"Tapi Mas udah dekat kampus kamu, Ni. Mas jemput aja, ya?" tawar Kaisar tidak gentar dengan penolakan Harmonia sebelumnya.
"Ya, tinggal pulang aja, Mas. Nggak usah ribet gitu, deh, jadi orang," balas Harmonia dengan nada ketus.
"Jutek banget, sih, kalau ngomong sama Mas. Giliran ngomong sama orang lain aja kalemnya kayak putri keraton," keluh Kaisar frustasi. "Bisa nggak sekali-sekali agak manis dikit ngomong sama Mas?" lanjut pria itu menambahkan sambil menyugar rambutnya ke belakang dengan tangan kiri.
Harmonia mendengus. "Nggak bisa. Khusus sama Mas, setelan pabrikku memang udah begini," jawab gadis itu. "Mungkin masih bisa di-setting kalau Mas berhenti gangguin aku kayak penguntit dan berubah kalem kayak pangeran keraton."
Kaisar semakin frustasi setelah mendengar ucapan Harmonia. Kalau saja gadis itu ada di hadapannya, mungkin kepala Harmonia sudah mendapat jitakan darinya.
Ucapan Harmonia membuat benak Kaisar mengingat percakapannya dengan Laskar beberapa jam yang lalu.
"Ni, kamu lagi dekat sama cowok, ya?" tanya Kaisar. Pertanyaan pria itu sukses membuat Harmonia yang sedang berkutat dengan timbangan analitik di hadapannya berhenti sejenak.
"Mas dengar dari siapa? Mas Laskar, ya?" tanya Harmonia menebak sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya berkutat pada teman-teman mikrobanya. "Aku sibuk, Mas. Ngurusin anak-anakku aja udah keteteran. Mana ada waktu mikirin cowok," lanjut gadis itu menambahkan.
Kaisar baru bisa bernapas lancar setelah mendengar penuturan Harmonia. Tangan kirinya mengusap d**a, merasa lega.
"Baguslah kalau kamu sadar. Memang belum waktunya kamu pacar-pacaran. Urusin aja penelitian kamu itu biar cepat sidang. Nanti habis wisuda, kita langsung nikah aja. Mas setia kok nungguin kamu," ujar Kaisar ceplas-ceplos, sementara Harmonia memutar bola matanya di seberang sana.
"Orang lagi serius juga, Mas malah bercanda," keluh Harmonia.
Siapa juga yang bercanda? Orang itu ucapan paling serius dari lubuk hatiku yang paling dalam, batin Kaisar di dalam hati.
"Kalau nggak ada yang mau Mas omongin lagi, aku tutup dulu." Setelah berkata demikian, Harmonia langsung memutuskan panggilan itu secara sepihak tanpa mau repot-repot menunggu balasan dari Kaisar.
*
Harmonia melangkah keluar dari ruangan laboratorium mikrobiologi dan hendak menuju ke toilet yang tidak jauh dari ruangan tersebut sambil membawa nampan yang berisi beberapa alat penelitian di tangannya. Namun, langkah gadis itu terhenti ketika menemukan sosok yang sangat dikenalinya.
"Mas Kai ngapain di sini?" tanya Harmonia dengan kening yang mengerut. Heran dengan kedatangan Kaisar yang muncul seenaknya tanpa diundang.
"Mau jemput putri keratonku," jawab Kaisar dengan senyum jumawa yan terpatri di bibirnya. Ucapan pria itu sukses membuat Harmonia memutar bola matanya kemudian pergi menuju toilet untuk mencuci alat penelitiannya karena keran air di dalam laboratorium sedang rusak dan tidak bisa digunakan.
"Kamu mau ke mana?" tanya Kaisar sebelum Harmonia benar-benar menghilang dari pandangannya.
"Ke toilet. Kenapa? Mau ikut?" tanya Harmonia setelah menjawab pertanyaan Kaisar. Setelahnya, sosok gadis itu sudah menghilang di balik dinding pilar kamar mandi perempuan.
Entah tepatnya beberapa menit kemudian, Harmonia keluar dari kamar mandi dengan atasan yang sedikit basah. Hasil terciprat air ketika membersihkan alat penelitiannya. Kedua netra gadis itu langsung menemukan Kaisar yang duduk di kursi panjang depan toilet sambil sibuk mengutak-atik ponselnya di sana.
"Mas kok masih di sini?" tanya Harmonia.
"Ya, nungguin kamulah. Pakai nanya segala," jawab Kaisar kemudian bangkit dari posisi duduknya untuk mendekat ke arah Harmonia.
"Mas pulang aja. Nggak usah nungguin aku. Nanti aku pulang sama teman aja."
"Nggak. Aku tetap di sini nungguin kamu sampai selesai," tolak Kaisar. "Teman kamu cewek atau cowok?" tambah pria itu bertanya.
"Bencong!" jawab Harmonia sebal sebelum pergi meninggalkan Kaisar. Namun, baru satu langkah gadis itu menjauh, segerombolan teman-temannya tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Ni, siapa?" tanya salah satu teman Harmonia dengan suara kecil, mirip seperti bisikan.
"Guys, kenalin ini kakak gue. Kaisar namanya," ujar Harmonia memperkenalkan Kaisar pada teman-teman kuliahnya. Sebenarnya Harmonia tidak terlalu dekat dengan teman-temannya ini, tetapi karena sering menggunakan laboratorium yang sama, jadinya mereka sering bertemu.
Masing-masing dari gerombolan gadis yang terdiri dari lima orang itu berkenalan dengan Kaisar, sementara Harmonia pamit dan meninggalkan mereka untuk mengobrol dengan pria itu karena ia harus lanjut membersihkan alat penelitianya.
"Guys, aku tinggal dulu, ya. Kalian ngobrol aja sama Mas Kai. Aku ke lab dulu, mau lanjut keringin ini," ujar Harmonia pada teman-temannya sembari mengangkit sedikit nampan di tangan untuk menunjukkan benda yang dimaksud.
Kaisar yang ditinggal begitu saja tampak merana. Pria itu menatap punggung Harmonia yang semakin menjauh dengan tatapan memohon seolah berkata jangan-tinggalkan-aku-dengan-manusia-manusia-ini.
Kaisar sebenarnya bisa saja pergi dan meninggalkan kelima gadis yang kini entah sejak kapan sudah duduk mengelilinginya. Namun, ketika mengingat tujuan utamanya datang ke gedung kampus itu adalah untuk menjemput Harmonia, maka ia putuskan untuk mengurungkan niatnya.
"Mas Kaisar pernah casting jadi artis nggak?"
"Mas makan apa? Badannya bagus. Tipeku banget."
"Mas kerja di mana? Udah punya pacar belum?"
"Perawatan bibirnya apa, Mas? Cipokable banget merah begitu."
Rasanya Kaisar ingin berteriak dan memerintahkan teman-teman Harmonia untuk membungkam mulut mereka masing-masing. Terlebih setelah mendengar pertanyaan terakhir yang tidak senonoh tadi. Namun, mengingat dirinya yang sedang berada di kawasan akademisi, ia pun menahan diri dan memilih untuk berpamitan pada kelima gadis itu kemudian ngacir ke toilet.
"Gila, bisa-bisanya gue diumpanin ke ular-ular betina begitu," gumam Kaisar sebelum menghilang di salah satu bilik toilet pria.
Bertepatan dengan Kaisar yang keluar dari toilet, Harmonia juga keluar dari laboratorium mikrobiologi. Gadis itu tampak berjalan beriringan dengan seorang gadis berkacamata tebal yang Kaisar tidak tahu namanya. Pria itu juga tidak pernah mengingat kalau Harmonia punya teman berspesies seperti itu.
"Yuk, pulang," kata Kaisar yang tiba-tiba muncul di hadapan Harmonia dan menarik pelan tangan gadis itu. Kemunculan Kaisar yang tiba-tiba sukses membuat Harmonia dan temannya berjengkit kaget.
"Mas buat kaget aja," gerutu Harmonia sembari mengelus pelan dadanya. Rasanya jantungnyaa hampir copot tadi karena dikagetkan oleh Kaisar.
"Maaf," balas Kaisar. "Kita pulang sekarang, ya," lanjutnya sambil menarik tangan Harmonia sampai-sampai gadis itu berpindah posisi menjadi di sampingnya.
"Ta--" Harmonia urung melanjutkan ucapannya ketika melihat tatapan permohonan yang Kaisar tujukan padanya.
"Bet, gue nggak jadi balik sama lo, ya. Gue balik sama Mas gue aja," ujar Harmonia pada temannya yang bernama Betty itu. Ada nada penyesalan dalam suara gadis itu karena membatalkan rencana kepulangan mereka, padahal Betty sudah berbaik hati menawarkan tumpangan padanya sore tadi.
"Iya, nggak masalah. Santai aja," balas Betty dengan senyum yang terukir di bibirnya. Kaisar dan Harmonia masuk ke dalam lift setelah Betty berkenalan dengan Kaisar.
Di dalam lift, hanya ada sepasang anak manusia itu. Maklum, para mahasiswa sudah pulang sejak tadi, mengingat hari juga sudah hampir gelap.
"Ni ...," panggil Kaisar memecah keheningan di dalam lift.
"Hmn?" balas Harmonia dengan dehaman singkat.
"Setelah sekian tahun kenal, kamu nggak ada niatan mau nyipok Mas?"
Harmonia langsung menolehkan kepalanya ke samping untuk menatap sang lawan bicara. Gadis itu tidak habis pikir bagaimana Kaisar bisa melontarkan pertanyaan seperti itu dengan nada suara yang sangat lugu seperti balita yang baru lancar berbicara.
"Mas hari ini salah makan obat, ya?!" desis Harmonia.
Kaisar menggeleng. "Teman kamu yang bilang kamu bibir Mas cipokable," ujar pria itu dengan ekspresi polos.
"Sinting!" Bersamaan dengan makian itu meluncur dari mulut Harmonia, pintu lift terbuka. Gadis itu segera keluar dan meninggalkan Kaisar di belakang sana, sementara pria itu tampak tersenyum geli kemudian mengejar Harmonia dengan langkah lebarnya.