Eve berjalan melalui gang demi gang. Ia mengenakan jaket dengan hoodie untuk menutup kepalanya. Ia mengenakan kaca mata bening warna bulat, dengan frame warna hitam. Ia juga mengenakan masker duckbill warna putih.
Tangannya menenteng rantang berisi makanan yang ia masak sendiri. Makanan itu cukup banyak, bisa dipanaskan untuk makan tiga kali. Bahkan untuk besok juga bisa. Tapi besok Eve akan mengirim makanan baru tentu saja.
Eve jadi menyesal karena ia naik mobil. Ia seharusnya naik motor atau sepeda saja tadi. Karena jalan menuju tempat kost Noah ternyata melewati banyak gang tikus yang tidak dapat dilewati oleh mobil.
Sekian la berjalan, Eve akhirnya sampai di depan tempat kost itu. Tempat kost satu lantai yang dibangun berderet. Mirip perumahan subsidi, hanya saja dalam ukuran yang jauh lebih kecil lagi.
Eve menjadi pusat perhatian para tetangga. Tapi ia bodo amat. Ia hanya ingin menyamarkan identitas. Terserah mereka mau curiga bagaimana. Eve tak peduli. Eve hanya jaga - jaga kalau salah satu tetangga Noah adalah orang yang mengenalnya atau ayahnya. Bisa gawat nanti kalau ada yang laporan ke ayahnya jika ia datang ke tempat kost seorang cowok.
Sepertinya mulai besok Eve akan menggunakan jasa kirim saja untuk mengantar makanan Noah. Ia tidak mau mengambil risiko lebih besar.
Hari ini Eve nekat datang sendiri karena rasa penasaran. Ia hanya ingin tahu sebenarnya Noah jujur atau tidak tentang kemiskinannya, sampai - sampai untuk makan saja tidak bisa.
Eve mengetuk pintu tiga kali dalam ketukan rendah. Ia menunggu terlebih dahulu. Menunggu Noah membukakan pintu.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Noah sebenarnya sudah siap untuk berangkat mencari kerja hari ini. Tapi ia sengaja bel berangkat. Tentu saja karena jatah makanannya belum datang. Ia harus lebih bersemangat mencari kerja hari ini. Dan salah satu hal yang menyuntik semangat adalah dengan cara makan.
Sepertinya hal yang ditunggu oleh Noah telah datang. Noah langsung tersenyum simpul. Makanannya telah datang.
Noah dengan semangat 45 segera membuka pintu. Namun Noah justru mendelik ketika membuka pintu. Ia kaget setengah mati melihat orang berpenampilan seperti akan ke kutup utara.
Eve langsung membuka maskernya. "Ini gue!"
"Astaga ... lo kenapa kayak orang hipotermia gitu?" Noah benar - benar tak habis pikir.
Eve meletakkan hari telunjuk di mulut sambil berkata, "sssttt .... Udah nggak udah banyak cing cong. Ini gue boleh masuk apa nggak?"
"I - iya, ya udah masuk dulu." Noah langsung mempersilakan Eve untuk masuk.
Eve hanya langsung menyerobot masuk mendahului sang pemilik rumah. Eh, maksudnya sang penyewa kamar.
Eve melihat - lihat kondisi sekitar. Dan hatinya langsung mencelos. Sudah terlihat dari luar bahwa kamar ini memang kecil. Tapi ternyata setelah masuk, ternyata realitanya jauh lebih sempit dari yang Eve duga.
Hanya ada sebuah kasur kapuk berukuran single. Kasur itu tidak diberi sprei. Bantal juga hanya satu dan sudah sangat lusuh.
Sebuah lemari plastik yang masih cukup bagus, hanya tiga sekat. Eve menebak itu adalah letak baju dam perlengkapan Noah yang lain. Berarti sangat sedikit jumlahnya jika semua muat masuk dalam lemari itu.
Ada sebuah meja yang di atasnya terletak kompor gas single. Juga satu kompor, dan spatula kayu.
Dinding kamar ini pun sudah lapuk di sana sini. Banyak remah - remah tembok yang berhamburan di lantai, di kasur, di atas lemari, dan lain - lain.
"Lo nggak pernah beres - beres, ya? Kok banyak banget remahan tembok!" Eve langsung kembali pada tabiatnya yang ahli menghujat.
"Sembarangan kalau ngomong. Gue beres - beres. Tapi emang temboknya aja yang udah sekarat. Makanya begitu. Kalau nggak percaya, coba aja lo bersihin. Satu detik kemudian, rontok lagi."
Eve hanya mencebik. "Ya udah lah. Nih, makanan buat lo hari ini. Udah lengkap, nasi, lauk, sayur. Semuanya bergizi tinggi. Gue anti kasih makanan yang ala kadarnya. Itu bisa buat makan tiga kali, bahkan lebih. Tinggal panasin aja. Tapi tenang, besok gue bakal tetep kirim makanan yang baru."
Eve meletakkan rantang besar yang ia bawa di atas meja.
Noah mengangguk mengerti. "Thanks," ucapnya. Noah lalu membuka rantang itu.
Ia langsung terpesona melihat pemandangan daging sapi yang dipotong tebal - tebal dan dipanggang. Kelihatannya itu daging mahal. Karena tampak begitu empuk dan juicy. Dengan melihatnya saja, air liur Noah sudah hampir menetes.
Pada rantang kedua, Noah kembali dibuat ngeces dengan adanya tumis dari daging. Noah tidak tahu ini bumbu apa. Yang jelas ada wangi dari lautan. Juga wangi gurih dari bawang Bombay.
Dan pada rantang paling bawah, ada nasi putih yang nampak begitu pulen. Dan nasi itu masih hangat. Astaga ... Noah rasanya sudah tidak dapat menahan hasrat untuk makan.
Noah langsung mengambil piring. Salah satu dari tiga lembar piring yang ia punya.
"Lo udah sarapan belum?" tanya Noah.
Eve sedikit tersentak. "Lo ngomong sama gue?"
"Ya iya lah. Masa ngomong sama demit di samping lo!"
Eve langsung berteriak seraya melompat dari tempat berdirinya semula.
Noah langsung tertawa terbahak. "Habisnya lo aneh banget. Udah tahu di sini cuma ada kita. Malah nanya sembarangan. Lo udah makan apa belum?" Noah bertanya sekali lagi.
Eve pun terdiam. Ia sebenarnya hanya tidak menyangka Noah akan menanyakan hal ini. Makanya ia sedikit tak percaya. "Ng ... tadi gue udah makan kok. Lo aja."
"Beneran?"
Eve lalu mengangguk.
"Ya udah, gue makan, ya."
Eve mengangguk lagi. Dan sedang bertanya - tanya, kenapa Noah mendadak jadi begitu baik padanya. Eve, kan, jadi kebingungan.
Noah mengambil dua centong kecil nasi, dua potong daging, dan dua sendok sayur.
Eve heran karena cowok seperti Noah biasanya makan banyak. Tapi Noah makannya sedikit.
"Lo kok makannya dikit banget? Jangan - jangan lo gengsi karena ada gue, ya? Lo malu karena ada cewek di sini?" Eve secara otomatis bertanya.
"Sembarangan aja. Gue emang nggak pernah makan berlebihan dari dulu asal lo tahu aja." Noah langsung menolak mentah - mentah anggapan dari Eve itu.
Noah kemudian langsung membaca doa, dan mulai makan.
Sementara Eve masih betah menatap Noah. Kembali kagum karena Noah tidak lupa memanjatkan doa sebelum makan. Bukan kah sangat jarang anak muda seumuran Noah dan Eve yang rajin membaca doa sebelum melakukan sesuatu seperti Noah ini? Bahkan Eve sendiri lebih sering lupa dari pada ingat.
Dan sampai Noah mulai makan pun, Eve masih betah menatapnya, sambil sesekali tersenyum.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --