"Mampir dulu Mas ke minimarket,"
Jagat yang sedang fokus mengemudi sontak menoleh sekilas ke arah Kaluna yang duduk di sebelahnya. Kemudian bertanya sembari kembali menatap lurus ke depan.
"Mau beli apa, Luna?"
"Listerine, buat Mas Jagat."
"Loh, kok buat saya? Tiba-tiba banget random begitu mau beli Listerine buat Mas?" tanya Jagat dengan raut wajah terkejut.
"Mas Jagat tadi makan pete banyak banget. Harus kumur-kumur biar nggak bau mulut. Katanya setelah ini mau meeting sama klien kan? Jadi harus kumur-kumur yang bersih pakai Listerine biar nggak bau mulut."
Astaga, Jagat langsung tertawa begitu mendengarnya. Sekalinya Kaluna bicara panjang lebar, wanita itu justru membahas soal mulutnya yang bau. Memalukan, tapi Jagat justru tertawa geli.
"Emang bau banget ya?"
"Nggak begitu sih. Tapi harus kumur-kumur biar nggak bau mulut. Plus, biar kliennya nggak pingsan kalau nyium bau napas Mas Jagat." jawabnya jujur. Kaluna tetaplah Kaluna yang selalu jujur apa adanya.
Jagat kembali tertawa geli. Aneh memang rasanya mendengar Kaluna banyak bicara. Harusnya juga dia merasa tersinggung meski Kaluna membicarakan fakta. Tapi Jagat justru tertawa geli mendengar kejujuran Kaluna. Ia benar-benar tak ambil hati ucapan puan itu.
"Nanti sekalian beli permen mint," lanjut Kaluna dan Jagat menganggukkan kepalanya. Benar-benar pria penurut.
"Iya deh, terserah Luna. Mas Jagat mau-mau aja. Seneng deh, diperhatiin Luna gini,"
Kaluna tak menyahut. Dia justru langsung diam dan mengalihkan wajahnya ke arah depan. Kembali menatap jalanan yang selalu padat dari pagi sampai ke malam hari.
Kaluna adalah orang yang tidak bisa diam saja jika ada sesuatu yang menjanggal di dekatnya. Apalagi jika soal masalah bau. Entah itu bau mulut, bau badan atau ruangan yang bau sekali pun, Kaluna akan turut memperhatikan.
Wanita itu sangat mencintai kebersihan. Maklum, jika apa pun di dekatnya harus bersih dan juga wangi. Bisa dibilang, Kaluna ini memiliki kepribadian yang perfeksionis. Semuanya harus benar-benar sempurna, dan tidak boleh ada yang kurang. Harus rapi, bersih dan wangi. Maka tidak heran jika saat ini dia berani mengatakan hal jujur pada Jagat. Toh menurut Kaluna kejujurannya juga baik untuk Jagat sendiri.
Sesampainya di sebuah minimarket, Kaluna dan Jagat langsung masuk ke dalam untuk membeli obat kumur yang dicari. Selain itu, juga membeli permen rasa mint untuk menyegarkan mulut kembali.
"Mbak, toiletnya kosong nggak ya?" tanya Kaluna pada sang kasir setelah membayar barang belanjaannya.
"Kosong Kak, baru saja dibersihin kok."
"Oke makasih Mbak," sahut Kaluna. Lalu dia langsung menoleh ke arah Jagat sembari menyerahkan sebotol obat kumur. "Sana Mas, kumur-kumur dulu. Toiletnya kosong kata Mbaknya. Buruan, aku tungguin di depan ya."
"Astaga, iya-iya."
Jagat hanya bisa pasrah dan mengiyakan perintah Kaluna. Membersihkan mulutnya dengan berkumur berulang kali untuk menyamarkan bau mulut.
Baru kali ini ada yang komplain mulutnya bau setelah makan pete tadi di warung pecel lele. Gila memang, tapi lucu. Jika dipikir-pikir lagi, kenapa juga dia harus mengajak Kaluna makan siang pecel lele di pinggir jalan? Bahkan dengan percaya dirinya memesan pete juga sebagai pelengkap.
Tapi sebelumnya juga Jagat sudah menanyakan pada Kaluna apakah wanita itu akan terganggu atau tidak jika dia memesan menu paling spesial tersebut, dan jawaban Kaluna tidak masalah.
Hanya saja lucunya, sepulang dari sana Kaluna langsung menyuruhnya untuk kumur-kumur.
"Udah?"
Jagat mengangguk, "sudah, Luna. Pulang sekarang?"
"Iya, tapi ini makan dulu permennya biar enakan mulutnya." sahut Kaluna sembari membukakan bungkus permen untuk Jagat.
Kaluna mengarahkan tangannya pada Jagat dengan harapan pria itu langsung mengambil permennya. Namun, Jagat justru menyentuh pergelangan tangan Kaluna dan mengarahkan tangan wanita itu ke mulutnya.
"Maunya disuapin begini, Kaluna." ujar Jagat sebelum akhirnya melahap permennya.
Pria itu tampak tersenyum saat Kaluna langsung buru-buru menjauh dengan alasan membuang bungkus permennya ke tong sampah.
"Ayo Mas, keburu kamu telat ketemu klien. Harus nganter aku pulang ke butik juga,"
Jagat tidak lagi berkomentar. Dia langsung mengangguk dan bergegas pergi mengantar Kaluna kembali ke butik lagi.
Sesampainya di butik, Jagat turut turun serta mengantar Kaluna sampai ke teras depan butik. Yang mana sebenarnya pria itu tak harus melakukannya.
"Kenapa ikutan turun?"
"Ya nggak apa-apa. Mau ngantar Luna sampai depan. Atau mau di antar sampai depan ruangan Luna yang di dalam?"
"Buruan berangkat Mas. Jangan dibiasakan telat kalau ketemu klien,"
"Iya, Luna. Masih ada waktu 45 menit kok ini. Tenang aja, nggak akan sampai telat."
"Ya kalau lancar jalannya, kalau tiba-tiba mobilnya macet di jalan?"
"Astaga, Kaluna. Doanya jelek banget buat Mas,"
"Misalnya, bukan ngedoain."
"Iya deh iya misalnya." sahut Jagat mengalah lagi. Apa pun yang dikatakan Kaluna pokoknya benar saja bagi Jagat. "Ya sudah, Mas balik ke kantor lagi ya. Jangan lupa pancake duriannya nanti dicobain."
"Iya,"
"Siang Luna, sampai ketemu lagi." ujar Jagat diakhiri dengan senyuman manis.
Baru saja hendak membalikkan badan, lengan Jagat tiba-tiba saja ditahan oleh Kaluna. Membuat pria itu mendadak salah tingkah sendiri.
"Kenapa sayang? Eh, Kaluna maksudnya. Kenapa?"
"Mas Jagat bawa parfum lain nggak ke kantor?"
"Lupa, kayaknya sih bawa. Mungkin di laci ruangan saya Luna. Kenapa? Yang ini baunya nggak enak ya?"
Kaluna tidak menjawab pertanyaan Jagat, tapi justru langsung mengeluarkan sebuah parfum dari dalam tasnya. Parfum yang sempat disemprotkan Kaluna di dalam mobilnya tadi.
"Pakai parfum saya aja." ujarnya, lalu menyemprotkan parfum tersebut ke tubuh Jagat. Membuat pria itu tersenyum kembali. "Bau parfumnya Mas tadi kayak bapak-bapak banget. Ganti aja Mas,"
Astaga, Jagat kembali dibuat geli sendiri. Ternyata dari selera parfum saja mereka sudah berbeda. Tapi hal itu sama sekali tidak membuat Jagat merasa malu, apalagi ilfeel karena sikap Kaluna. Tapi justru dia gemas pada Luna. Diam-diam sangat memperhatikannya kan? Lucu.
"Kan emang udah bapak-bapak, Luna. Anak saya udah satu."
"Tapi masih muda,"
"Iya masih muda."
"Ganti saja parfumnya Mas, jangan yang tadi."
"Saya punya beberapa parfum di rumah kok Luna. Yang ini parfum baru dari Ayah, katanya sih parfum lokal produk dari temen Ayah. Jadi Mas disuruh cobain. Kalau Luna nggak suka baunya, jadi besok Mas nggak akan pakai itu lagi. Pakai yang biasanya aja,"
"Ya."
"Atau gini aja deh, besok kan weekend, mau nggak nemenin Mas ke mall beli parfum? Kaluna yang pilihin buat Mas. Gimana?"
Kaluna nampak berpikir keras dan Jagat begitu setia menunggu jawabannya.
"Lihat nanti,"
"Berarti mau. Ya sudah, besok Mas jemput di rumah kamu. Jamnya menyusul ya, Luna."
"Aku bilang lihat nanti, Mas."
"Iya Luna nggak apa-apa. Tapi besok Mas tetap mau ke rumah Luna."
"Terserah Mas Jagat deh kalau gitu."
"Iya-iya terserah Mas Jagat,"
Sumpah demi apa pun, Jagat benar-benar sudah terbiasa dengan Kaluna. Sedikit demi sedikit setidaknya dia bisa membuat luluh wanita berparas cantik itu.
Meskipun PR Jagat masih terbilang sangat banyak jika ingin mendapatkan Kaluna. Pertama, dia harus membuat Kaluna merasa nyaman dengannya. Kedua, dia harus bisa merubah persepsi Kaluna mengenai apa itu menikah. Dan yang ketiga, Jagat harus bisa menjadi pendengar yang baik untuk Kaluna. Karena dia ingin wanita itu bisa berbagi masalah padanya. Karena jujur saja, Kaluna sangat tertutup perihal masalahnya. Namun Jagat juga tidak bisa menyinggungnya lebih dulu sebelum Kaluna yang bersedia ingin membaginya.