Setelah melakukan siksaan pertama (menelan muntahannya sendiri) Keke pun langsung berjalan sambil menyeret kopernya yang sebelumnya sudah dia keluarkan sendiri dari dalam bagasi mobil karena supir yang tadi menjemputnya tidak mau mengambilkannya. Katanya ini peraturan. Semuanya harus di lakukannya serba sendiri setelah ini. tidak ada yang boleh membantu.
Keke langsung menyeret kper tersebut sambil cemberut.
“Maaf Nona. Dilarang menyeret koper. Kau harus mengangkatnya.” kata seorang panitia menghampiri Keke.
“Ta-tapi koperku begitu berat.” kata Keke memelas.
“Semua koper mereka juga berat, Nona.” kata panitia itu lagi.
Di sini semua penitia menggunakan seragam serba hitam, persis seperti penampilan bodyguard yang dulu menculiknya. Mereka semua berseragam serba hitam dan dengan wajah yang sangat menyeramkan.
Mata Keke pun menyisir ke arah depan dan samping kanan dan kirinya, dan benar saja. Semua wanita calon kandidat memang semuanya mengangkat koper yang mereka bawa masing-masing. Tidak ada satupun di antara mereka yang menyeret koper yang mereka bawa.
Keke menghela nafas frustasi. Dirinya benar-benar masuk ke dalam lingkungan yang nyaris sama dengan neraka, ini adalah penyikasaan kedua baginya. Pasalnya rumah berbentuk kastel itu masih sangat jauh dari jaraknya keluar mobil. Jarak parkiran dengan kastel tersebut adalah 900meter. Dari parkiran kastel tersebut.
Mama, Keke mau pulang, hiks hiks hiks.. –batin Keke cengeng.
Keke pun melangkah melewati panitua-panitia yang semuanya laki-laki dan berwajah menyeramkan. Keke terus melangkah, semakin dia melangkah semakin panitia-panitia itu tidak terlihat lagi. Keke pun merasa lega dari pengawasan mereka semua.
“Aduh, lelah sekali!” kata Keke.
Belum genap separuh perjalanan, Keke sudah meletakkan kopernya dan mengelap peluh yang kini membanjir di dahi dan punggungnya. Keke jarang berolah raga, di tambah bawaan yang di bawanya sangatlah berat, jadi, dia pun merasakan kelelahan.
“Silakan angkat kopermu kembali atau kau akan kami keluarkan dari sini.” kata seorang panitia lain yang kini tengah berada satu meter di samping kiri Keke. Keke yang tak siap dengan pemandangan itupun terkejut.
“Astaga! Kukira tidak ada orang.” kata Keke.
Panitia berwajah seram itu langsung menaikkan sebelah alisnya.
“Satu..” panitia itu menghitung dengan wajah datar.
“Eh, iya-iya, ini aku angkat!” seru Keke.
Keke langsung mengangkat koper yang diletakkannya lagi lalu mulai membawanya sambil berjalan menuju kastel.
Tak lama kemudian, Keke memasuki sebuah gapura. Karena dia tidak boleh meletakkan kopernya untuk sekadar istirahat, diapun menggerutu.
“Ini hanya sayembara pencarian istri, mengapa seperti latihan militer saja sih, huh!” seru Keke.
Lagi-lagi seorang panitia menghampirinya. Panitia itu memang bertugas berjaga di gapura. Panitia mendorong Keke dengan menggunakan senapan yang ada di tangannya. Mau tak mau, Keke langsung beringsut mundur. Keke pun ketakutan.
Cobaan apa lagi ini, Tuhan? –batin Keke menangis.
“Ini adalah gerbang yang sudah mengharuskan semua peserta tersenyum.” kata Panitia itu sambil menujuk tulisan yang ada di gapura. Tulisan itu bertuliskan: WAJIB SENYUM. Keke pun mengarahkan matanya ke arah atas gapura yang ditunjuk oleh panitia.
Meski panitia dingin itu mengatakan kalau ini adalah wilayah yang mengharuskan semua peserta tersenyum, namun nyatanya panitia itu tetap datar dan menakutkan, tidak ada tanda-tanda tersenyum walau sedikit.
“Peserta tidak diperkenankan untuk menggerutu ataupun cemberut saat memasukin gapura ini hingga kastel. Kalau kau menujukkan raut wajah lain selain tersenyum kau akan dimasukkan ke kandang singa selama sehari.” kata Panitia sambil menunjukkan wajah datarnya.
Keke mencoba menggigit bibirnya, dia benar-benar frustasi menghadapi ini semua. Ternyata sayembara ini begitu sulit dilewati, namun dirinya harus kuat, karena ini semua demi mendapatkan kekasih yang dicintainya, Danu Wijaksana.
Sabar, Keke. Sabar. Kamu pasti bisa! –tekad Keke dalam hati.
Keke pun kini langsung merubah raut wajahnya dengan senyuman manisnya. Melihat Keke yang sudah tersenyum, panitiapun minggir, menyilakan Keke untuk lewat. Kekepun mengangkat koper dan berjalan melewati panitia itu dengan tersenyum.
Dia terus tersenyum sesuai instrupsi panitia yang tadi ditemuinya.
Kali ini, baru Keke tahu kalau senyuman walaupun menyehatkan namun bila senyuman it uterus-terusan ditunjukkan, rahanya bisa putus. Setidaknya itulah yang di rasakannya saat dia merasakan rahang dan pipinya keram karena terus-menerus tersenyum.
Kastel sudah sangat terlihat. Keke hanya perlu memasuki satu gapura lagi untuk bisa masuk ke sana. Kali ini sebelum masuk Keke mendongak ke atas, membaca tulisan yang ada di atas gapura: SESAMA PESERTA TIDAK BOLEH SALING MENGOBROL.
Mengobrolpun tidak boleh. – kata Keke dalam hati. Meski dia sudah membaca peraturan ini di aplikasi sayembara ini, namun tetap saja, Keke masih kesal dengan peraturan itu. Keke sangat suka sekali berbicara, namun kali ini dia sepertinya harus membungkam muutnya selama 27 hari.
Kali ini, Keke lolos begitu saja tanpa di tegur oleh pihak panitia. Ini benar-benar melegakan untuk Keke.
Kini di depan Keke sudah ada peserta-peserta yang sudah mengantre untuk masuk ke dalam kastel. Keke berjinjit sedikit mencoba mencari tahu apa yang menyebabkan mereka mengantre lama.
“Mbak, Mbak..” kata Keke dengan Lirih.
Keke mencoba memanggil peserta di depannya, namun Keke tidak mendapatkan respons. Keke pun mencolek peserta di samping kanannya, dia tetap mendapatkan respons serupa. Semua peserta menurut. Tidak ada yang mau mengobrol.
Keke pun berjinjit sekali lagi. Dan samar-samar dia melihat satu orang peserta sedang diperiksa oleh panitia. Kekepun melotot, dia melihat bagaimana cara panitia mengecek tubuh peserta secara manual. Keke bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya.
Keke memang sering kali mencium pipi orang-orang namun itu bukan berarti dia pernah atau mau di sentuh-sentuh oleh orang lain. Kekepun mencari cara agar bisa lolos dari pemeriksaan.
Sembari berpikir, dia mengamati seluruh pakaian yang dikenakan oleh peserta lain, hanya dirinyalah yang berpakaian tertutup, dia tidak menggunakan dress mini seperti yang di pakai oleh semua kandidat lain, dirinya menggunakan celana jeans dan kaos.
Keke memijit kepalanya yang mulai pusing.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya pelan.
Keke memandangi pakaiannya. Lalu mengedarkan pandangannya kea rah lain. Tak jauh dari tempatnya berada dia melihat ada kotoran kucing di bawah pohon.
Keke pun berniat untuk mendekati kotoran kucing tersebut. Dia pun keluar barisan. Tak lupa dia juga mengambil barisan. Karena dia berada di barisan paling belakang, jadi dia aman, tidak ada kandidat lain yang melihatnya dan mengarahkan pandangannya ke arahnya.
Dan untuk panitia, di arena ini, panitia hanya ada di bagian depan. Fokus mengurus peserta di depan pintu masuk untuk mengecek ini dan itu.
Lalu dia mengambil tanah dan kotoran kucing yang ada di bawah kakinya dan melumuri tanah dan kotoran kucing tersebut di area depan tubuhnya.
Kalau seperti ini, aku pasti aman! - serunya ppada diri sendiri.
Keke pun kembali ke barisan dengan tubuhnya yang bau kotoran kucing. Mencium bau yang tidak sedap, mau tidak mau peserta yang berada di depan dan sampung kanan Keke langsung menoleh kepada Keke.
Meski mereka hendak marah dan menunjukkan ekspresi marah kepada Keke namun mereka tetap menahannya. Jadi mereka terus tersenyum dan diam melihat Keke.
Ada untungnya juga tidak boleh berbicara dan harus tersenyum. Hahahaha! –batin Keke. Kali ini Keke tertawa dalam hati.
Baru kali ini dia mendapatkan bahan untuk tertawa selama mengikuti tahap awal sayembara ini. Hidung Keke juga merasakan bau yang tidak enak, namun Keke bisa mengatasinya karena menurut Keke, sebau apapun dirinya, hidungnya akan cepat beradaptasi. Lagi pula, daripada tubuhnya diraba-raba panitia, dia lebih ikhlas menyandang predikat bau.
Keke masih tersenyum. Kali ini senyumannya tidak secara terpaksa.
Rasakan! Siapa suruh tidak mau menjawab sapaanku tadi. – batin Keke kepada peserta yang berada di depan dan di samping kanannya.
Keke pun kembali mengantri, kini lelahnya sedikit berkurang mendapati hiburan yang dia buat sendiri. Waktu trus berlalu, setelah berjam-jam lamanya. Kini giliran Keke yang akan diperiksa.
Keke tersenyum, tulus setulus-tulusnya.
Rasakan! –batin Keke.
“Kau, langsung saja!” kata Panitia pertama yang bertugas memeriksa sambil menutup hidung karena tidak kuat mencium bau kotorna kucing yang berasal dari tubuh Keke.
Begitu juga lima panitia selanjutnya, merena menyuruh Keke untuk masuk dan melewati tahap pemeriksaan.
“Kau! Langsunglah mandi!” seru panitia terakhir.
“Baik.” kata Keke.
Setidaknya Keke lega, peserta hanya tidak boleh berkomunikasi dengan peserta lain saja, untuk berkomunikasi dengan panitia, peserta masih diperbolehkan.