Arien membuka mata, ia menatap sekitar dan menjadi panik sendiri. Terakhir yang ia ingat ada seseorang memukul tengkuknya, dan setelah itu ia tak tahu apa pun. Wanita itu segera beranjak dari ranjangnya, ia segera keluar untuk mencari Wei, mungkin saja sang pelayan sudah kembali karena tak menemukannya di bandara.
Tetapi malang, saat ia keluar kamar dan berada di lantai satu, malah terlihat kedua orang tuanya. Ada apa ini? Tak biasanya mereka datang ke rumah tempat dirinya tinggal.
“Arien, apa kau tahu siapa yang membawa tubuh aslimu?” tanya sang ayah tanpa basa-basi.
Arien yang saat itu terbangun pada tubuh kloningannya tak tahu apa pun. Ia juga bingung bagaimana bisa ada kejadian seperti saat ini.
“Aku tak tahu. Apa ayah pikir aku akan bingung seperti saat ini jika pelakunya, di mana tempatnya, atau ... yah ... atau apa pun itu.” Arien memijat kepalanya, ia kemudian menatap kedua orang tuanya. “Kami sedang menunggu kalian di bandara, dan semua ini terjadi begitu saja. Di mana Wei, aku khawatir padanya.”
Tuan Liu menatap putrinya. “Hah, sebenarnya kami juga ingin cepat untuk bertemu kalian. Tetapi ada beberapa masalah, dan kami harus menunggu masalah itu selesai.”
“Aku bertanya. Di mana Wei?”
“Dia meninggal dunia,” balas sang ibu.
Arien kehabisan kata, apa yang baru saja ia dengar? Wei ... pelayannya yang manis meninggal. “Lalu, di mana mayatnya?”
“Pihak keluarga sudah menjemputnya.”
Arien menatap ibunya yang dengan santai menjawab hal itu, ia ingin bicara, tetapi kedua orang tuanya segera berdiri.
“Ke mana kalian? Aku perlu penjelasan! Kenapa kalian memintaku ke bandara, dan ...” Arien menelan ludahnya kasar. “Dan kenapa kalian berbohong padaku? Apa maksud kalian memintaku keluar dari tempat ini menggunakan tubuh asliku?”
“Tak usah pikirkan tentang tubuh aslimu, hiduplah dengan nyaman menggunakan tubuh kloningan itu.”
Arien yang mendengar penuturan sang ayah merasa heran. “Apa maksudnya ini? Kenapa kalian kelihatannya tak khawatir dengan diriku?”
Kedua orang itu sama sekali tak menjawab, mereka memilih keluar dari rumah Arien, membiarkan wanita itu menyendiri. Sedangkan Arien yang tinggal seorang diri masih tak mengerti dengan semuanya. Apa kedua orang tuanya senang ia menghilang? Apa kedua orang itu sama sekali tak peduli padanya?
Sejenak Arien terpaku, ia tak menyangka jika kedua orang yang begitu dirinya hormati begitu tega. Keduanya seakan sudah merancang ini terjadi, atau mungkin ...
Arien sekali lagi menelan ludahnya kasar. “Apa mereka ingin membunuhku? Dan ....”
Wanita itu tak mengerti dengan apa yang terjadi, yang pasti itu sangat menyakitkan dan ia benci. Apa ia meminta untuk terlahir sebagai anak yang cacat? Ia tak pernah meminta itu.
Selama dua puluh lima tahun ia juga terperangkap di dalam sangkar emas yang kedua orang tuanya ciptakan. Ia diurusi oleh seorang pengasuh, dan kedua orang tuanya juga hanya berkunjung satu tahun sekali. Ia baru bisa melihat dan merasa kedua orang itu lebih mengerti dirinya saat berusia enam tahun, dan saat itu ia juga merasakannya lewat tubuh kloningan.
Apa salahnya? Kenapa mereka begitu jahat?
“Kenapa? Kenapa rasanya sakit sekali?” gumam Arien.
Tanpa terasa Arien meneteskan air mata, ia tak tahu jika kehadirannya begitu tak diinginkan. Kenapa ia harus terlahir jika tak ada yang menginginkannya? Dan kenapa ia tak bisa membenci kedua orang tuanya meski pun tahu tentang hal itu?
Arien yang tak tahu harus melakukan apa segera duduk, ia tak tahu harus mengomentari nasibnya seperti apa saat ini. Yang jelas dan yang pasti ia benar-benar malang.
Arien tertawa, ia merasa kecewa pada dirinya dan juga keluarganya.
“Mereka sengaja memancingku keluar, dan mereka sengaja ingin melenyapkan aku yang cacat dan tak berguna. Mereka mengatakan akan bertemu di bandara, tetapi kenyataannya mereka sudah lebih dulu tiba. Wei ... aku yakin Wei masih berada di bandara.” Arien segera berdiri, ia naik ke lantai dua, memasuki kamarnya, dan segera masuk ke walk in closed miliknya. Di raihnya salah satu jaket tebal berwarna hitam, lalu ia meraih ikat rambut di atas meja rias, dan segera keluar sambil mengikat rambutnya.
Penculik itu baru saja membuatnya pingsan beberapa saat lalu, dan ia harus cepat menuju bandara untuk menemukan Wei.
Arien tahu hal ini karena jika dirinya tertidur, tak sadarkan diri, bahkan mati, dengan cepat dan otomatis kesadarannya akan berpindah ke tubuh kloningan.
Arien tak akan tinggal diam, ia akan mencari tahu semuanya, dan memuaskan dirinya sendiri dengan sebuah kebenaran.
Mungkin itu akan menyakitkan, tetapi ia akan bertahan dan tetap melakukan semua penyelidikannya. Ia tak terima dengan nasibnya yang begitu malang, dan ia tak akan menjadi orang bodoh yang hanya pasrah kepada sang takdir.
Tanpa terasa Arien sudah berada di luar rumahnya, ia mengabaikan para pelayan yang sedang berada di taman, dan langsung saja menuju garasi. Tak ada waktu untuknya berbasa-basi.
Setelah Arien berada di dalam mobilnya, ia segera meninggalkan kawasan Victoria Peak, kecepatan mobilnya juga tak ia kurangi sama sekali. Siapa yang peduli? Saat ini ia hanya memikirkan Wei dan hal yang lain. Jika pun ia mengalami kecelakaan, ia juga tak akan merasakan apa pun.
...
Mac baru saja sampai ke mansion milik Grezlie, ia langsung membawa tubuh Arien masuk ke dalam mansion, dan mengabaikan para pelayan yang terlihat memerhatikannya. Pria itu menaiki anak tangga, langkahnya lumayan lebar, dan wajahnya tetap saja datar.
Para penjaga terlihat tak peduli, mereka jelas tahu jika wanita yang dibawa oleh Mac adalah wanita yang sang tuan inginkan. Dan jujur saja mereka juga senang karena Mac segera tiba sebelum Grezlie marah lalu melampiaskan kekesalannya pada mereka.
“Mac, kau terlalu lama.”
Mac yang mendengar hal itu segera berhenti, ia menatap orang yang baru saja mengajaknya untuk bicara. “Kapan kau tiba?”
Wanita itu bersedekap, ia segera melangkah ke arah Mac dan memerhatikan Arien yang belum sadarkan diri. “Siapa wanita ini?”
Mac mengembuskan napas. “Grezlie menginginkannya, dan ku rasa kau tahu jika wanita ini anak dari salah satu orang yang berkhianat pada Golden Snake.”
Wanita itu hanya mengangguk.
“Ada apa? Pasti ada sesuatu yang penting sampai kau keluar dari markas pusat.”
Wanita itu melangkah pergi, dan Mac yang melihatnya menjadi jengkel sendiri.
“Bora, kau belum menjawabku!”
“Aku baru saja mengantarkan Alive Water kepada salah satu pelanggan di Hongkong, dan aku juga menyempatkan diri untuk mengunjungimu.”
Mac yang mendengar hal itu kembali melangkah, Bora juga pasti akan segera pergi dan kembali ke markas pusat Golden Snake.
Setelah cukup lama melangkah, akhirnya Mac sampai ke depan kamar milik Grezlie. “Ku rasa kalian tahu apa yang harus dilakukan.”
Salah satu penjaga segera membuka pintu. “Tuan Muda sudah menunggumu.”
Mac segera masuk ke dalam ruangan, ia juga langsung melangkah ke arah Grezlie yang kini sedang duduk sambil menikmati wine.
“Mac, kau terlalu lama. Sangat membosankan,” ujar Grezlie dengan wajah masam. Ia melirik ke arah Mac, lalu menodongkan pistol. “Kau pikir waktuku hanya untuk menunggumu?”
Mac yang mendengar ucapan itu segera mengembuskan napasnya kasar, ia kemudian meletakkan Arien ke atas ranjang dan kembali menghampiri Grezlie. “Jangan menggertak, kau pasti tahu jika aku tak akan mati hanya karena tembakanmu.”
Grezlie yang mendengar ujaran itu menyudahi aksinya. “Hah, kau menyebalkan, dan aku benci mengakui jika kau itu begitu hebat.”
Mac yang mendengar penuturan Grezlie segera duduk, ia dengan cepat meraih botol wine dan meneguk isinya tanpa menggunakan gelas. “Ahhhh ... segar sekali.”
Grezlie yang melihat kelakuan Mac hanya diam, ia melirik ke arah ranjang dan menyorot tubuh Arien yang sudah terbaring di atas peraduannya. Benar-benar lebih cantik jika dilihat dari jarak dekat. Ia tak menyangka jika ada wanita yang begitu memesona seperti Arien.
“Kau jatuh cinta padanya?” tanya Mac.
Grezlie yang mendengar penuturan Mac menatap. “Aku hanya mengagumi wajahnya yang cantik,”
Mac mengangguk. “Ingin kau apakan dia? Wanita buta dan lumpuh. Dia tak akan berguna untukmu.”
Grezlie mengingat perdebatannya dengan sang ayah sebelum datang ke Hongkong. Pria tua menyebalkan itu menginginkannya membawa seorang wanita sebagai istri, dan menginginkan seorang cucu sesegera mungkin.
“Kau lagi-lagi diam,” ujar Mac.
Grezlie meraih gelas berkaki panjang miliknya, ia menatap cairan wine yang berada di dalam sana, menggoyangkannya perlahan, lalu menyeringai.
“Aku menginginkan wanita itu karena ia bisa menjadi boneka yang baik,” balas Grezlie dengan suara berat. “Dia buta, dia juga lumpuh, dan dia pasti akan menuruti semua yang aku inginkan. Dia tak akan bisa melawan kehendakku, dan dia akan menjadi pajangan yang baik dan benar.”
Mac yang mendengar hal itu memutar bola matanya jengah. Tak habis pikir jika Grezlie lebih menyukai wanita cacat daripada wanita yang normal.
“Apa yang membuatmu begitu lama?” tanya Grezlie kemudian.
Mac yang mendapat pertanyaan itu melirik. “Ku kira kau tak ingin tahu.”
“Mac!”
“Baiklah ... baiklah ... aku akan menjelaskannya kepadamu.”
Mac segera menjelaskan semuanya, lengkap tanpa ada satu pun yang tersisa. Sedangkan Grezlie memilih diam, lebih baik mendengarkan dan memberi tanggapan setelah selesai.