Nayra menggeliat. Kumandang adzan subuh berhasil membangunkan lelapnya. Mata wanita itu mengerjap perlahan, lalu mengedarkan pandangan. Asing. Ini di mana?
Nayra merasa ada yang mengganjal perutnya. Wanita itu menoleh. Seketika dirinya memekik melihat ada seseorang pria yang telah lancang memeluknya.
"Enggg! Apa sih berisik banget?!" Saga mengerang malas. Lelaki itu berganti posisi. Dari menyamping memeluk Nayra. Berganti tidur terlentang.
Nayra ternganga. Bingung kenapa Saga bisa sampai tidur seranjang dengannya. Wanita itu menepuk jidat.
"Kenapa aku lupa kalo sudah menikah dengan Saga?" Nayra tergeli sendiri.
Dia memandang paras teduh pria yang sudah resmi menjadi imamnya itu. Saga masih terlelap pulas. Hidung Saga begitu mancung. Alisnya juga tumbuh dengan tebal.
Mendadak d**a Nayra terasa berdesir. Entah mengapa tangan wanita itu terdorong ingin mengelus wajah tegas nan menawan tersebut.
Baru juga meraba pipi, Saga lekas menarik tangan Nayra. Cukup kuat hingga Nayra jatuh ke dalam dekapannya. Ketika Nayra mencoba meronta, Saga justru menguncinya.
"Ga ...."
"Hemmm." Saga menyahut dengan mata yang masih tertutup.
Bulu kuduk Nayra sontak meremang saat hidung Saga mengendus lehernya. Terus hingga ke belakang telinga.
"Aku suka wangi tubuhmu, Del."
Sontak Nayra tercekat. Wanita itu menoleh perlahan. Rupanya Saga tengah mengigau.
"Del, aku menginginkanmu." Suara Saga terdengar serak. Dekapan pria itu juga kian mengetat.
Ada denyut lara di dalam sana. Ternyata di otak dan hati Saga hanya ada nama Dela. Walaupun Nayra sadar akan hal ini, tetap ada perasaan sedih menyergap hati.
Nayra menarik napas dalam-dalam. Wanita itu menepis dekapan Saga. Sedikit kasar agar Saga membebaskan kungkunganya. Ketika Saga tidak juga melepas pelukan, Nayra mendorongnya dengan berani.
Saga sendiri terbangun karenanya. Matanya mengerjap pelan. "Nayra? Ada apa?" Dia bertanya bingung. Pria itu mengucek-ucek mata.
Kepala Saga juga lumayan pusing. Semalam dia hanta tidur kurang dari tiga jam. Usai Video call dengan Dela, dirinya tidak bisa langsung tidur.
Tubuh indah Nayra dengan lingerie seksinya melambai-lambai. Menggugah hasrat kelakiannya. Benar-benar semalam dia ingin menyentuh istri mudanya.
Namun, Saga cukup tahu diri. Dia tidak membangunkan Nayra hanya demi melayaninya. Hanya saja Saga harus kuat menahan gejolak. Baru sekitar pukul dua dini hari rasa kantuk yang teramat membuatnya jatuh terlelap.
Semilir udara dari pendingin ruangan yang disetel cukup rendah membuat tubuh Nayra merasa kedinginan. Apalagi saat ini dia hanya mengenakan lingerie tipis.
Nayra lekas menarik selimut yang tengah dipakai Saga. Selain tidak kuat dingin, wanita itu merasa risih berpakaian mini di hadapan Saga.
"Eum ... aku mau berwudhu. Kita sholat jamaah ya," pinta Nayra menjadikan selimut tersebut sebagai kemben.
Dengan mata yang masih mengantuk, Saga menggeleng. "Kamu sholat sendiri aja." Kini lelaki itu merubah posisi menjadi membelakangi Nayra.
"Tapi, Ga---"
"Aku pusing, Nay. Tolong jangan ganggu aku!" Walau serak, tetapi titah itu cukup tegas di telinga Nayra.
Wanita menghempas napas. Memang selama berteman, Nayra jarang melihat Saga beribadah. Dulu dia tidak berhak untuk mengatur hidup pria itu. Namun, tidak dengan sekarang.
"Semoga aku mampu membawa Saga ke arah yang lebih baik," doa Nayra bersungguh-sungguh.
Suara dengkuran halus Saga sudah mulai terdengar lagi. Melihat sang suami kembali terlelap, Nayra melepas selimut. Digelarnya kain tebal warna putih itu untuk membungkus tubuh Saga agar tidak kedinginan. Setelah itu dirinya mengambil dress tidur. Baju yang cukup sopan untuk melapisi lingerienya.
Nayra menuju kamar mandi dalam kamar. Gadis itu bersuci dari hadas kecil. Setelah itu baru beribadah dua rakaat.
Nayra sengaja melamakan sujud. Dia berdoa agar ibadah panjangnya bersama Saga benar-benar berkah. Bisa membawa kebahagiaan dunia-akhirat.
Dirinya juga berdoa, agar semoga Davi bisa cepat menyelesaikan kuliahnya. Agar sang adik lekas mencari pekerjaan. Tidak lupa Nayra berdoa untuk kesehatan sang nenek.
Setelah selesai melantunkan doa dirinya, gegas menuju dapur. Nayra akan membuat sarapan. Setelah membuka lemari pendingin, Nayra punya ide. Dia akan membuat nasi goreng gila.
*
Saga membuka mata. Maniknya melirik jam digital di nakas. Sudah pukul sembilan pagi. Lelaki itu merenggangkan badan. Kamar kosong. Ke mana Nayra?
Penasaran mendorongnya untuk turun dari ranjang. Lelaki itu keluar kamar. Dapur adalah tempat yang pertama kali ia tuju.
Kosong. Tidak ada sosok Nayra. Namun, di meja makan sudah tersedia sarapan. Sisa makanan akad kemarin yang telah dihangatkan kembali oleh Nayra. Mereka memang belum belanja isi kulkas.
Saga mencari Nayra ke ruang tamu. Tidak ada sosoknya juga. Ketika dia keluar juga tidak ada Nayra di halaman rumah. Ke mana wanita itu?
"Mungkin dia sedang lagi nyari sesuatu di minimarket." Saga menenangkan diri sendiri.
Lelaki itu kembali menuju kamar. Ketika hendak ke kamar mandi, ternyata pintunya terkunci dari dalam.
"Kamu lagi di dalam, Nay?" Saga bertanya seraya mengetuk pintu.
"Iya, Ga."
"Masih lama?"
Tidak ada jawaban. Namun, pintu terbuka. Seraut wajah bingung muncul.
"Ada apa?"
Nayra menggigit ujung bibirnya. Sungguh dia sangat malu mengutarakannya. "Eum ... aku dapet nih?" adunya jujur.
"Dapet apaan?"
"Eh itu ... datang bulan."
"Oh." Saga menyahut pendek.
Dia sudah terbiasa mendapati Dela datang bulan. Bukan hal baru lagi.
Walau begitu ada sedikit rasa kecewa di hati. Pasalnya Saga harus menunda malam pertamanya dengan Nayra selama seminggu. Ini bukan melulu soal seks. Tetapi, menahan pesona Nayra itu memang susah.
Saga meninggalkan istri mudanya dengan lesu.
"Tunggu!" Nayra mencegah.
Saga balik badan. "Apa?"
"Eum ... boleh minta tolong gak?" Agak sungkan Nayra bertanya.
"Apa?"
"Belikan aku pembalut." Nayra menunduk sungkan.
Saga mendesah. Sudah dia duga. "Aku ini seorang pemimpin perusahaan. Bisa jatuh wibawaku kalo beli barang gituan." Saga pura-pura menolak.
"Tapi, kemarin cuek bebek saat milihin aku celana dalam, bra, dan lingerie."
Saga terkekeh. "Oke deh aku mau beliin, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Dela sudah cukup tidak sopan dengan terus memanggil namaku, walau kami sudah menikah hampir sepuluh tahun," terang Saga memasang ekspresi sedih, "jadi aku gak mau kamu ngikuti jejaknya."
"Eum ... Maaf," ucap Nayra merasa tidak enak hati.
Saga tersenyum miris. "Lagian aneh, kamu panggil aku Mas cuma kalo ada di kedainya Bapak Abdul doang."
"Maaf Mas Saga."
"Bukan Mas Saga."
"Lalu?" Nayra menyipit.
"Ayang Mbep."
"Huekkk!" Nayra pura-pura muntah.
Saga terpingkal karenanya.
"Seorang Saga yang gagah minta dipanggil Ayang Mbep, oh no!" Nayra mencibir.
Saga kembali tergelak. "Oke ... mau pembalut yang model apaan?" tanyanya serius ketika tawanya reda.
"Pembalut mana ada modelnya. Sama semuanya."
"Oh oke." Saga mengusap tengkuknya. "Kalo ukurannya apa? S, L, ato XL?" Dia kembali bertanya serius.
Nayra tersenyum geli. "Beli yang ukurannya tiga puluh centi ya! Soalnya kalo malam suka tembus."
"Oke."
"Ingat! Harus yang bersayap."
"Ashiap." Saga memberi hormat.
Nayra tersenyum bahagia. "Terima kasih."
Saga menyambar kunci mobilnya di laci nakas. Masih mengenakan baju rumahan, lelaki itu mengeluarkan mobil. Ada sebuah minimarket di sekitar kompleks ini.
Saat Saga tengah mencari pesanan Nayra di rak pembalut, ada dua gadis yang juga sedang memilih. Gadis-gadis itu melirik ke Saga, lalu saling berbisik. Keduanya lantas senyum-senyum.
Saga tahu sedang diperhatikan. Sebenarnya dia juga malu. Namun, demi Nayra yang sedang menanti, lelaki itu mencoba tebal muka. Saga cuek saja memilih pembalut sesuai request Nayra.
Saat di depan kasir Saga kembali berusaha cuek saat petugas kasir dan pembeli lain menatapnya geli. Makanya begitu selesai transaksi, lelaki itu langsung melenggang pergi. Mobilnya ia pacu kencang.
"Nih ... pesananmu, Nay." Saga menyodorkan plastik berisi pembalut.
Mata Nayra membulat. "Banyak sekali."
"Biar awet. Soalnya malu akutu kalo disuruh beli gituan lagi," tutur Saga datar, "seumur hidup baru pernah beli barang gituan."
"Eum ... Maaf."
"Gak butuh maaf. Butuhnya imbalan." Saga masih pura-pura ngambek.
"Apa?" tanya Nayra serius.
Saga tersenyum. "Ini," jawab Saga sembari menunjuk pipi.
Seketika pipi Nayra merona malu.
"Ayo!" suruh Saga karena Nayra hanya terdiam.
"Eum ... tapi kamu merem ya."
Saga tersenyum. Sikap malu-malu Nayra ini benar-benar menggemaskan. Lelaki itu menurut untuk menutup mata.
Nayra mendekat. Jantungnya berdegup kencang. Wanita itu berjinjit. Pelan ia menempelkan bibirnya pada pipi Saga.
Tidak disangka Saga menahan pinggang Nayra. Lelaki itu membuka mata. Keduanya saling berpandangan. Ketika bibir Saga kian mendekat, Nayra mengelak.
"Janjinya kan cuma pipi." Wanita itu lekas berlalu dengan menahan malu.
Saga sendiri hanya bisa mendengkus. Namun, detik berikutnya dia menarik lengan Nayra. Tangannya memeluk pinggang ramping sang istri.
"Istri dilarang menolak permintaan suami," bisik Saga dengan tatapan intimidasi.
Nayra hanya terpaku. Ketika wajah Saga kian merapat, Nayra memilih menutup mata. Jantungnya berhenti berdetak saat mulut Saga mulai melumat bibirnya. Secara naluriah, Nayra mengimbangi.
Cukup lama keduanya saling memagut. Hingga akhirnya Nayra melepas tautan bibirnya. Wanita itu perlu mengisi paru-parunya dengan oksigen.
"Jangan bilang ini pertama kalinya kamu ciuman, ya," ujar Saga menatap sang istri dengan serius. "Bener-bener kaku."
Nayra membuang muka. Tebakan Saga sungguh jitu. Ini memang pengalaman pertama untuk Nayra.
"Tapi, bibirmu cukup manis," goda Saga dengan kerlingan nakal, "lagi?"
Nayra tidak membalas. Pipinya sudah cukup panas. Dirinya hanya beranjak begitu saja.
Saga tersenyum geli melihat tingkah laku istri mudanya. Hatinya sudah tidak sabar menanti malam itu.