Eve masih betah menatap Noah. Baru kali ini Eve merasa bahagia melihat orang makan. Terlebih Noah makan dengan sangat lahap, namun di saat bersamaan juga sopan, menggunakan table manner yang bagus, dan pastinya tidak berantakan.
Dalam sekejap saja makanan di piring Noah sudah tinggal sedikit. Sebentar lagi akan habis. Eve harap, Noah akan tambah lagi. Semoga saja.
"Ngapain lo lihatin gue begitu?"
Pertanyaan mendadak dari Noah itu membuat Eve terkejut setengah mati. Astaga ... mau ditaruh di mana mukanya? Ia malu setengah mati.
"S - siapa juga yang ngelihatin lo." Eve langsung berlagak sibuk menatap layar ponsel. Sambil melakukan scroll layar, supaya Noah percaya.
Noah cuek saja sambil terus makan.
Dan Eve mencuri pandang lagi pada Noah.
Hal yang tidak diinginkan oleh Eve terjadi. Noah baru saja selesai makan.
Keinginan Eve juga tidak terkabul. Bukannya tambah, Noah langsung berdiri sesaat setelah menelan satu sendok terakhirnya.
Ia langsung menuju ke area luar kamar. Tepatnya pada sebuah kran air yang tertanam dalam dinding di samping pintu.
Eve coba mengintip apa yang sedang dilakukan Noah. Ternyata cowok itu mencuci piring bekas makannya tadi. Eve baru sadar kalau di depan situ, ada seperangkat alat cuci. Baik itu mencuci piring atau mencuci pakaian. Ada bak, sabun cuci, sabun cuci piring, dan teman - temannya.
Tak perlu waktu lama hingga Noah kembali masuk ke dalam kamar. Eve langsung berlagak sibuk dengan ponsel lagi.
"Itu tadi lo masak sendiri?" tanya Noah.
Eve memicingkan mata. Ada apa gerangan Noah tiba - tiba bertanya demikian. Apa ada yang salah dengan masakannya?
Eve lalu mengangguk. "Iya, gue masak sendiri semuanya."
"Serius?"
"Serius lah. Emangnya kenapa? Ada yang salah?"
Noah mengelap tangannya pada kain yang tergantung di dinding. "Nggak ada yang salah kok. Masakan lo enak. Roti lapis yang gue makan semalam juga enak. Gue nggak nyangka aja, anak orang kaya bisa juga masak. Gue pikir kerjaannya santai aja. Males belajar masak."
Eve mencebik. "Jangan salah ... meski pun ya ... syukur bokap gue punya duit berlebih, tapi bokap nggak pernah manjain anak - anaknya. Gue sama adek gue selalu dibiasakan hidup mandiri sejak kecil. Buktinya baik gue atau pun adik gue udah lepas dari orang tua kami. Udah nggak tinggal serumah lagi, melainkan di apartemen masing - masing. Ya, duit emang masih dari bokap sih. Cuman bokap nggak ngasih duit cuma - cuma. Ada syaratnya. Kami dikasih duit per bulan, kami harus gunakan duit itu sebaik mungkin. Kalau sampai kurang, bokap sama sekali nggak mau nombokin. Alhamdulillah, didikan bokap gue itu berhasil banget bikin gue sama adek pinter mengelola keuangan."
Noah mengangguk - angguk mengerti. Ternyata tak selamanya anak orang kaya hidup enak dan apa - apa tinggal minta.
"Sorry kalau pertanyaan gue terlalu pribadi, ya," ucap Noah lagi. "Kalau lo mau jawab silakan. Kalau nggak juga nggak apa - apa."
"Lo mau tanya apa emangnya?"
"Kalau dilihat dari fisik ... lo sepertinya udah dewasa, ya. Terus ... kenapa lo nggak kerja aja? Kenapa cuman nganggur di rumah? Kan bantuin kerja di perusahaan bokap lo juga bisa."
Noah tahu persis pertanyaannya itu akan sedikit sensitif. Ia hanya penasaran. Noah saja bingung cari kerja. Tapi Eve yang punya peluang besar untuk berkarir, justru tidak menggunakan kesempatan itu dengan baik.
Eve tersenyum tipis. Bibirnya tersenyum, namun sorot matanya menyinarkan luka.
"Selepas kuliah dulu gue magang di kantor bokap kok. Karena pekerjaan gue yang bagus, akhirnya gue diangkat jadi karyawan tetap. Gue memutuskan untuk nganggur belum lama kok. Sebenarnya gue hanya rehat sejenak. Nanti kalau gue udah siap, gue akan balik kerja di sana lagi."
Noah memperhatikan Eve. Pasti ada sebab di balik keputusan rehat yang diambil Eve. Noah penasaran. Namun pertanyaannya yang sebelumnya sudah cukup untuk membuka kembali luka Eve. Terbukti dari sorot kesedihan dalam mata cewek itu.
Noah tidak mau semakin mengingatkan Eve pada lukanya itu. Makanya ia memutuskan untuk berhenti bertanya.
Noah mendadak juga teringat malam itu ketika Eve mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Pasti masalah yang menempanya tidak lah mudah untuk dihadapi. Sampai Eve berani berbuat nekat seperti itu.
"Sorry ya, jadi bikin lo sedih." Noah meminta maaf dengan tulus.
"Nggak kok. Siapa juga yang sedih?"
Noah hanya tersenyum menanggapi ucapan Eve itu. "Ya udah, gue mau berangkat cari kerja sekarang. Kalau lo mau di sini silakan. Tapi nanti kalau lo keluar, tolong kunci pintunya, terus taruh di bawah pot bunga di depan ya."
"Lhah ... kalau lo udah mau pergi, ya gue juga pergi lah. Ngapain juga gue di kost - an lo. Ntar disangka maling sama tetangga sebelah."
Noah terkikik. "Apa juga yang mau dimaling?"
"Kali aja nekat nyongkel batu bata. Kan lagi viral, orang ngontrak rumah, terus rumahnya dipreteli, buat dijual kembali materialnya."
"Astaga ... orang gila kali tuh yang nyewa."
"Ya emang dunia ini udah gila, kan?"
Eve dan Noah pun beranjak keluar dari kamar kost. Setelah mengunci pintu, Noah dan Eve berjalan beriringan keluar dari area kost.
Baru juga beberapa langkah, keduanya sudah dihadang oleh seorang wanita paruh baya. Wanita itu mengenakan baju brukat yang lebih cocok digunakan untuk kondangan. Atau jangan - jangan ia mau pergu kondangan?
Di setiap pangkal jemarinya tersemat cincin emas yang besar - besar. Di kedua tangannya, dipenuhi gelang keroncong emas dari pergelangan sampai hampir ke siku. Jangan lupa tumpukan kalung yang melingkar pada lehernya. Oops ... masih ada lagi. Anting super besar dan panjang yang tersemat dalam lubang tindik di telinganya.
Hampir saja Eve tertawa. Kadang seseorang terlalu berlebihan ingin pamer ke dunia bahwa ia kaya. Tapi justru terlihat norak.
"Eh, Bu Miyati. Apa kabar, Bu?" Noah langsung menyapanya dengan ramah.
Oalah ... ternyata Noah kenal dengan wanita itu.
"Nggak usah basa - Basi deh mas Noah." Wanita bernama Bu Miyati itu langsung mengegas.
Mimik dan intonasinya mirip sekali dengan para pemeran antagonis dalam sinetron azab.
"Mas Noah kan sudah janji mau bayar sewa kost yang sejak dua bulan lalu nunggak. Dead line - nya kemarin. Tapi sampai detik ini, Mas Noah belum bayar juga. Maaf - maaf aja nih, Mas. Banyak lho yang mau nge - Kost di tempat saya ini. Kalau ternyata Mas Noah memang sudah tidak mampu bayar, bisa langsung angkat kaki aja dari sini, Mas. Masih bagus saya kasih kelonggaran karena Mas Noah ganteng. Tapi sampai detik ini, kesabaran saya sudah habis. Tapi Mas Noah malah sibuk pacaran."
Ucapan panjang Bu Miyati itu menimbulkan banyak perasaan kesal yang beragam dalam hati Eve.
Ya, memang Noah yang sedang diusir, tapi Eve yang kebakaran jenggot. Karena Bu Miyati itu begitu sombong.
Mana ia salah paham pula jika Eve dan Noah sedang pacaran. Padahal kan tidak.
"Bu ... tolong kasih saya kelonggaran lagi, ya. Saat ini saya sedang berusaha mencari kerja. Doakan cepat dapat, supaya saya cepat bisa bayar kost juga." Noah memohon.
"Duh ... gimana ya, Mas Noah. Mas Noah kan sudah berkali - kali janji. Tapi tidak pernah ditepati. Bagaimana saya mau percaya? Apa lagi Mas Noah masih mau cari kerja. Gajiannya kan nggak langsung. Paling cepat baru gajian bulan depan. Jadi Mas Noah mau nunggak sebulan lagi?"
Noah hanya menunduk dalam penyesalan mendengar hinaan yang dilakukan Bu Miyati.
Seperti sebelumnya, justru Eve yang kebakaran jenggot.
Eve tiba - tiba saja langsung melepas cincinnya. Lalu memberikannya pada Bu Miyati. "Nih Bu ... ini cincin emas 18 karat asli, batu berlian nya juga asli. Kalau Ibu nggak percaya, nanti saya kirim sertifikatnya. Itu kalau dijual bisa laku 20 juta. Itu saya gunakan buat jaminan. Nanti kalau Noah sudah bisa bayar, bakal saya ambil lagi cincinnya."
Eve mengatakan itu dengan menggebu - gebu.
Sementara Noah hanya bisa terbingung - bingung.
Sebaliknya, Bu Miyati justru terlihat kebalikannya. Kedua mata wanita itu berbinar - binar. Rasanya sungguh sedang mendapatkan cincin berlian di pagi hari seperti ini.
"Nah gitu dong. Kalau begini, kan, saya nggak perlu nagih - nagih lagi." Bu Miyati langsung mencoba cincin berlian itu. Ternyata hanya muat di jari kelingkingnya. Padahal muat di jari tengah Eve.
"Oh, iya, Bu. Saya sekalian mewakili Noah ... terima kasih atas service yang kurang menyenangkan selama ini. Mulai hari ini, Noah sudah nggak tinggal di kost ini lagi. Noah akan pindah."
Lagi - lagi ucapan Eve terdengar seperti gebrakan yang bunyinya bagaikan genderang mau perang hang begitu mengagetkan.
Kali ini yang kaget bukan hanya Noah, tapi juga Bu Miyati.
"Ayo Noah, kita beresin dulu barang - barang lo. Terus kita langsung cabut dari sini."
Tanpa menunggu persetujuan Noah, Eve hanya langsung menggelandang cowok itu kembali ke dalam kamar kost.
Meninggalkan Bu Miyati yang masih terdiam tak percaya.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --