Chapter 12 : Audisi

1125 Kata
Darren kembali ke tempat duduknya di sebelah kanan Zeline. Dia menengadahkan telapak tangannya dan Zeline segera menyambut telapak tangan itu, menggenggamnya erat. Aliqa yang melihat hanya bisa terperangah. Tadi ia pikir kakak sepupunya itu hanya menjaga image di depan karyawan agar terlihat seperti suami istri harmonis, maka dari itu Darren bergandengan dengan Zeline. Namun, ternyata di saat tidak ada yang melihat pun sama. Ini sebenarnya untuk jaga image atau benaran sih? Aliqa tak bisa membayangkan jika Darren berubah menjadi pria romantis. Rasanya tidak mungkin? Audisi segera dimulai. Darren dan Zeline melepas genggaman tangan mereka karena keduanya sudah diberikan kertas berisi nama-nama peserta audisi dan tidak lupa setiap orang memegang naskah skenarionya. Beberapa dari peserta ada yang membentuk sebuah tim. Entah itu berdua, bertiga, berempat sesuai adegan yang mereka ingin peragakan. Di sana juga ada dua perempuan yang akan membantu, jika adegan yang mereka mainkan dibutuhkan karakter wanita. Dalam penilaian, juri bisa meminta peserta untuk memainkan adegan lain agar lebih meyakinkan ataupun jika juri merasa karakter yang dimainkan peserta kurang cocok dan merasa ada karakter lain yang lebih cocok, juri juga dapat menawarkan peserta itu untuk mencoba memainkan karakter lain tersebut. Zeline pun cukup aktif memberikan pendapat agar peserta memainkan skene lain atau karakter lain. Apalagi jika melihat aura positif dari peserta, ia sangat ingin peserta itu lolos. Namun, tentu ia hanya mengungkapkan pendapatnya kepada Darren, lalu suaminya itulah yang menyampaikan. Sementara Darren sendiri menilai kualitas akting saja karena dia tidak begitu paham karakter-karakter dalam n****+ tersebut. "Mas, si Daffin itu kayaknya cocok sama karakter Danish bukan Nathan. Coba suruh mainkan adegan di halaman 36." Zeline kembali memberi usulan, tapi dia hanya memberitahu Darren akan hal ini. Aliqa yang dari tadi memperhatikan itu mulai berpikir, sepertinya kakak iparnya yang satu ini takut untuk mengutarakan pendapatnya dan hanya menaruh kepercayaan pada Darren. "Coba kamu sendiri yang beritahu." Darren menyerahkan mic pada Zeline. Wanita itu dengan cepat menggeleng. Dia takut dan tidak mau menjadi pusat perhatian jika bersuara. Sementara Darren ingin sekali sang istri lebih berani. Zeline termasuk juri yang pintar di sini, tapi sayang pendapatnya harus Darren yang menyampaikan. "Kalau tidak mau, ya sudah tidak usah. Saya juga tidak akan menyampaikan pendapatmu." Darren kembali memancing sang istri agar lebih berani. Sayang sekali kalau Daffin tidak mencoba karakter Danish. Menurutku dia sangat cocok begitu pun warna aura yang ia miliki mendukung untuk karakter ini, batin Zeline dilema. Darren menatap sang istri. "Bagaimana?" Zeline mengambil mikrofon dari tangan suaminya. Satu tangannya lagi menggenggam telapak tangan Darren. "Saudara Daffin, saya minta Anda mencoba memainkan karakter Danish di scene halaman 36." Zeline tidak menunjukkan kegugupannya, tapi suaranya jadi terkesan dingin karena menutupi itu. Hanya Darren yang tahu kalau istrinya sangat amat gugup sampai telapak tangan Zeline berkeringat dingin. "Baik, Bu Bos." Daffin segera membalikkan halaman dan membaca dialog karakter Danish. Sebenarnya dia sudah hafal diluar kepala bagaimana jalan cerita n****+ ini. Cukup mudah pula baginya untuk bisa memasuki karakter Danish. Walau beradegan sambil membaca skrip, tapi terlihat cukup bagus. Dia juga dibantu oleh seorang perempuan untuk beradegan. "Not bad," ucap Darren melihat adegan yang dimainkan Daffin. Kemudian dia beralih menatap sang istri, mereka saling pandang. "You too." Menandakan istrinya juga cukup baik dalam memberikan pendapat. Zeline menatap Darren dengan mata berbinar. Ingin rasanya memeluk sang suami, tapi mana Zeline berani, dapat genggaman tangan Darren saja sudah bersyukur. Istriku sekarang sudah tidak seperti Sadako lebih mirip anak kucing, batin Darren tak terungkap melihat mata berbinar Zeline. Kesenangan Zeline berakhir ketika dia melihat Lingga menjadi salah satu peserta dalam audisi kali ini. Dia baru ingat bahwa Lingga adalah seorang model di bawah naungan agensi MHP. Lingga Maheswara kekasih dari Listya. Zeline sangat membenci pria itu sampai perutnya terasa mual jika melihatnya. Apalagi dengan aura kesombongan dan kelicikan yang ia miliki. Lingga memulai memainkan peran yang ia pilih, peran utama yang sama sekali tidak cocok untuknya, menurut Zeline. Bahkan Lingga sekilas sempat tersenyum seperti melecehkan ke arah Zeline. Zeline mencoret nama Lingga di kertasnya, dia tak memperhatikan bahwa dalam kertas ternyata ada nama orang yang amat ia benci. Dia yang ngajakin aku ke hotel. Dia bilang buat nemuin kamu, Sayang. Dasar perempuan jalang berani lo menggoda pacar gue!" Ternyata orang pendiam itu mengerikan! Jijik banget gue sama dia! Dia nikung saudaranya sendiri. Murahan memang begitu! Bayangan sakitnya difitnah dan dicemooh waktu itu menari-nari di pikiran Zeline. Bagaimana pun Zeline harus bertahan, walau dia tahu seluruh teman sekelasnya membenci dan menatap jijik padanya setelah kejadian itu. Mereka selalu mengeluarkan aura gelap jika memandangnya. Hal yang tidak terbayang di tahun ketiganya saat SMA. Padahal dia sudah bertahan di SMA itu selama dua tahun menjadi gadis yang menakutkan. Namun, ternyata sebuah fitnah mengganti citra dirinya menjadi jalang dan teman sekelas bahkan hampir satu sekolah memandangnya jijik. Penyebab semua ini adalah Lingga Maheswara. "Kenapa?" Suara pria di sampingnya memutuskan bayangan kebencian yang ia terima dulu. Darren bertanya padanya. "Aku mau ke toilet, Mas," jawab Zeline karena rasanya ingin muntah. "Ya sudah, Lingga juga telah selesai beradegan. Al, antarkan Zeline ke toilet." Aliqa yang diminta pun mengangguk. Zeline bisa mendengar suara tepuk tangan dari Azka dan Lutfi melihat penampilan Lingga. Apa sebagus itu? Zeline juga tidak tahu karena melihatnya saja ia sudah mual dan dipenuhi bayangan masa lalu. Zeline mengikuti Aliqa keluar teater menuju toilet. Audisi dihentikan sejenak karena dua juri izin ke toilet. Darren terlihat berdiskusi dengan Azka dan Lutfi. Keduanya terdengar memuji Lingga dan akan meloloskannya. Darren sendiri merasa biasa saja dengan akting Lingga tadi. Tidak buruk, tapi juga tidak terlalu memukau. Lingga Maheswara ya? Walaupun model baru, tapi ayahnya salah satu investor di agensi model ini. Akhir-akhir ini Lingga juga banyak disukai. Hanya saja Darren bisa merasakan istrinya tidak menyukai Lingga. Lihat saja nama pria itu sudah tercoret tidak karuan di kertas Zeline. Ada apa ya? Jiwa kepo Darren sebenarnya meronta ingin tahu apa hubungannya Zeline dengan Lingga. Kalau dilihat mereka seumuran, batin Darren melihat profil Lingga. Sementara di toilet, Zeline tampak muntah-muntah. Aliqa yang melihat itu langsung panik. Dia mengusap pelan tengkuk Zeline. "Kenapa bisa begini? Kamu salah makan atau gimana? Apa jangan-jangan …!?" Pikiran Aliqa langsung menuju pada satu kata yaitu hamil. Cepat juga Kak Darren buat Zeline hamil. Di depan toilet itu ada kursi panjang dan Zeline duduk di sana. Sementara Aliqa bergegas ke pantry untuk membuat teh hangat dan juga mencari minyak kayu putih. Sejauh mata memandang lorong itu memang sangat sepi, tapi tiba-tiba terdengar suara sepatu seseorang melangkah ke arah Zeline dan Zeline mengira itu Darren karena tadi Aliqa mengatakan akan meminta Darren ke sana. Hanya saja ketika Zeline menoleh, yang terlihat adalah lelaki bèjat yang amat ia benci. "Halo Zel, sudah lama tidak bertemu?" sapa Lingga dengan tatapan seperti akan melecehkan Zeline. Seketika gadis itu merinding dan ketakutan. Mas Darren, tolong. Pikirannya memanggil sang suami. Dia butuh Darren saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN