Dengan sisa uang yang ia miliki, Noah membeli 9 bungkus mie instan yang akan ia gunakan untuk bertahan hidup, sembari mencari pekerjaan baru. Pagi ini ia sudah memasak satu bungkus. Dan ia langsung pergi keluar setelahnya.
Ia jalan kaki, karena tidak ada uang lagi untuk mengisi bahan bakar motornya. Semalam saja ketika pulang dari menarik rojek untuk terakhir kalinya, ia terpaksa menuntun sepeda motor karena kehabisan bahan bakar di tengah jalan.
Noah melihat ada pekerja bangunan yang sedang sibuk mengerjakan sebuah rumah. Meski ragu, Noah tetap melangkah ke sana untuk melakukan usaha pertamanya.
"Permisi." Noah langsung berusaha berbicara pada kuli bangunan yang berada paling dekat darinya.
"Iya, kenapa, Mas?" tanya kuli itu sembari terus menata bata dengan semen.
"Saya lagi butuh pekerjaan, Pak. Apa saya boleh ikut bantu di sini?" Noah tidak ingin menunjukkan bahwa ia sebenarnya ragu. Ia berusaha bersikap tegas supaya peluang untuk diberi kesempatan kerja semakin besar.
Kuli bangunan itu agak terkejut dengan pertanyaan Noah. Dilihat sekilas saja, Noah sepertinya tidak ada bakat untuk menjadi kuli.
Ia lalu memperhatikan Noah dari ujung kaki hingga kepala. Maka semakin yakin ia bahwa Noah tidak ada potensi.
"Kamu yakin mau jadi kuli? Nanti baru kerja satu hari aja langsung sakit?"
Noah langsung salah tingkah. Bingung harus menjawab apa. Apa sebegitu kentaranya jika ia memang belum ada pengalaman dan belum tahu apa - apa tentang pembangunan?
"Saya orangnya gigih dan mau belajar, Pak. Saya minta tolong. Saya benar - benar butuh pekerjaan. Kalau nggak kerja saya nggak bisa makan."
Kuli itu menatap lekat Noah sekali lagi. Lagi - lagi tidak yakin dengan Noah hang mengaku gigih. Ia juga tidak percaya dengan alasan Noah mencari pekerjaan hanya agar bisa makan. Karena setahunya, anak - anak seumuran Noah yang masih menganggur, akan makan numpang orang tua. Bahkan yang sudah punya pekerjaan pun juga banyak yang makan masih numpang orang tua.
Tapi di sisi lain, kuli itu masih punya hati juga. Membayangkan jika seandainya Noah adalah orang yabg jujur. Ia pasti sedang sangat kesusahan sekarang.
"Ya udah lah. Tapi saya nggak bisa memutuskan. Soalnya saya cuman kuli, Mas. Biar mandor saya aja yang memutuskan." Ia menunjuk seseorang yang berpakaian paling rapi dibanding pegawai yang lain. Ia juga memakai sepatu boots, juga helm proyek.
"Oh, iya. Terima kasih, Pak." Meski masih ragu, Noah tetap merasa cukup lega, karena setidaknya ia sudah berada satu langkah lebih maju.
Noah pun melangkah mendekati sang mandor, yang sedang mengawasi jalannya pembangunan rumah. Laki - laki berkumis itu langsung menoleh saat tahu ada orang asing yang berjalan mendekatinya.
"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanyanya, bahkan sebelum Noah mengucapkan permisi. Sepertinya sang mandor adalah orang yang baik.
Noah pun tersenyum padanya. "Maaf, Pak. Saya datang untuk meminta tolong. Saya sedang butuh pekerjaan. Jika diperkenankan, izinkan saya membantu menjadi kuli di sini. Jika diizinkan saya akan sangat berterima kasih."
Sang mandor menatap Noah dengan tatapan menyesal. "Bukannya saya nggak mau membantu, Dek. Tapi pemilik rumah yang mempekerjakan kami, menggunakan sistem borongan dikarenakan menyesuaikan dengan budget. Pekerja yang ada di sini sebenarnya sudah melebihi limit. Kalau pada akhirnya bagi hasil jadi lebih kecil karena ada anggota baru, kasihan kuli yang lain, Dek. Maaf ya."
Mandor itu terlihat begitu menyesal. Sepertinya ia berkata jujur. Bukan sedang mengada - ada atau mencari alasan untuk tidak menerima Noah bekerja di sana.
Awal hari yang buruk bagi Noah. Tapi tentu saja ia tak boleh menyerah bukan? Ini baru awal, ya baru awal.
Noah pun pada akhirnya tetap memasang senyum di wajahnya. "Baik, tidak apa - apa, Pak. Saya akan coba mencari pekerjaan lain. Doakan saya segera dapat pekerjaan ya, Pak."
"Iya, saya doakan, Dek. Sekali lahi mohon maaf, ya."
"Tidak apa - apa, Pak. Tidak perlu minta maaf. Saya permisi dulu."
Noah berbalik dan melenggang pergi dari sana. Sembari memikirkan ke mana lagi ia akan berjalan, dan pekerjaan apa lagi yang akan ia coba untuk dapatkan.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Teriknya matahari sudah berada di atas ubun - ubun. Tenggorokan Noah sudah kering. Ia sangat haus. Tapi tidak ada uang untuk membeli minum.
Ada sebuah gentong berisi air bersih yang disediakan pemerintah setempat. Sebenarnya itu digunakan untuk mencuci tangan. Namun Noah menggunakannya untuk minum.
Sudah beberapa tempat ia datangi. Beberapa pekerjaan kasar coba ia lamar. Namun nihil. Sebegitu sulitnya menjadi pekerjaan.
Siang telah berganti sore. Matahari sudah akan terbenam di ufuk barat. Tubuh Noah rasanya sudah sangat lelah. Ia butuh istirahat setelah berjalan keliling kota dan pinggiran sepanjang pagi sampai se - sore ini.
Noah pun memutuskan untuk pulang ke tempat kost. Sampai di sana ia langsung meminum satu gayung air dari gentong. Kemudian ia merebahkan diri di kasur kapuk. Rasanya sangat nyaman berbaring seperti ini. Pinggangnya serasa tidak jadi copot.
"Astaga ... bahkan melamar pekerjaan yang kasar pun susahnya setengah mati." Noah sedikit mengeluh atas perjuangan beratnya hari ini.
Merasa cukup beristirahat, Noah beranjak lagi karena perutnya keroncongan.
Mengingat tadi ia tidak makan siang, jatah mie instan untuknya masih ada dua bungkus untuk hari ini. Noah berniat memasak keduanya untuk makan siang sekaligus makan malam. Setelah itu Noah berniat untuk mandi dan langsung tidur sampai besok pagi, dan memulai hari kembali.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Hari ini adalah hari ke - 3 perjuangannya. Hari di mana stok mie instan - nya sudah akan habis. Jika hari ini ia belum dapat kerja juga, besok ia tidak akan bisa makan.
Meski tak semangat, ia tetap berangkat untuk mencari pekerjaan. Sayangnya yang ia takutkan kini menjadi kenyataan. Sampai larut malam ia berusaha, ia tetap tak dapat kerja.
Hari ke empat dan ke lima, Noah berusaha bertahan tanpa makan. Hanya mengisi perutnya dengan air. Lapar ia minum. Haus juga minum.
Namun tentu saja air tidak cukup untuk memulihkan tenaganya. Mengingat ia bekerja keras sepanjang hari untuk mencari pekerjaan.
Di saat kelaparan itu melanda, sesuatu bernama The Power of Kepepet tiba - tiba muncul di otaknya.
Ia mendadak kembali menyalahkan seseorang yang telah membuatnya menderita seperti ini. Seseorang yang telah membuatnya kehilangan pekerjaan.
Siapa lagi kalau bukan ... Eve.
Kedua kaki Noah secara otomatis kembali melangkah. Bukan untuk lanjut mencari pekerjaan. Namun untuk menuju ke rumah Eve.
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --