Barra menuntun Fely menuju kursi duduk ditempat gadis itu periksa. Dihadapan mereka sudah ada dokter Handi yang kemarin menangani Fely.
"Kalo dari hasil pemeriksaan kemarin, emang kaki Fely sudah tidak papa. Hanya saja, sepertinya gerakan dance nya kurang tepat. Jadi, kaki kamu yang kemarin terkilir itu sakit lagi". Jelas dokter Handi.
"Jadi, kaki Fely ini ga boleh dipake dance dulu dok?" Tanya Barra memastikan.
"Boleh, asalkan jangan terlalu berlebihan".
Barra menganggukkan kepalanya. Sejujurnya Barra kurang mengerti akan koreografi dari dance yang Fely kuasai. Tapi, sebisa mungkin Barra mengingatkan Fely untuk lebih hati-hati lagi sekarang.
"Tapi, kaki saya ga akan kenapa-kenapa kan dok?" Tanya Fely.
"Selama kaki kamu terasa sakit, saya saranin kamu jangan terlalu banyak nari dengan bertumpuan kaki kamu yang keseleo itu". Fely menganggukan kepalanya. Diotaknya kini ia harus mengganti salah satu koreo yang dimana tadi menyebabkan kakinya kembali sakit itu.
***
"Lo dengerkan kata dokter tadi?" Tanya Barra pada Fely saat keduanya sedang berada dijalan menuju pulang kerumah.
Barra memang meminta teman-temannya untuk meminta absen disekolah karna Fely yang harus dilarikan kerumah sakit. Beruntung, Barra yang memang sering bolos itu dipercayai teman-temannya jika ia malas kembali kesekolah lagi karna sekarang ia yang mengantar Fely pulang.
"Iya, gue juga udah fikirin mau ganti koreonya" jawab Fely.
"Latihannya harus banget ya Fel? Maksud gue harus banget minggu-minggu sekarang?".
"Menurut lo aja Barra. Kompetisinya sebentar lagi. Ini aja anak-anak yang lain udah pada ada yang lupa koreo nya gara-gara gue ga bisa latihan".
Barra menganggukan kepalanya. Dance bagi Fely sama seperti basket bagi Barra. Jadi, Barra sangat mengerti kenapa Fely seperti ini. Apa lagi Fely adalah ketua dari ekskul yang gadis itu tekuni.
"Gue ga akan larang lo, gue cuman minta jaga diri lo. Gue ga mau lo sampe kaya tadi".
"Ciee, peduli amat sama gue" goda Fely pada Barra.
"Ya, kalo lo kenapa-kenapa gue juga yang repot. Gue juga yang disalahin" jawab Barra. Tentu saja Fely tidak mempercayainya begitu saja.
Kring....
Suara telfon di hp Fely berbunyi. Fely mengambil hp nya yang ia simpan disaku hotpants nya. Fely mengangkat telfon yang ternyata dari Clarin itu.
"Halo Clar gimana?" Tanya Fely.
"Fel, lo ga papa? Ini kata si Vino lo izin buat balik ya? Kaki lo ga kenapa-napa kan? Lo aman kan? Lo udah dirumah atau dirumah sakit?" Pertanyaan bertubi-tubi datang dari mulut Clarin.
"Lo bisa ga kalo nanya itu satu-satu?" Tanya Fely yang kebingungan karna banyak sekali pertanyaan dari sahabatnya itu.
"Hehe, ya maaf. Gue khawatir nih sama anak-anak yang lain".
"Pertama, gue gapapa. Kaki gue mungkin kaget aja kan udah seminggu ini ga dipake buat dance. Terus kedua, gue emang ambil absen Karna mau istirahat aja, sama males aja balik kesana jauh soalnya. Ketiga, gue aman dan gue udah dijalan dianterin Barra". Jawab Fely.
"Serius lo dianterin sama si Barra?" Terdengar suara Febri disana. Sepertinya Clarin men load speakers telfon mereka.
"Iya, sama siapa lagi kan dia yang bawa gue kerumah sakit".
"Dia kaya khawatir banget gitu sama lo" ucap Febri lagi.
"Euu, ya mungkin kemanusiaan aja" alibi Fely.
"Rencananya kita mau kerumah lo Fel" kini giliran Nindi yang bersuara.
Fely membelalakan matanya. Bagaimana ini? Tidak mungkin Fely membawa teman-temannya ini kerumah Barra. Apa lagi dirumah Barra ada keluarga besar suaminya itu.
"Hah? Mau ngapain?" Tanya Fely sedikit panik.
"Ya, liat lo lah babi" jawab Febri.
"Ah ga usah, ga papa" tolak Fely.
"Caelah, kenapa sih?"
"Gapapa ege. Gue besok juga masuk sekolah ini".
"Kenapa sih ko ga boleh? Biasanya juga main" Kini terdengar suara Kai.
"Tau lo Fel, sombong amat" sahut Nindi.
Fely membisukan panggilan telfonnya itu. Ia harus berbicara pada Barra tentang hal ini. Karna, saat panik seperti ini Fely akan terlihat sangat bodoh.
"Barra, temen-temen gue mau pada kerumah, gimana dong?" Tanya Fely panik.
"Yaudah tinggal kerumah apa susahnya?" Tanya Barra santai.
"Dibawa kerumah lo gitu? Gila aja!!".
"T*l*l banget sih lo!! Gue anterin lo kerumah mommy dulu, tapi ga buat nginep. Nanti gue jemput lagi kalo temen-temen lo itu udah balik".
"Oh iya ya. Tumben lo pinter" ucap Fely.
"Lo nya aja yang bego. Panik boleh tapi begonya dikurangin" jawab Barra yang tidak di indahkan oleh Fely, karna gadis itu kembali pada telfonnya bersama teman-temannya.
"Yaudah lo pada kerumah aja. Tapi, kalo ga bawa apa-apa jangan deh percuma" ucap Fely.
"Emang gila lo!! Kita mah peduli, lo nya kurang ajar setan!!" Jawab Febri.
Pertemanan Fely memang sudah biasa dalam berbicara kasar. Tapi, mereka tidak pernah merasa tersinggung. Karna, mereka sudah bersahabat sedari kelas 10.
"Biarin. Udah ah gue lagi dijalan, bentar lagi sampe rumah. See you bagong-bagong kuu" ucap Fely lalu mematikan sambungan telfonnya.
"Jadi?" Tanya Barra. Fely menganggukan kepalanya.
"Jadi, tapi ini kan kearah rumah. Harus puter balik dong kalo kerumah Mommy".
"Ga papa" jawab Barra dengan santai. Tanpa fikir panjang, Barra memutar arah tujuannya.
***
"Assalamu'alaikum" seru Barra dan Fely setelah mereka berada dikediaman rumah Winda.
"Waalaikum salam" jawab Winda.
"Eh, eh, kenapa itu ko jalannya dipapah?" Tanya Winda saat melihat Fely yang sedang berjalan kearahnya dengan dipapah oleh Barra.
Sebenarnya Fely meminta Barra untuk tidak memeganginya saat berjalan, karna Fely merasa kakinya sudah baik-baik saja. Tapi, Barra tetaplah Barra yang tidak menerima penolakan.
"Ini, bandel dia baru sembuh udah dance aja" jawab Barra setelah ia membawa Fely duduk disofa tepat sebelah Winda. Tidak lupa setelah itu Barra menyalami tangan mertuanya itu.
"Aduuhh, ada-ada aja kamu Fel".
"Ish mommy, aku kan mau kompetisi. Masa iya ga latihan" jawab Fely.
"Ya ganti aja jangan kamu" jawab Winda dengan seenak jidatnya.
"Enak aja. Ini mimpi Fely. Masa mommy ga dukung"
"Kamu tuh ya keras kepala"
"Mommy, aku itu ketuanya, masa aku ga ikutan sih?".
"Mommy, gapapa. Barra yang akan jagain Fely ko" Barra berusaha menengahi kedua wanita beda generasi ini.
"Tuh, kan kata daddy aku itu harus nurutnya sama Barra. Barra aja gapapa, masa mommy mau lewatin Barra sih buat kasih atau ngga izin ke Fely".
"Kamu tuh ya, paling bisa kalo balikin omongan!!".
"Iya lah, kan mommy yang ngajarin".
"Fel, udah jangan dibales mulu" tegur Barra.
Fely terdiam saat ini. Memang jika sudah berdebat, Fely dan Winda tidak pernah ada yang mau mengalah. Maklum, keduanya sama sama anak tunggal. Jadi, ego mereka sudah pasti sangat besar.
"Mau kekamar? Mumpung ada gue?" Tawar Barra pada Fely. Fely menganggukan kepalanya. Lalu keduanya bangkit berdiri setelah berbicara pada Winda.
"Mom, Barra anterin Fely keatas dulu ya"
***
Barra kembali turun setelah memastikan Fely sudah istirahat. Barra juga menyuruh Fely untuk tidur. Beruntung istrinya itu nurut padanya. Jadi, Barra bisa pulang sekarang.
Sejujurnya Barra juga ingin tidur seperti Fely. Tapi, ia takut jika Barra tidak bangun saat teman-teman Fely datang nanti. Jadi, ia memutuskan untuk pulang saja sekarang.
"Mom, Barra kesini buat anterin Fely aja. Sekarang Barra mau pulang dulu ya". Ucap Barra setelah ia kembali duduk disofa bersama Winda.
"Loh, loh maksudnya gimana ini Barra?" Tanya Winda yang sedikit shock.
"Iya, temen-temennya Fely mau kesini. Jadi, Barra anterin Fely aja, nanti Barra jemput lagi kalo udah pada pulang".
Winda menganggukkan kepalanya. Jujur saja ia sedikit panik saat Barra berkata jika menantunya itu hanya mengantarkan Fely saja.
"Mommy kirain kalian berantem".
"Ngga, tadinya mau langsung pulang, tapi dijalan temennya bilang mau liat Fely. Ya udah Barra bawa dulu Fely kesini"
"Jadi, kamu ga kesekolah lagi? Bukannya ini masih jam sekolah ya?".
"Hehe ngga, nanggung juga udah ambil absen buat anterin Fely ke rumah sakit tadi". Winda menggelengkan kepalanya. Untung saja alasan Barra bolos ini untuk mengantar Fely. Jadi, ia tidak menegur menantunya ini.
"Kamu udah makan?". Barra menganggukan kepalanya.
"Udah tadi disekolah" jawab Barra sekenannya.
"Oh iya, kalo boleh minta tolong, jangan biarin Fely keluar kamar sendirian ya mom, dia kan kamarnya diatas, takut dia laper terus mau kebawah. Kalo Fely ga nurut, bilang aja nanti uang jajannya Barra kurangin" lanjut Barra.
"Siap laksanakan" jawab Winda. Barra terkekeh mendengar jawaban dari mertuanya ini. Memang Winda termasuk ibu-ibu gaul. Bahkan, dari wajah saja, Winda masih terlihat awet muda. Apa lagi, Winda memang mempunyai grup sosialita, dimana, Lita juga bergabung disana.
"Ya udah, kalo gitu Barra pamit dulu ya, mom" pamit Barra lalu ia menyalami tangan Winda, sebelum ia pulang. Winda menganggukan kepalanya, ia juga mengantar Barra sampai kedepan rumah.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part