“Ya, itu benar,” jawab Jack. “Kau akan jadi orang yang pertama tahu.”
“Terima kasih. Memang seharusnya begitu. Lucu sekali kalau asisten pribadimu malah yang terakhir tahu,” sahutku sambil terbahak. “Kau tahu, sudah banyak gosip beredar mengenaimu, Jack.”
“Oh, apa saja?”
“Salah satunya bahwa kau gay.”
Jack tertawa keras mendengar hal itu. “Gay? Aku?” Dia tertawa terus sampai keluar air mata. “Astaga! Kenapa bisa-bisanya ada gosip semacam itu?”
“Karena faktanya adalah kau lajang, muda, ganteng, sukses, termasuk salah satu miliuner termuda di NYC, bahkan di Amerika, tapi kau tidak pernah terlihat berkencan dengan wanita dalam lima tahun terakhir. Itu sangat aneh.”
“Aku hanya terlalu sibuk dengan pekerjaan. Selain yang sudah pernah kuceritakan, sejak diselingkuhi memang aku agak malas memulai hubungan kembali. Terlebih pekerjaanku sangat menyita waktu. Tidak ada cukup waktu untuk mendekati wanita. Sekarang aku sudah menemukan wanita yang tepat. Pada saatnya nanti tentu saja seisi kantor akan tahu bahwa aku bukan gay. Aku 100% normal.”
“Ya, aku tidak sabar untuk tahu siapa orangnya. Bukan Emily dari bagian resepsionis?”
“Bukan. Kenapa kau mengira dia?”
“Dia sangat manis, juga rajin. Setiap hari dia sudah datang lebih pagi dari aku.”
“Ya, dia memang rajin, tapi bukan dia.”
“Kalau begitu siapa, ya?”
“Apa kau tidak mau membereskan barang-barangmu dulu?”
Sadar Jack mengalihkan pembicaraan, aku pun berhenti menanyainya. “Ini sudah terlalu malam. Besok saja, mumpung aku ambil cuti.” Tiba-tiba aku menguap. Buru-buru kututup mulutku dengan tangan. “Maaf, ini hari yang melelahkan.”
“Selamat istirahat. Aku harap besok kau sudah siap dengan jawabanmu untuk tinggal di sini.”
“Selamat istirahat juga, Jack. Ya, besok aku akan memberimu jawaban.”
Begitu masuk ke kamar, aku mengambil pakaian tidur yang nyaman: gaun tidur satin panjang selutut yang cantik berwarna putih, dilengkapi dengan renda-renda berwarna senada dan satu bunga mawar putih di bagian d**a kanan. Begitu berbaring dan diselubungi selimut, berbaring di atas ranjang yang hangat dan sangat empuk, aku segera terlelap.
***
Dinginnya udara membuatku terbangun. Dengan setengah sadar, aku terduduk. Tiupan angin dingin ke tubuhku membuatku bersedekap. Di mana aku? Lalu sejenak aku teringat menginap di kondominium Jack. Begitu melihat sekitar, aku ternganga. Tidak ada selimut dan ranjang yang empuk, tidak ada kamar luas bernuansa modern dengan tiga warna utama. Sebaliknya yang kulihat adalah pepohonan rimbun, juga jalan setapak.
Di mana ini? Sinar matahari pagi membuatku menyipitkan mata. Tiba-tiba teringat pada liontin kalung segera kuulurkan tangan untuk membuka tutup liontinnya. Pukul 7.18 pagi. Di kejauhan kulihat ada satu bangunan besar. Aku masih mencari-cari di sekitarku. Tidak ada tas, tidak ada ponsel, tidak ada apa pun. Apa mungkin terjadi sesuatu semalam? Bertelanjang kaki, aku menyusuri rerumputan. Melihat sekeliling, ini daerah yang tidak kukenali. Beberapa bangunan yang kulihat, sepertinya bukan bangunan modern yang biasa terlihat di Manhattan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Karena terlalu sibuk mengamati sekitar, tidak kulihat akar pohon yang mencuat. Kakiku terantuk sesudah itu tubuhku terhempas ke jalan setapak. Sambil mengaduh kuperiksa kakiku yang berdarah. Bagaimana ini? Dengan berjingkat aku berjalan ke jalan setapak itu. Tidak aman berjalan di atas rerumputan karena bisa-bisa terkena sesuatu yang menjadikannya infeksi.
Beberapa lama berjalan, kudengar bunyi berderap cepat di belakangku. Begitu berbalik, kulihat sebuah kereta hitam yang ditarik oleh dua ekor kuda hitam melintas. Tanpa bisa menghindar dari kereta dan kuda-kuda itu, aku menjerit ketika kuda-kuda itu menabrakku. Semua segera berubah menjadi gelap.
Ketika tersadar, sakit luar biasa terasa di kepala dan di tubuhku. Begitu mengerang, terdengar suara seorang perempuan di dekatku. “Dia sudah siuman.”
“Lady Eloisa, maaf, biarkan aku memeriksanya.”
Sesudah itu, ada cahaya menyorot ke mataku. Aku segera memejamkan mata.
“Miss, tolong buka matamu. Aku dokter Elliot.”
Perlahan kubuka mataku. Seorang pria berkacamata bulat, berkumis putih tebal, dengan tatapan serius sedang memegang senter kecil. “Dokter, apa yang terjadi?” tanyaku dengan suara lemah.
“Anda kehilangan kesadaran selama dua hari, Miss. Aku akan memeriksa kondisi Anda, kalau-kalau ada kerusakan yang tidak terdeteksi sebelumnya. Tolong ikuti instruksiku.”
Dokter Elliot kembali menyorot mataku dengan senter kecilnya. “Lihat ke atas. Lihat ke samping. Lihat ke bawah. Bagus. Semua normal.” Sesudah itu, Dokter Eliot kembali memberi instruksi. “Angkat tangan kanan Anda. Sekarang tangan kiri Anda. Apakah Anda bisa menggerakkan kedua kaki Anda?”
Kuikuti semua perintahnya dengan susah payah.
“Apa yang Anda rasakan sekarang?”
“Kepalaku sakit sekali, juga badanku, Dokter.”
“Nama Anda, Miss?”
“Daphne. Daphne Montgomery.”
“Usia?”
“Dua puluh lima tahun.”
“Anda berasal dari daerah mana?”
“Manhattan. New York.”
Dokter itu tertegun beberapa saat. “Dari New York? Apa Anda ke sini dalam rangka Commissioners' Plan [1]?”
“Commissioners' Plan?” gumamku. Sesudah terdiam sejenak, aku teringat pelajaran sejarah di masa SMA. “Bukankah itu di tahun 1811? New York sudah jauh lebih maju dari sejak itu.” Tiba-tiba aku tertegun. “Sekarang tanggal berapa? Di mana ini?”
“Tepat sekali, Miss Montgomery. Sekarang tanggal 22 Agustus 1811. Ini di estat [2] Devonshire. Devonshire House, di London.
“Astaga? Bagaimana mungkin?” Belum sempat bertanya lebih jauh, sakit kepalaku semakin tak tertahankan.
“Anda harus beristirahat. Aku akan memberikan laudanum [3].”
Sesudah meminum semacam obat cair, tak lama rasa sakit itu mulai berkurang. Sayup-sayup masih kudengar percakapan di sekelilingku.
“Sepertinya Miss Montgomery mengalami kehilangan ingatan. Hal itu sangat mungkin karena trauma pada bagian kepala yang terbentur. Selain itu, fungsi tubuh semua normal. Butuh waktu untuk memulihkan luka-luka luar, juga beberapa memar di dalam, tapi untuk memulihkan ingatan tidak bisa dipaksa. Biarkan berjalan secara alami.”
Hanya itu yang kudengar, lalu aku kembali terlelap. Entah berapa lama aku tertidur, saat bangun suasana sudah gelap.
“Miss, Anda sudah bangun? Syukurlah.”
Seorang perempuan muda berpakaian sederhana segera berlari keluar kamarku. Tidak lama dia kembali bersama seorang perempuan muda lain yang berpakaian indah. Gaunnya berwarna biru muda, dengan beberapa renda dan pita. Perawakannya mungil. Dia berjalan dengan anggun dan luwes. “Miss Montgomery, Anda baik-baik saja?”
Aku berusaha untuk bangun, tapi tubuhku terlalu lemah. Dengan perlahan aku mengangguk. “Ya, Anda adalah?”
“Perkenalkan, aku Lady Eloisa Penelope Cavendish. Biasa dipanggil Lady Eloisa.”
“Aku Daphne Montgomery. Senang berkenalan dengan Anda, Lady Eloisa.”
“Sepertinya Anda perlu makan dulu untuk menguatkan kondisi tubuh Anda. Apa mau sup atau roti?”
“Keduanya boleh,” gumamku. “Aku sangat haus. Boleh minta segelas air?”
Lady Eloisa tercengang mendengar permintaanku. “Tentu saja akan kuminta pelayan untuk menyediakan sup dan roti, juga air, tapi terlalu banyak makanan saat baru siuman, apa Anda yakin bisa menelannya?”
“Aku ingin segera sembuh. Ya, akan aku usahakan untuk menghabiskan semuanya. Terima kasih atas bantuan Anda.”
Selagi Lady Eloisa keluar dari kamar, barulah sadar bahwa pakaian yang yang sekarang kukenakan berbeda dengan baju tidur semalam. Gaun yang kukenakan sekarang berwarna kuning muda panjang, dengan renda di bagian leher. Lengan gaun ini pendek. Di bagian bawah d**a terdapat jahitan sehingga gaun itu berbentuk pas badan walau tetap sangat nyaman dipakai.
Tidak butuh waktu lama, seorang pelayan perempuan membawakan meja kecil berisi sup, roti, dan juga segelas air.
“Terima kasih,-”.
Pelayan itu menekuk lututnya, “Mary, Miss.”
“Terima kasih, Mary.”
Segera kucelupkan roti ke dalam sup, lalu mulai makan. Sesudah selesai makan, kudengarkan Lady Eloisa bercerita. Dia sepertinya jauh lebih muda dariku. Rambut coklatnya ditata rapi, membentuk sanggul. Mata birunya bersinar ekspresif saat berbicara. Selagi berbicara, tangannya bergerak lincah.
“Aku mewakili kakakku, Duke of Devonshire, meminta maaf atas kelalaian dari kusir phaeton [4] kami. Dia tidak melihat Anda ada di jalan. Untuk menebus kesalahan fatalnya itu, izinkan kami menjamu Anda di Devonshire House sampai Anda pulih, Miss Montgomery.”
“Baiklah, terima kasih.” Beberapa saat aku menatap Lady Eloisa. “Maaf, berapa umur Anda?”
‘Umurku 17 tahun. Berapa umur anda, Miss?”
“Aku 25 tahun. Maaf kalau kurang sopan, tapi aku tidak paham aturan di sini. Semoga Anda tidak menganggapku kurang ajar. Kalau ada kesalahan, tolong katakan saja langsung.”
Lady Eloisa mengibaskan tangannya. “Tidak perlu khawatir. Memang penggunaan segala tata krama ini memelelahkan dan memusingkan, apalagi mengingat Anda dari Amerika. Panggil saja aku Eloisa, Miss Montgomery, apalagi memang aku lebih muda darimu.”
“Kalau begitu, Anda juga harus memanggilku dengan nama saja.”
“Baiklah. Kita hilangkan segala formalitas ini, Daphne. Omong-omong, bagaimana kau bisa sampai di sini?
“Aku sendiri juga tidak tahu,” jawabku dengan perlahan. “Seandainya saja aku tahu.”
“Maafkan aku. Tidak seharusnya menanyakan hal ini. Dokter Elliot sudah menjelaskan bahwa kemungkinan kau kehilangan ingatan karena terbentur di kepala sewaktu kecelakaan beberapa hari lalu.”
“Kehilangan ingatan?”
“Jangan khawatir, Daphne. Nanti ingatanmu akan pulih kembali. Tidak usah memaksa diri untuk mengingat-ingat karena menurut Dokter Elliot, hal itu bisa memperburuk kondisimu.”
Aku menyandarkan diriku ke bantal. “Kehilangan ingatan,” ulangku lagi sambil mendesah. Seandainya saja Eloisa tahu yang sebenarnya, dia pasti akan sangat terkejut.
Eloisa masih terus berbicara. “Karena beberapa bulan lagi season akan dimulai, aku yakin kakakku tidak akan keberatan jika kau juga ikut dalam season, Daphne. Malah aku akan sangat senang karena ada teman. Jangan khawatir, aku dan Miss Prescott akan membantumu untuk mempelajari tata krama, termasuk berdansa. Oh, ya, aku juga akan mempersiapkan gaun-gaun untuk season. Jadi nanti kita bersama-sama akan bersenang-senang dalam memilih gaun-gaun yang akan kita kenakan di season.”
“Season? Tata krama? Berdansa? Gaun-gaun? Astaga, Eloisa, aku benar-benar tidak mengerti.”
Eloisa menutup mulutnya. “Maafkan aku! Karena terlalu bersemangat, lagi-lagi aku lupa menjelaskan. Season adalah masa diadakannya rangkaian pesta di kalangan para bangsawan (ton). Pada season itu sejumlah gadis muda lajang yang baru selesai pendidikan, baik di rumah oleh pengasuh mereka (governess) atau di sekolah khusus putri (biasanya di biara) diperkenalkan ke masyarakat luas. Tujuan dari season adalah agar para gadis muda ini (biasa disebut sebagai debutan) berkenalan dengan para pria Diharapkan dari perkenalan tersebut mereka pada akhirnya akan mendapatkan pasangan. Biasanya debutan yang sukses akan mendapat banyak sekali permintaan untuk melakukan pendekatan. Pendekatan itu akan diakhiri dengan pernikahan. Mengenai tata krama, nanti Miss Prescott bisa mengajarimu secara terperinci. Aku juga akan membantumu. Mengenai berdansa, kau bisa meminta bantuan James.”
Keterangan:
[1] merupakan suatu gagasan untuk menempatkan rancangan di jalan-jalan Manhattan dari Houston Street sampai 155th Street dalam bentuk grid/petak yang menjelaskan lokasi di Manhattan sampai hari ini. Ide ini digagas oleh Gubernur Morris, John Rutherfurd (seorang jaksa yang sebelumnya merupakan senator Amerika Serikat), dan Simeon De Witt (orang yang melakukan survei untuk negara bagian)
[2] Tanah/properti
[3] Ekstrak opium yang berfungsi untuk pengobatan berbagai penyakit, tapi untuk kasus di sini adalah untuk membius dan menghilangkan rasa sakit
[4] Kereta kuda yang ditarik oleh kuda, biasanya sejumlah dua atau empat ekor kuda.