinya ya neng.” “Amin Pak. Mari saya tinggal dulu pak.” “Iy, monggo neng. Hati-hati dijalan.” Celine kembali melangkahkan kakinya menuju rumah. Efek jarang berolahraga, Celine merasa kakinya pegal sekali berjalan dari gerbang kompleks menuju rumahnya yang hanya berjarak 100 meter. Ia mempercepat langkahnya untuk segera tiba di rumah dan merebahkan diri. “Duh gue lupa!” ia menepok dahinya sendiri. “Hari ini kan gue tidur dirumah si kudanil buat jagain Noah. Ck, b**o!” Impiannya untuk bisa rebahan dengan tenang buyar. Daniel tadi siang menghubunginya kalau mala mini ia harus ke Surabaya menghadiri acara pernikahan temannya. Ia meminta dirinya untuk menginap dirumahnya sambil menjaga Noah. Jika berurusan dengan Noah, ia tidak mampu menolak. Bayi tampan itu terlalu sayang untuk ditolak. Saat akan berbelok ke rumahnya, Celine dicegat oleh dua orang tetangganya. Perasaan Celine tiba-tiba tidak enak karena melihat tatapan tetangganya yang tidak ramah. “Malam Bu Cokro dan Bu Wira. Ada apa nih malam-malam ke rumah saya?” sapa Celine. “Ngga usah sok akrab ya kamu! Jawab yang jujur. Bayi itu anaknya si Daniel kan?” “Iya bu. Memangnya kenapa?” “Bilangin ya sama temen kamu itu. Segera angkat kaki dari sini. Kami ngga sudi punya warga yang punya anak diluar nikah!” ucap Bu Cokro tegas. “Ganteng sih ganteng tapi kelakuannya kayak setan! Ngga nikah tahu tahu punya anak haram!” “Astagfirullah, Bu! Kok ibu ngomongnya kasar banget. Meskipun terlahir dari hubungan diluar pernikahan, ngga sepantasnya ibu ibu menghina Noah. Noah ngga salah apa-apa Bu. Dia hanya..” “Ngga usah belain dia ya kamu! Cukup bilang sama temen kamu itu untuk segera angkat kaki dari sini secepatnya sebelum kami para warga mengusir kalian berdua dari sini. Paham!” Bu Cokro dan Bu Wira segera meninggalkan Celine yang tampak syok setelah mendapat ancaman mereka. Melihat gelagat tetangganya itu, sepertinya mereka tidak main-main untuk mengusir dirinya dan Daniel dari sana. Celine buru-buru masuk kedalam rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah itu dia pergi ke rumah Daniel yang berada tepat disamping rumahnya. *** “Kemana dulu sih? Lama bener pulangnya.” Celine yang sedang menggendong Noah hanya tersenyum simpul. “Jam lima sore juga gue udah kelar gawean. Cuma tadi dijalan angkotnya ngetem mulu. Sebel gue!” “Elo ngga bawa mobil? Tumben?” “Lagi males aja. Ternyata keputusan gue ngga bawa kendaraan salah. Tahu gitu gue pesen ojol aja.” “Lagian sok sokan mau ngangkot” Daniel mencibir. “Udah makan belom? Gue udah bikin masakan tuh di dapur buat lo.” Celine mengembangkan senyumnya. “Ya ampun. Papa so sweet banget sih. Iya ngga Noah.” Bayi tampan itu ikut tersenyum lebar seakan mengerti ucapan Celine. “Makasih ya Papa. Papa Niel tahu aja kalau Onty Celine lagi laper.” “Berisik lo!” “Loph you, Papa Niel” goda Celine. Gadis itu berlari keluar kamar sebelum digebuk bantal oleh Daniel. Pria itu melanjutkan mempacking pakaiannya ke dalam koper. Setelah selesai, ia menggeret kopernya keluar dari kamar dan bersiap untuk pergi ke bandara. “Gue titip Noah ya.” Ucapnya sambil menggendong Noah sebelum berangkat. Celine hanya menganggukkann kepalanya. Mulutnya terlalu sibuk mengunyah pasta aglio olio buatan Daniel. “Jangan rewel ya selama aku pergi. Harus nurut sama Onty Celine. Be a good boy, oke.” Danile kembali mendudukkan Noah dikursinya. Ia mengecup pipi gembul Noah. Daniel merasakan perasaan seperti orang tua yang enggan berpisah dengan anaknya. Dan itulah yang ia rasakan saat ini. Apakah itu pertanda yang baik bahwa Daniel mulai menerima kehadiran Noah? Entahlah. Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. “Tadi ada perlu apa Ibu Ibu rempong nyamperin lo?” Celine mengangkat wajahnya. “heh?” “Itu… Tadi gue ngga sengaja lihat lo disamperin sama Bu Cokro dan Bu Wira dari jendela rumah. Mau ngapain mereka?” Tanya Daniel. “Gapapa. Nyapa doang.” Aku Celine berbohong. “Ngga mungkin nyapa mukanya kesel kayak gitu!” Celine tidak berani bilang apa yang terjadi. Menurutnya Daniel tidak perlu tahu masalah itu. Ada banyak masalah yang harus dipikirkan Daniel. Masalah itu bisa ia hadapi sendiri tanpa harus Daniel tahu. “Ngga usah bohong sama gue. Muak lo keliatan banget kalo bohong.” Ck… Sial. Gue emang ngga pernah bisa bohong sama dia. Sebel. “Yang bohong siapa, yey. Mereka emang tadi nyapa gue tapi rada bete gegara gue lupa bayar arisan kompleks. Terus gue bilang besok gue transfer karena baru besok gajiannya.” “Beneran Cuma karena itu? Ngga ada yang elo sembunyiin dari gue?” tanyanya penuh selidik. “Kagak lah. Kok elo malah interogasi gue sih. Udah sana buruan pergi. Jalanan macet nanti telat naik pesawat lagi.” “Ya udah. Kalo ngga ada apa-apa.” “Iya ngga ada apa apa.” “Ya udah gue cabut ya. Titip Noah.” “Beres bos. Asal jangan lupa bawa oleh oleh buat onty cantiknya Noah.” “Idih kegeeran. Cantik dari mananya.” “Bomat! Yang penting gue merasa cantik. Titik. No debat!” Daniel menggelengkan kepala. Ia pun keluar dari rumah karena sudah ada jemputan yang menunggunya. Celine dan Noah melambaikan tangan dari teras rumah dan segera masuk sebelum kembali di hadang oleh Bu Cokro dan Bu Wira yang melihatnya dengan tatapan tajam dari sebrang rumah. “Atau jangan-jangan Noah anaknya si Mas ganteng dan si Celine. Mereka kan selama ini akrab banget.” “Bisa jadi.” *** To Be Continue ^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN