9. Malam yang Tertunda

1510 Kata
"Nayra ...." Saga mendesis sakit. Lelaki itu tidak menyangka jika Nayra yang polos ternyata bisa sekejam ini. Walau begitu senyum Saga kembali terkembang. Sikap malu-malu dari Nayra kian membuat Saga menyukainya. Dia benar-benar gemas pada Nayra. Namun, sisi hatinya langsung mengingatkan kalau dia hanya boleh sebatas menyukai saja. Tidak boleh lebih. Karena dia sudah berjanji jika hatinya hanya akan ia berikan untuk Dela seorang. Saga membuang jauh pikiran tentang Nayra tadi. Dirinya gegas menuju bagian p********n. Lelaki itu menyerahkan back card-nya pada Mbak kasir. Di sebelahnya Nayra ikut menunggu. Setelah transaksi selesai, keduanya keluar dari rumah mode tersebut tersebut. Ada rasa haru yang menyelinap d**a, saat Saga tidak membiarkan Nayra kerepotan menenteng banyak tas. Lelaki itu dengan sigap ikut membantu membawakan barang belanjaan tersebut. "Sekarang kita mau ke mana lagi?" tanya Nayra. "Kita pergi cari cincin. Habis itu nyari makan. Kamu sudah lapar bukan?" Tidak menunggu jawaban dari Nayra, Saga berjalan mendahului gadis itu. Ketika sampai di dalam mobil, Saga lekas melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya. "Ahhh ... lega," ujarnya sambil menarik napas dalam-dalam. Di sampingnya, bibir Nayra melengkung. Entah kenapa hari ini dia jadi suka memandangi Saga. Saga kembali melaju kendaraan. Mobilnya dengan tenang meluncur menuju ke sebuah mal. Lagi-lagi pria itu harus mengenakan masker saat turun dari mobil. Seperti ke butik tadi. Nayra dan Saga berjalan sendiri-sendiri. Seperti orang yang tidak saling mengenal. Saga membawa Nayra ke toko perhiasan yang cukup mewah. Berbagai perhiasan yang memukau terpampang cantik di etalase. Semuanya berkilau, mewah dan pastinya mahal. Mata Saga memindai aneka cincin dengan berbagai mode. Setelah puas mengamati, pilihannya jatuh pada sebuah cincin berbahan platinum dengan titik berlian kecil sebagai pemanis. "Aku mau lihat yang ini, Mbak," pintanya pada sang pelayan. Gadis pelayan bersanggul rapi itu mengangguk. Dikeluarkannya cincin yang diminta Saga. "Silakan." Saga mengambil cincin itu. Dia mengamati secara seksama bagian luar dan dalamnya. Cukup indah dan tidak berlebihan. Ini sesuai dengan karakter Nayra. Sederhana, tetapi cukup anggun. "Kemari kan jarimu!" perintah Saga pada Nayra. Nayra yang sedari tadi diam, ragu-ragu mengulurkan jemari. Nayra tampak salah tingkah saat Saga menangkap tangannya. Gugup menyerang hati gadis itu ketika Saga mulai memasangkan cincin tersebut ke jari manisnya. "Jari-jari kamu cantik," puji Saga tulus. Lelaki itu memegang tangan halus Nayra. Menurut Saga jemari dan kuku Nayra terlihat cantik tanpa perawatan. Begitu alami. Berbeda dengan jemari Dela yang telah menghabiskan banyak uang untuk berbagai perawatan kuku. Dalam hati Saga mengumpat. Kenapa dia harus membandingkan Dela dengan Nayra? Ini tidak benar. Dela cantik dan anggun dengan caranya dia. Sementara Nayra amat manis walau berpenampilan sederhana. Keduanya punya kadar kecantikan tersendiri. Masing-masing punya nilai lebih. Namun, tidak munafik jika Saga lebih menyukai kesederhanaan Nayra. Merasa jengah karena Saga terus memperhatikan jemarinya, Nayra terpaksa menarik tangannya. Gadis itu merasa tersipu saat tangan Saga tidak juga melepas pegangan. Membuat Mbak pelayan tersenyum-senyum melihatnya. "Eum ... aku mau yang ini," ujar Saga ketika sadar dari bengongnya. "Baik." Sang pelayan memasukkan cincin tersebut ke wadahnya. Wadah berbentuk hati dengan bahan beludru warna hitam. Ketika pelayan memberitahu harganya, mulut Naura melongo. Baginya itu terlalu mahal. Setara lima kali ia gajian. Namun, Saga terlihat santai saja. "Kenapa cuma beli satu?" tanya Nayra penasaran, begitu keduanya keluar toko. "Kalo kemahalan ganti saja dengan yang lebih murah." "Ini gak mahal kok biasa aja," sanggah Saga santai. "Terus kenapa cuma beli satu?" Nayra mengulang pertanyaan. "Buat kamu mana?" "Aku gak perlu beli lagi." Saga masih tenang menanggapi, "karena aku udah punya ini." Saga menunjukkan cincin pernikahannya dengan Dela. "Dela gak pernah mengizinkan aku melepas cincin ini." Penjelasan dari Saga membuat Nayra membatu. Lagi-lagi dia harus mengingatkan diri sendiri, jika Saga hanya menjadikannya istri simpanan. Istri yang tugasnya hanya melahirkan anak saja. "Ayo kita makan!" Saga mendahului jalan. Gontai, Nayra mengikuti Saga. Keduanya masuk ke kedai makanan lokal. "Kenapa gak enak?" tegur Saga melihat Nayra ogah-ogahan menyantap bebek bakar pesanannya. "Enggak." "Perlu aku suapi?" Nayra mendengkus. "Gak usah aneh-aneh!" Dia menolak pelan, "tar sia-sia penyamaranmu selama ini." Saga terkekeh. Lelaki itu tetap menyodorkan sendok berisi makanan ke bibir Nayra. Ketika Nayra mengelak, pria itu tidak putus asa. "Dela sudah cukup kurus karena diet, sementara aku suka wanita yang berisi," ujarnya dengan sedikit menggoda. Mendengar itu Nayra langsung melahap makanannya. Saga tergelak melihat aksi pura-pura sang gadis. * Hari yang dinanti pun tiba. Di dampingi oleh kedua anak buahnya yang merangkap sebagai saksi, Saga menggelar acara ijab qobul. Seorang penghulu dihadirkan untuk memimpin jalannya akad. Acara tersebut berlangsung di kediaman baru Nayra. Sementara dari pihak Nayra hanya ada Davi dan nenek. Davi sendiri ditunjuk sebagai wali. Karena dari kecil dirinya dan sang kakak sudah menjadi yatim piatu. "Saya terima. Nikah dan kawinnya, Nayra Shanum binti almarhum Hanafi. Dengan mas kawin berupa alat sholat dan cincin platinum Lina gram. Tunai." Suara Saga terdengar tenang dan khimat. Sama sekali tidak ada ketegangan. Berbanding terbalik dengan Nayra. Hati wanita itu sedikit nelangsa bila mengingat awal niat Saga memperistri. "Bagaimana saksi?" "Sah!" Kedua anak buah Saga berseru. "Alhamdulillah." "Barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khair!" Air mata Nayra meleleh ketika sungkem pada sang nenek. "Sekarang kamu sudah resmi menjadi istrinya Saga. Sudah bukan tanggung jawab nenek lagi." Nenek mengelus lembut kepala Nayra yang tertutup kerudung putih itu. "Maaf, nenek yang miskin ini, tidak mampu memberikan kamu kado pernikahan," ucapnya berkaca-kaca. "Gak papa, Nek." Nayra memeluk lansia itu dengan hangat. "Kesehatan nenek adalah kado terindah untukku." Nenek tersenyum tipis. "Nay, hanya nasihat yang mampu nenek berikan." Tangan keriput itu terus mengelus sang cucu. "Taatlah pada suamimu. Tidak peduli kamu sedang marah atau tidak." "Insya Allah, Nek." "Jangan pernah berbuat hal yang bisa menjatuhkan kehormatan suami, atau menimbulkan kemarahan." "Insya Allah." Lagi, Nayra mengangguk pelan. Tidak ada perayaan istimewa. Hanya ada beberapa makanan dan camilan yang dipesan oleh Nayra. Karena Saga memang melarangnya membuat sajian. Setelah puas makan dan berbincang, anak buah Saga dan sang penghulu pamit. Davi dan nenek menyusul tidak lama kemudian. Kini rumah itu kembali sepi. * Saga baru saja membersihkan badan. Dirinya sedikit tertegun mendapati Nayra tengah duduk di ranjang menunggunya. Sebuah kaos dan celana tidur tergelak tidak jauh dari wanita itu. Selama sepuluh tahun menikah, belum pernah sekalipun Dela menyiapkan baju untuknya. "Eum ... aku buatkan s**u hangat dulu, ya?" tawar Nayra. Wanita itu gegas keluar kamar tanpa menunggu jawaban dari Saga. Sebenarnya itu alasan Nayra saja. Dirinya sengaja menghindar, karena malu melihat Saga hendak melepas handuk yang membelit pinggangnya. Saga sendiri hanya mampu tersenyum geli. Tingkah malu-malu Nayra terlihat menggemaskan. Sedangkan rona merah di pipi jika sedang tersipu kian membuat paras Nayra terlihat cantik. Saga menyemprot badannya dengan parfum. Ini malam pertamanya dengan Nayra. Pria itu ingin meninggalkan kesan yang mendalam untuk wanita pemalu itu. Tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di nakas berbunyi. Nama Dela terpampang. Wanitanya melakukan panggilan video. "Hai ... Ga!" Di layar Dela melambai dengan senyum yang tersungging. "Hai ... belum tidur?" Saga membalas sambil menyisir rambut. "Belum ngantuk." Dela tampak merebahkan tubuh. Tubuh indahnya hanya terbungkus pakaian tidur tipis yang seksi. "Aku kangen, Ga," ucapnya manja. Bersamaan dengan itu Nayra masuk. Pastinya dia mendengar ucapan dari Dela. Wanita itu berdiri bingung dengan segelas s**u di tangan. Saga memberi isyarat dengan dagunya agar Nayra menaruh s**u itu di meja kecil. Nayra manut. "Aku keluar sebentar," izin Saga pada Nayra. Lelaki itu tidak mau percakapannya dengan Dela didengar oleh Nayra. "Kok pindah tempat, Ga?" tegur Dela melihat layar bergerak. "Gak enak sama Nayra." Saga membalas santai saat sudah duduk di sofa ruang tamu. "Ck!" Dela berdecak. "Kenapa kamu kelihatannya takut sama gadis itu?" dengus Dela terlihat sebal. "Enggak! Aku hanya menjaga perasaannya saja," elak Saga tetap bersikap tenang. "Masa iya kita mau ngobrol mesra di hadapan Nayra." Dela tersenyum. Lalu wanita itu pun berceloteh panjang. Dirinya menceritakan tentang aktivitasnya selama di Seoul. Kesehariannya serta orang-orang yang terlibat dalam proses syutingnya. Saga menanggapi cerita sang istri dengan baik. Lelaki itu mendengarkan dengan seksama, kadang memberi sedikit saran. Lalu memberikan pujian jika sekiranya Dela berkisah tentang prestasi. Tidak terasa sudah dua jam mereka terus mengobrol. Namun, belum ada tanda-tanda Dela hendak menyudahi perbincangan. Wanita itu terus saja mengajak Saga untuk mengobrol. Padahal dulu, Dela paling malas menerima telepon dari Saga jika tengah berada di luar negri. Apalagi kalau waktu malam. Capek dan mengantuk adalah alasannya. Malam ini Dela seolah tidak mengizinkan Saga menikmati malamnya. "Del, ini udah malem banget. Sudah pukul satu malam," ujar Saga dengan mata yang terasa amat berat. "Besok kamu mau syuting kan?" "Iya deh." Dela tampak bete. "Ingat! Setiap kali kamu menyentuh Nayra, harus aku yang kamu bayangkan!" titahnya tegas. Saga hanya meringis. "Bye!" Lelaki itu mematikan ponsel walau Dela terlihat masih ingin berbicara lagi. Saga menguap. Lelaki itu mengayun langkah menuju kamar. Begitu membuka pintu, tampak Nayra sudah terlelap memeluk guling. Saga mendekat. Perlahan dia merangkak ke ranjang. Dipandanginya wajah damai nan manis itu. "Dela emang sengaja biar aku menunda malam pertama," gumamnya pada diri sendiri. Saga menarik selimut yang menutupi tubuh Nayra. Lelaki itu tersenyum melihat sang istri muda mengenakan lingerie hitam pemberian darinya. Dengan mengulum senyum Saga merebahkan badan. Lalu memeluk tubuh Nayra dengan erat. Nayra hanya menggeliat kecil. Wanita itu tetap menutup mata. Next
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN