Intan duduk di ruangannya yang sepi, mencoba menenangkan dirinya. Tangisnya mulai mereda, tetapi rasa sakit dan bingung masih menghantam hatinya. Mahendra duduk di seberangnya, menatap dengan penuh simpati. Rasa marah terhadap suami Intan sedikit sulit untuk dia kendalikan. Rasa ingin membunuh pria yang sudah menyakiti hati Intan sulit juga untuk dia tekan. Tapi demi wanita dihadapannya yang sedang menangis, Mahendra mencoba tetap tenang.
"Intan, kamu mau bicara tentang apa yang terjadi?" tanya Mahendra lembut. Meskipun Intan tidak mau berbicara apa yang terjadi, Mahendra menghargainya.
Intan menarik napas panjang dan mulai bercerita tentang apa yang terjadi di rumahnya. Tentang bagaimana Bima memperkenalkan istri keduanya dan bagaimana dia diusir dari rumah mereka. Mahendra mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk dan memberikan kata-kata yang bisa sedikit menghibur Intan. Meskipun Mahendra tahu itu akan sia-sia.
"Intan, kamu jangan takut, kamu tidak sendiri. Aku akan membantumu sebisaku," kata Mahendra sambil menggenggam tangan Intan dengan lembut.
Intan mengangguk, merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Mahendra. Dia merasa beruntung memiliki bos yang peduli padanya, meskipun situasi mereka sebelumnya sangat canggung.
**
Keesokan harinya, Intan memutuskan untuk menginap sementara di rumah temannya, Rina. Rina menyambutnya dengan hangat dan memberikan dukungan penuh kepadanya.
"Intan, kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu mau. Aku akan selalu ada untukmu. Jangan merasa sungkan, aku akan selalu ada untukmu, Ntan." kata Rina sambil memeluk sahabatnya yang sedang terpuruk.
Intan merasa berterima kasih dan mulai merasa sedikit lebih baik dari sebelumnya. Setidaknya ada Rina, sahabatnya, yang bisa menerima dirinya. Dia tahu bahwa dia harus kuat dan melanjutkan hidupnya, meskipun rasa sakit itu masih terasa entah sampai kapan ras asakit itu bertahan.
**
Di rumah Bima, suasana mulai berubah. Setelah menemukan jam tangan mewah yang dibeli Intan, Bima dan keluarganya mulai merasa ada yang janggal dari Intan. Mereka semua tahu jika harga jam itu tidak mungkin bisa dibeli dengan gaji seorang sekertaris biasa seperti Intan.
"Mungkin Intan punya pekerjaan sampingan yang tidak kita ketahui," kata Rika sambil memandangi jam tangan itu. Ada nada kesal terdengar disana karna Intan lebih unggul darinya.
"Mungkin. Tapi pekerjaan apa yang bisa memberinya penghasilan sebanyak itu?" tanya Bu Badriah dengan raut wajah penasaran.
Bima hanya diam, mencoba mencerna semuanya. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang dia tidak ketahui tentang istrinya, dan rasa bersalah mulai menghantui pikirannya.
**
Di kantor, Intan mencoba kembali ke rutinitasnya. Meskipun masih merasa canggung dengan Mahendra, dia berusaha untuk tetap profesional dan fokus pada pekerjaannya. Mahendra juga berusaha menjaga jarak dan memberikan ruang bagi Intan untuk pulih. Mereka berdua bersandiwara kalau tidak terjadi apa-apa semalam.
Namun, hari itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Seorang rekan kerja, Dinda, datang ke meja Intan dengan wajah penasaran.
"Intan, aku baru saja melihat video kamu di t****k. Kamu benar-benar hebat! Aku tidak tahu kalau kamu seleb t****k," kata Dinda dengan antusias.
Intan terkejut sejenak, lalu tersenyum kecil. "Terima kasih, Dinda. Itu hanya hobi saja."
"Jangan merendah. Video kamu banyak yang menonton dan kamu punya banyak penggemar. Aku sangat kagum," kata Dinda lagi.
Perkataan Dinda membuat Intan merasa sedikit bangga dan kembali percaya diri. Dia tahu bahwa menjadi seleb t****k adalah salah satu caranya untuk mengatasi stres dan menemukan kebahagiaan di tengah kesulitan hidupnya.
**
Di sisi lain, Bima mulai merasa tidak tenang. Dia tahu bahwa dia telah membuat kesalahan besar dengan menikahi Rika tanpa sepengetahuan Intan. Rasa bersalah itu semakin besar saat dia menyadari bahwa mungkin ada sesuatu yang dia tidak ketahuinya tentang Intan.
"Bima, apa yang kamu pikirkan?" tanya Rika.
"Aku hanya berpikir tentang Intan. Aku merasa ada sesuatu yang salah," jawab Bima sambil memandang jauh.
"Kamu menyesal?" tanya Rika dengan nada sedikit cemas dan cemburu?
Bima terdiam sejenak. "Aku tidak tahu. Mungkin aku terlalu cepat mengambil keputusan."
Rika menatap suaminya dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa pernikahan mereka tidak dimulai dengan cara yang benar, dan kini dia merasa was-was dengan perasaan Bima terhadap Intan.
Rika takut Bima akan kembali ke Intan.
**
Sementara itu, Intan mulai mendapatkan kembali semangatnya. Dia tahu bahwa hidupnya harus terus berjalan, meskipun penuh dengan luka dan kekecewaan. Dia mulai lebih aktif di t****k, membuat konten yang lebih kreatif dan menyenangkan. Hal ini memberinya penghasilan tambahan dan juga dukungan dari para penggemarnya.
Suatu hari, Mahendra mendekati Intan dengan sebuah proposal proyek besar. "Intan, aku tahu kamu sedang menghadapi masa sulit, tapi aku percaya kamu bisa mengatasi ini. Aku ingin kamu memimpin proyek ini."
Intan terkejut dan merasa terharu. "Terima kasih atas kepercayaan Anda, Pak Mahendra. Saya akan melakukan yang terbaik."
Mahendra tersenyum. "Aku yakin kamu bisa, Intan."
Dengan semangat baru, Intan mulai bekerja keras. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan besar untuk membuktikan diri dan menunjukkan bahwa dia lebih dari sekadar istri yang ditinggalkan. Dia adalah wanita yang kuat dan mampu menghadapi segala rintangan.
**
Di rumah, Bima mulai merasa gelisah. Rasa bersalah dan penyesalan terus menghantui pikirannya. Dia tahu bahwa dia harus berbicara dengan Intan dan mencari tahu kebenaran di balik semua ini.
Suatu malam, Bima memutuskan untuk menghubungi Intan. "Intan, bisakah kita bicara?"
Intan merasa bingung mendengar suara Bima di telepon. "Apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Aku ingin mendengar dari kamu, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kamu bisa membeli jam tangan itu?" tanya Bima dengan suara serius.
Intan terdiam sejenak. "Itu bukan urusanmu lagi, Bima." Jawab Intan dengan dingin.
Bima menghela nafasnya, dia tahu kesalahannya sangat fatal hingga membuat wanita itu membencinya.
"Boleh aku bertanya?"
Intan tidak menjawab.
"Dari mana kamu mendapat uang banyak untuk membeli jam tangan yang harganya fantastis itu?" Pertanyaan sejak kemarin akhirnya bisa ia keluarkan juga.
"Itu tidak penting. Apa pedulimu?Yang penting sekarang adalah bagaimana kita melanjutkan hidup kita," jawab Intan dengan tegas.
Bima terdiam, merasa bingung dan semakin bersalah. "Intan, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang."
Intan menarik napas panjang. "Yang terbaik untuk kita adalah berpisah. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini setelah apa yang kamu lakukan kepadaku, Bima."
Dengan berat hati, Bima menyetujui keputusan Intan. Dia tahu bahwa dia telah menghancurkan hubungan mereka dan tidak mungkin bima bisa mengubah pecahan gelas menjadi utuh sempurna lagi.
**
Hari-hari berikutnya, Intan fokus pada pekerjaannya dan kehidupan barunya sebagai seleb t****k. Dia menemukan kebahagiaan dan kekuatan dalam dirinya sendiri, serta dukungan dari teman-teman dan penggemarnya.
Mahendra juga memberikan dukungan penuh, memastikan bahwa Intan merasa dihargai dan mendapat dukungan di tempat kerja. Mereka mulai menjalin hubungan yang lebih baik dari sebelumnya, meskipun masih dalam batas profesional antara karyawan dan atasan.
Intan tahu bahwa hidupnya akan penuh dengan batu kerikil yang mengganggunya, tapi Intan siap menghadapi semuanya dengan bahu tegak dan menjadi kuat. Dia sudah menjadi dirinya sendiri dan tahu bahwa tidak ada yang bisa menghentikannya untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.
**
Di rumah, Bima terus merenungi kesalahannya. Dia tahu bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang berharga dan tidak ada yang bisa menggantikan Intan. Namun, dia juga tahu bahwa hidup harus terus berjalan, dan dia harus belajar dari kesalahan-kesalahannya.
Dengan perasaan yang campur aduk, Bima mulai mencoba memperbaiki hidupnya dan mencari cara untuk menebus kesalahannya.
"Aku akan bertekat untuk membawa Intan kembali ke rumah, bagaimana pun itu caranya." Tekatnya.