Bab 1. LAPORAN
Kisah empat polisi, saat pagi itu mendapatkan laporan dari salah satu warga yang tinggal di dekat salah satu apartemen di kota itu. Panggil saja ketua dari polisi itu bernama Devano. Sosok yang tegas dan berwibawa duduk di teras kantor kepolisaan saat sebelum jam kerja. Seorang laki-laki tergopoh-gopoh masuk ke dalam halaman kantor polisi. Dengan napas tersengal-sengal beliau membungkukkan badannya. Devano yang kebingungan hanya spontan meraih, kemudian memberikan sebotol air mineral yang hendak diminumnya ke bapak itu.
“Ya Allah, Pak. Kenapa? Sini duduk dulu.” Devano berdiri untuk memberikan tempat duduk untuk laki-laki itu. “Ini minum dulu, Pak.”
Devano pun memberikan botol air minal kepadanya.
“Pelan-pelan saja, Pak,” pinta salah satu teman Devano bernama Adnan.
Devano saat pagi itu seperti, biasa duduk di teras dengan ketiga temannya sebelum jam kerja di mulai. Ketiga pria tampan dan satu wanita yang saat ini menjadi anggota kepolisian merupakan satu teman saat sekolah menengah atas. Mereka adalah Devano Aprilio, Adnan Susanto, Riko syahputra dan Jesica Oktavia.
“Pelan-pelan saja, Pak. Ambil napas dahulu, baru jelaskan ke kami. Nggak usah terburu-buru, insyaallah di sini aman,” sahut Jesica yang mengira bapak itu sedang dalam keadaan berbahaya.
“Huh.” Bapak itu melenguh sembari menatap mereka satu-persatu.
“Ja-jadi gini, Pak, Bu.” Bapak itu dengan napasnya yang belum terkontrol mencoba menjelaskan.
“Maaf, jangan bicara dulu, Pak. Tenangin saja dulu, nanati kalau sudah rileks bari dibicarakan. Kami nggak bakal lari, kok. Kami temeni,” ujar Devano sembari mengajak bapak itu bercanda.
Beliau pun tersenyum sembari menganggukkan kepala. Hingga kurang lebih lima menit, beliau kembali mencoba berbicara kembali.
“Jadi begini, Pak, Bu. Saya Pak Andi, warga komplek perumahan indah dekat apartemen indah, Pak. Di tempat pembuangan akhir, pagi ini mencium bau busuk yang menyengat sehingga saya saat membuang sampah menyempatkan membantu merapihkannya. Namun, saat sedang mengorek sampah, saya terkejut dengan kaki manusia yang menyembul dari balik sampah itu.” Pak Andi mencoba menjelaskan. Beliau saat ini sudah merasa lebih tenang.
Keempat anggota kepolisian mencoba menyimak apa yang disampaikan Pak Andi saat ini. Beliau melanjutkan berbicara, jika setelah melihat kaki itu Pak Andi berlari terbirit-b***t menuju rumahnya. Beliau panik dengan apa yang baru saja dilihatnya.
____
Saat sampai rumah, istri Pak Andi yang sedang menyapu bingung dengan tingkah laku suaminya yang aneh.
“Ya Allah, Pak. Mbok ya, jangan lari-lari. Ada apa to sebenarnya?” tanya istrinya dengan ciri khas yang medok orang jawa.
“Ada kaki, Bu.” Napas Pak Andi memburu sehingga tak selesai menjelaskannya.
“Yo jelas ada kaki, Pak. Mentang-mentang Ibu gemuk nggak napak kakinya?” tanya istri Pak Andi yang terdengar lucu sebab menyangka suaminya mengejek dirinya.
“Bukan begitu, Bu. Bentar, tak napas dulu,” ujar Pak Andi.
Saat itu, muncul anak pertama Pak Andi yang hendak berangkat kerja.
“Kenapa, Pak?” tanya Hendri anak dari Pak Andi.
“Kesambet kayanya Bapakmu, Anak. Pulang-pulang tanya Ibu ada kaki atau enggak. Sudah, Pak. Besok-besok nggak usah buang sampah lagi, takut kesambet,” jawab istri Pak Andi.
Pak Andi yang panik sontak tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan istrinya yang salah paham.
“Hahaha, Ya Allah, Bu. Bukan begitu,” ujar Pak Andi.
“Ya sudah, Bu, Pak. Aku berangkat kerja dulu. Nanti masih jemput pacar aku, takut telat,” ujar Hendri sembari menjabat tangan Bapak dan Ibunya secara bergantian. Hendri pun berlalu meninggalkan kedua orang tuanya di teras sedang tertawa.
“Huh, jadi gini, Bu. Tadi, Bapakkan buang sampah, mencium bau busuk. Nah, sampah juga terlihat berantakan soalnya, jadi Bapak berinisiatif untuk membersihkan dan berniat membakarnya agar tak mencium bau menyengat begitu, loh. Namun, saat Bapak membereskan dan mengorek-ngorek itu sampah, mucul itu kaki dari dalam sampah. Bapak panik, dong. Bapak lari pulang ini,” jelas Pak Andi.
“Ya Allah, mak bejudul begitu, Pak?” tanya istri Pak Andi (Mak Bejudul, ini kata-kata yang di pakai orang jawa khususnya tempatku kalau mengekspersikan keluar tiba-tiba).
“Ya-iya, Bu. Kaget aku, makanya lari pulang,” jawab Pak Andi.
“Lah, itu kaki orang atau kaki apa?” tanya istri Pak Andi.
Pak Andi menatap istrinya dengan sorot mata yang tajam.
“Kaki ikan hiu, Bu.” Pak Andi menarik napas sebelum melanjutkan perkataannya. “Ya, kaki manusialah, makanya Bapak panik. Sumpah, cerita ke orang yang salah, Ya Allah. Kenapa istriku beda, Ya Allah.”
Istri Pak Andi pun tersenyum. “Ayo, ke Pak RT, Pak. Masalah serius ini. Ayo.”
Tangan Pak Andi di tarik istrinya menuju rumah Pak RT yang kebetulan jarak satu rumah dengan mereka. Pak RT yang kebetulan berada di teras pun mempermudahkan mereka berdua untuk menemuinya.
“Assalamualaikum, Pak.” Istri Pak Andi yang memberikan salam.
Pak RT pun berdiri dan menjawab salam mereka. “Waalaikumsalam. Kenapa, Pak, Bu?”
“Pak, saya mau melaporkan itu, loh. Suami saya, melihat kaki di tumpukan sampah di tempat pembuangan sampah. Ayo, kita lihat, Pak. Sumpah saya penasaran.” Istri Pak Andi langsung mengajak Pak Andi untuk pergi ke sana.
“Baik, saya pamitan dulu.” Pak RT seraya menutup rumahnya berkata, “Bu, aku ke tempat pembuangan akhir. Pintunya aku tutup.”
“Iya, Pak,” jawab istri Pak RT yang sedang memasak di dapur.
Mereka bertiga pun segera menuju tempat pembuangan akhir dengan langkah cepat. Tentunya saat terlihat panik, beberapa warga yang melihat mereka pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Ada apa ini? Kok kelihatannya buru-buru,” tanya salah satu warga yang melihatnya.
"Itu, Pak. Kata Pak Andi di tempat pembuangan akhir melihat kaki dari dalam tumpukan sampah. Coba di lihat dulu." Pak RT mengajak yang lainnya.
"Saya kasih tahu tempatnya, ya. Setelah itu, saya ke kantor polisi aja, takutnya kita yang nemuin nggak sengaja kesentuh malah jadi tersangka," ujar Pak Andi.
"Eh, masa, Pak. Kok kejam bener," ujar Istri Pak Andi.
Mereka tetap melanjutkan perjalanannya menuju tempat pembuangan akhir. Pak Andi segera memberitahukan letak mayat itu.
"Astagfirullah, sudah membiru warnanya. Pak buruan ke kantor polisi, biar bisa diurus jenazah ini," suruh istrinya.
"Pak, tolong amanin warga jangan ada yang mendekat. Kita mah cari aman, biar pihak polisi aja yang mengaturnya." Pak Andi menitipkan pesan itu sebelum beliau berlari menuju kantor polisi.
Entah pikiran yang panik atau bagaimana, Pak Andi memilih berlari padahal jarak antara tempat pembuangan akhir hingga kantor polisi cukup jauh.
----
"Jadi begitu Pak, Bu." Pak Andi mengatakan hal yang menurutnya perlu saja.
"Maaf ya, Pak. Tadi saya sempat ketawa soalnya Bapak dan istri lucu sekali. Biar teman-teman segera ke TKP Bapak juga ikut bersama kami," ujar Jesica.
Mereka pun segera menaiki mobil polisi sembari membawa garis polisi untuk mengamankan tempat kejadian.
"Pak, nanti jika kami memerlukan keterangan Bapak lagi, mohon kesediaannya, ya," ujar Devano memberitahu.
"Baik, Pak," jawab Pak Andi.
"Memangnya warga selain Bapak tak mengeluhkan bau menyengat itu, Pak?" tanya Adnan.
"Kalau itu kurang tahu, Pak. Soalnya rumah saya agak jauh, kalau yang berdempetan mungkin saja mikirnya bau sampah gitu. Entah, kenapa tadi saya kok kepengen bersih-bersih aja." Pak Andi kembali menjelaskan.