Seorang pria dengan pakaian berwarna hitam segera keluar dari jet pribadinya, rambutnya sedikit panjang, ada banyak pula tato yang menghiasi tubuhnya. Pria itu adalah Grezlie, ia baru saja tiba di Hongkong, dan dengan sengaja memilih pendaratan di bandara umum. Ia ingin melihat Hongkong lebih banyak lagi, ia juga ingin melihat bagaimana cara orang-orang di sana hidup.
Wajahnya memang tetap tampan meski ada banyak sekali tato pada tubuhnya. Mulai dari tangan, bagian leher, kaki, belakang, d**a, dan yang paling menonjol pada bagian atas alis di sebelah kanan.
“Selamat datang, Tuan. Mobil yang menjemput Anda dan juga rombongan sudah menunggu,” ujar salah seorang wanita.
Tanpa menjawab Grezlie segera melangkah. Ia juga harus bergegas untuk menghilangkan penat selama berada di udara. Pria itu menatap langit biru yang sangat cerah, ia kemudian menatap lurus ke depan.
Di belakang Grezlie para bawahannya berjalan sambil membawa beberapa barang bawaannya dari Amerika, mereka berbaris rapi, dengan angkuh juga mengabaikan orang-orang sekitar.
“Sepertinya pemerintahan di tempat ini juga menjadi kekuasaan pria itu,” ujar Grezlie setelah berhasil menjauh. Ia melangkah ke arah jalan keluar, dan tiba-tiba saja dirinya berhenti. Matanya menatap seorang wanita yang kini berada di kursi roda.
“Tuan, ada apa?” tanya pria yang sejak tadi selalu ada di dekat Grezlie, ia menatap ke arah pandangan Grezlie dan mengerti dengan keinginan pria itu.
“Anda menginginkannya sekarang?” tanya orang tersebut.
“Tangkap dia, bunuh saja pelayan yang bersamanya.” Grezlie segera melangkah pergi, sedangkan pria yang memang bertugas sebagai asistennya tetap tinggal di tempat itu. Ia akan segera melakukan tugas yang Grezlie berikan.
Sementara asisten pribadinya melakukan tugas, Grezlie saat ini sudah berada di parkiran bandara, pria itu segera menuju ke arah limusin yang sudah pasti digunakan untuk menjemputnya.
“Silakan masuk, Tuan.” Seseorang segera membukakan pintu untuk Grezlie, dan tanpa menunda lagi Grezlie segera masuk.
Pria itu mengingat jelas wajah cantik itu, mata yang begitu indah dan juga jernih. Tetapi … kenapa tatapan mata wanita itu terlihat begitu kosong? Ada apa sebenarnya dengan hal itu?
Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di benak Grezlie, ia sangat penasaran dengan Arien Liu, dan ia tak sabar untuk bertemu dengan wanita itu secara khusus.
Mobil itu segera bergerak, Grezlie yang sedang merenung juga merasa lega. Ia menatap ke arah jendela, pemandangan kota itu masih sama seperti saat terakhir kali ia berkunjung. Tetapi … apa Meihuanya masih sama?
Grezlie segera menepis pikirannya, ia tak mungkin bisa bertemu dengan saudara tersayangnya itu lagi. Ia menghindari perasaan yang sudah lama terkubur bangkit lagi, dan perasaan itu akan menghancurkan kebahagiaan Meihuanya.
“Tuan, apa Anda memerlukan sesuatu?” tanya seorang pelayan yang bertugas melayani keinginan Grezlie di dalam mobil itu.
“Katakan kepada sopir agar tak terlalu pelan, aku ingin segera sampai di markas sekarang ini.”
“Saya mengerti,” jawab pelayan itu. Ia segera mengatakan apa yang Grezlie katakan kepadanya. Sepeninggalan sang pelayan, Grezlie kembali termenung. Pria itu menarik napasnya panjang, lalu memeriksa ponselnya. Ada beberapa panggilan masuk, ketika ia memeriksanya hanya ada nama sang ayah yang berbaris rapi di sana.
“Ada apa dengannya? Hah … sepertinya Ayah sangat kesepian sekarang ini,” gumam Grezlie.
Pria itu segera menghubungi ayahnya, ia menunggu beberapa saat hingga panggilan itu benar-benar tersambung.
“Grezlie, apa kau sudah tiba?” Suara Zinan terdengar dengan jelas, dari nada yang pria itu gunakan, terselip rasa khawatir kepada sang anak.
“Ayah, aku sudah tiba sejak beberapa belas menit yang lalu. Ada apa ini?” tanya Grezlie yang berusaha untuk berperilaku lembut kepada sang ayah. Ia tahu rasa cinta dan kasih sayang pria itu begitu besar untuknya.
“Ayah hanya merasa rindu padamu. Tetapi … yah … kau juga tahu jika Ayah tak bisa pergi karena harus mengurusi keluarga Xrezone dan tetap berada dalam perkumpulan Nine Dragon.”
“Apa ayah sedang mencurahkan isi hati sekarang ini?” tanya Grezlie sambil tersenyum kecil.
“Tidak! Ayah hanya sedang merasa bosan dan perlu teman bicara,” sahut Zinan.
“Well … well … well … tapi aku tetap menganggap ini curahan hati seorang Ayah. Apa kau khawatir padaku?” Grezlie dengan cepat mengalihkan pembicaraannya, ia tak ingin mendengar ucapan protes sang ayah yang kini pasti sedang berada di depan makam kakeknya.
“Grezlie, jika Ayah mati, bisakah kau jangan merasa marah? Mungkin Ayah akan mengatakan siapa Ibumu.”
Grezlie termenung.
“Bukan hanya itu, Ayah juga akan menceritakan semuanya.”
“Jangan membicarakan hal tak berguna, Ayah. Kau meminta seorang cucu dariku, pastikan tetap hidup untuk melihat dan menjaga cucumu kelak.”
Keduanya kemudian terdiam, Zinan tak menjawab ucapan putranya, dan Grezlie tak membuat pertanyaan untuk ayahnya. Mata Grezlie kembali menatap keluar, ia bisa melihat Hongkong yang begitu luar biasa.
“Baiklah, Ayah ingin kembali ke kamar. Kau … berhati-hatilah di sana.”
“Hmmm ….” Hanya begitu saja cara Grezlie menanggapi ucapan sang ayah. Ketika sambungan telepon terputus, mobil Yang Grezlie tumpangi juga berhenti di lampu merah.
“Maaf, Tuan. Sepertinya ada kecelakaan di depan sana, semua kendaraan yang akan memasuki wilayah itu di berhentikan.”
“Tidak masalah,” kata Grezlie dengan santai.
…
Arien Liu dan Wei kini sedang menunggu kedatangan Tuan dan juga Nyonya Liu, mereka menanti dengan sabar, terkadang juga bicara dan tertawa kecil.
Arien sempat mencuri perhatian beberapa pria di sana, tetapi saat mereka mengetahui wanita itu memiliki sesuatu yang merepotkan, mereka memilih mundur dengan teratur.
Hanya saja bagi Arien itu bukan masalah besar, saat ini yang terpenting baginya bukanlah cinta, ia ingin menjalani harinya dengan tenang, tanpa ada drama picisan. Wanita itu lebih menyukai kehidupan yang realistis, jika memang suatu saat nanti ia harus menikah, itu juga pasti dengan seseorang yang tulus padanya.
“Nona, sepertinya mereka akan datang terlambat.” Wei yang tidak juga melihat kedatangan kedua orang itu segera memberitahukan kepada Arien.
“Mungkin beberapa saat lagi, Wei.” Arien mencoba tetap bertahan, ia tersenyum kala Wei menepuk pundaknya.
“Ya … sepertinya kita harus bersabar ,” balas Wei.
Kedua wanita itu kembali pada rutinitas awal, menunggu sambil bicara banyak hal. Mereka bahkan tak menyadari jika sejak tadi ada sekelompok orang yang terus mengawasi pergerakan mereka.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya seorang pria dengan pakaian serba hitam, ia menatap pria-pria itu, tak lama kemudian pria itu memperlihatkan tato yang ada pada lidahnya.
“Black Dragon,” ujar pria-pria asing yang mengawasi Arien dan juga Wei.
“Jika kalian berpikir untuk membunuh Arien Liu, maka kalian akan berurusan denganku.”
Pria-pria itu terlihat takut, mereka tahu jika Black Dragon adalah salah satu elit paling dihormati dan ditakuti di organisasi Mafia Golden Snake.
Pria berpakaian hitam yang tak lain adalah asisten Grezlie menyeringai. Sepertinya menyatakan perang dengan kelompok orang-orang itu akan menyenangkan. Pria itu segera mengaktifkan radar pelindung, saat itu pula tubuhnya menghilang dari pandangan mata.
Para pengintai yang ditugaskan membunuh Arien saling menatap. Tetapi malang saja bagi mereka, satu persatu dari mereka terjatuh, dan mereka yang masih tersisa yakin jika ini perbuatan dari pria tadi. Mereka benar-benar mati tanpa perlawanan.
Beberapa saat berlalu dengan cepat, pembunuhan itu juga sudah dibereskan oleh asisten Grezlie dengan sangat baik.
“Mereka sangat menyebalkan.” Pria itu masih bersembunyi menggunakan radar pelindung, tubuhnya sama sekali tak terlihat dengan mata telanjang, dan suaranya juga tak terdengar oleh siapa pun.
Pria itu segera mendekat ke arah Arien dan Wei, ia tak bisa membiarkan nyawa Arien terancam dalam kematian, dan ia harus cepat menyelesaikan pekerjaannya itu.
Jika sudah ada beberapa ekor kutu busuk, sudah pasti tak jauh dari tempat itu ada kutu busuk lainnya. Itulah yang pria itu pikirkan, sekarang para kutu itu sedang mencarinya, dan ia juga tak boleh sampai membuat kehebohan di tempat umum seperti ini.