Part 9

2075 Kata
"Bar, kita ga bisa tambahin seminggu lagi ya buat tinggal disini?" tanya Fely saat Fely dan Barra sedang mempacking baju-baju mereka kedalam koper. "Ga bisa lah Fel, kasian mama dirumah sendirian loh" Jawab Barra yang sudah mengunci kopernya. "Tapi gue ga biasa tidur ditempat lain" "Tempat gue kan tempat lo juga. Lagian, lo kan disayang banget sama mama. Ngapain takur?" tanya Barra yang kini sudah duduk disaping istrinya itu. Fely memang tidak siap meninggalkan rumahnya. Rumah masa kecilnya, kamar yang menjadi saksi hidupnya. Bahkan saksi dimana Fely dan Barra melakukan ciuman pertama mereka. Tak terasa Fely meneteskan air matanya. Ia belum siap untuk tinggal jauh dengan kedua orang tuanya. Mendengar Fely yang menangis membuat Barra cukuk khawatir. Sikap Fely yang baru Barra ketahui lagi kali ini. Dimana seorang Felysia Inez Gianina secengeng ini. "Lo ko nangis?" tanya Barra yang langsung memeluk Fely. Memberikan ketenangan bagi Fely. Bukannya tenang, Fely justru semakin menangis saja. "Eh ko mekin kenceng? Fel ntar gue dikira apa-apain lo lagi udah dong". "Gue ga mau jauh-jauh sama mommy sama daddy" "Kitakan masih bisa kesini Fel, pulang sekolah juga bisakan? Weekend kalo lo mau nginep juga ayo". Fely mendongkakan wajahnya agar bisa menatap wajah Barra. "Beneran?" tanya Fely bak anak kecil yang sedang dijanjikan oleh orang tuanya. Barra menganggukan kepalanya. "Iya, udah ah jangan nangis mulu" Barra mengusap air mata dipipi Fely dengan satu tangannya. Karna ia masih memeluk istrinya itu. "Gue sedih Bar". "Iya udah ya jangan nangis nanti gue belanjain lo deh yang banyak biar lo ga sedih lagi". Fely tersenyum mendengar apa yang diucapkan oleh Barra barusan. Ia bisa merampok suaminya lagi rupanya. "Jangan salahin gue ya kalo uang lo abis" ucap Fely. "Ga akan abis kalo buat nyenengin istri" Fely tersipu malu mendengarnya. Fely menarik dirinya dalam pelukan Barra. Kedua mata mereka bertemu sekarang. Ntah siapa yang memulai, bibir mereka sudah tertaut dalam ciuman yang cukup lembut. Barra melingkarkan tangannya dipinggang Fely, sedangkan Fely melingkarkan tangannya pada leher Barra. *** "Fel kamu kenapa?" tanya Winda saat melihat mata putrinya yang sembab saat makan malam. "Fely sedih katanya jauhan sama mommy" jawab Barra mewakili istrinya itu. "Ya ampun kamu kaya pindah kota aja, rumah kita ga jauh, kamu masih bisa main kesini bisa nginep disini juga" ucap Winda sambil menggelengkan kepalanya. Semanja itu Fely tidak ingin pergi dari rumah ini. "Ya kan aku gede disini Mom, ntar ga ada lagi yang cerewetin aku lagi dong?" "Fely, lagian udah kewajiban kamu kan buat ikut kemanapun Barra tinggal sekarang" ucap Radit menambahi. Fely hanya diam sambil mengunyah makanannya. Yang diucapkan Radit memang benar. Tapi, tidak pernah sebelumnya terlintas dalam fikiran Fely untuk menikah saat ia masih sekolah. Wajar saja jika Fely sesedih ini sekarang. Karna selain dirinya masih sekolah, Fely terlalu muda untuk tidak tinggal serumah lagi dengan kedua orang tuanya. "Disana kan ada mertua kamu, dia baikkan sama kamu" "Iya mom" jawab Fely pelan. Sebenarnya bukan hal buruk bagi Fely untuk tinggal dirumah Barra yang sangat mewah itu. Bahkan kamar Barra lebih luas dari kamarnya. Tapi tetap saja Fely belum bisa menerima jika harus pergi dari rumah diusianya yang baru saja menginjak 17tahun ini. "Udah dong sedihnya, kan tadi udah senyum lagi sebelum makan malem" ucap Barra yang melihat Fely yang kembali sedih sekarang. "Janji ya besok shopping" "Iya iya" jawab Barra. *** Fely kembali menangis pagi ini. Karna ia sudah harus pergi kerumah Barra. Kali ini ia menangis didepan kedua orang tuanya. Masih berat rasanya Fely meninggalkan rumahnya. "Udah dong Fely jangan nangis terus" ucap Winda yang sedang dipeluk oleh Fely itu. "Fely masih mau tinggal disini Mom". "Ga bisa lah sayang, kamu harus ikut sama Barra". Barra yang baru saja menyimpan koper miliknya dan juga Fely dibagasi mobilnya menghampiri Fely, Winda dan juga Radit yang sedang duduk dihalaman rumah. Semalaman Barra menenangkan Fely yang tidak mau berhenti menangis. Dan sekarang istrinya itu masih menangis pula. "Udah lah Fel, malu tau udah nikah masih nangis gini" ucap Winda. "Nikah juga masih punya hati kali Mom" jawab Fely dengan kesal. Barra menyodrokan tisu yang ia bawa didalam mobilnya untuk Fely mengusap air matanya. Barra juga sudah duduk disebelah istrinya yang masih menangis itu. "Udah dong Fel, nanti mama liat mata lo yang sembab dia ngiranya gue nyakitin lo lagi" "Bar sehari lagi ya?" pinta Fely. "KIta udah packing Fel, tinggal balik ini". "Iya Fel, nanti juga kamu betah dirumah Barra. Bisa-bisa kamu malah jarang pulang". ucap Radit. "Ngga lah, nanti Fely sering main kesini" jawab Fely denagn segera. "Mobil gue gimana Bar?" "Simpen aja disini buat mommy" jawab Barra. "Terus gue kesekolah pake apa?" "Kalian kenapa ga barengan aja sih kesekolahnya?" tanya Winda. "Ngga, nanti orang-orang curiga sama kita" ucap Fely. Barra sebenarnya tidak keberatan jika harus berangkat sekolah dengan Fely. Tapi, alasan Fely membuatnya menyetujui permontaan istrinya itu. Disekolah bahkan mereka tidak akrab. Jadi semua orang pasti akan kaget jika melihat Barra dan Fely berangkat sekolah berbarengan tiap harinya. "Nanti pake mobil gue yang satu lagi aja" ucap Barra. Fely hanya menganggukan kepalanya. Lagian kali ini ia malas menyetir pula. "Barra, daddy titip Fely ya. Jagain dia, kalo ada masalah sama kalian, selesain dengan kepala dingin" "Iya dad" "Fely, kamu harus nurut apa kata Barra. Jangan repotin Barra okay?" Fely hanya menganggukan kepalanya. "Kalo gitu, Barra sama Fely pamit dulu ya" Barra menyalami kedua mertuanya diikuti Fely lalu keduanya segera memasuki mobil Barra. Walau masih berat, Fely tetap ikut dengan Barra. *** "Barra gue jelek ya?" tanya Fely saat ia bercermin dengan cermin ditangannya. "Ngga" jawab Barra singkat. "Gue laper Bar" Barra menghela nafasnya sebentar. Sepertinya kesabarannya harus semakin diperbesar dalam menghadapi Fely. Barra juga harus siap dengan segala perubahan mood dari istrinya itu. Perasaan dari tadi Fely menangis karna tidak ingin pergi dari rumah. Sekarang istinya itu malah minta jajan. "Lo mau makan apa?" "Ga tau lo mikir dong". "Makan bakso mau?" tanya Barra yang melihat pedagang bakso didekat taman yang mereka lewati. "Boleh". Barra pun membelokan mobilnya untuk menghampiri penjual bakso itu. *** Saat sedang asyik menyantap bakso, tidak sengaja Barra melihat disebrang ada sahabatnya Haykal. Salah satu sahabat Barra yang paling humoris. Dengan cepat Barra meminta Fely untuk memakai masker dan kerudung pashmina yang selalu Fely bawa jika sedang jalan dengan Barra. "Fel, Fel pake masker sama kain yang lo bawa" ucap Barra. "Apa sih Bar? Gue lagi enak makan ini" "Si Haykal mau kesini" Seketika Fely panik. Ia merogoh pashmina yang ia bawa lalu dipakainya untuk menutupi bagian kepalanya. Tidak lupa Fely memakai masker juga. Fely memang sudah mengetahui siapa saja sahabat Barra disekolah. Karna belakangan ini, mereka sering kekantin berbarengan. Benar saja dugaan Barra jika sahabatnya itu akan menghampiri penjual bakso dimana ia makan bersama Fely sekarang. Fely terus mendumel pada Barra atas kecerobohan suaminya itu. "Kenapa bisa ada dia?" tanya Fely pelan. "Gue lupa, dia rumahnya sekitaran sini". Fely semakin mengutuki Barra saat Haykal kini sedang menghampiri Barra dan dirinya yang sedang duduk dikursi panjang yang penjual bakso itu sediakan. "Woy Bar disini lo?" tanya Haykal. Barra berusaha bersikap biasa saja sekarang ini. Sedangkan Fely terus mendumel dalam hatinya. Kenikamatan bakso yang sedang ia santap harus terhenti begitu saja. Apalagi bakso isi daging cincang belum sempat Fely makan sama sekali. "Iya gue laper" jawab Barra singkat. "Tumben lo kesini". "Sekalian lewat aja tadi". Haykal menganggukan kepalanya sebelum ia kembali bertanya pada Barra tentang siapa yang sedang duduk disamping sahabatnya itu. "Dia siapa? Cewek baru lo?" "Hah? Ngga dia sepupu gue" "Ohh sepupu lo, bisa dong kenalin ke gue". "Kenalan aja kalo dia mau" ucap Barra. Karna tidak mungkin Barra menolak permintaan sahabatnya itu karna bisa-bisa Haykal curiga padanya. Fely memberi isyarat pada Barra agar Fely tidak menjawab apa yang Haykal tanyakan tadi. Tidak mungkin Fely bersuara. Karna bisa saja Haykal mengenali suaramya. "Eh Kal, namanya Inez" ucap Barra dengan segera. "Oh Inez, gue Haykal temennya Barra" ucap Haykal. Fely hanya menganggukan kepalanya. "Kenapa pake masker gitu?" tanya Haykal heran. "Dia flu. iya flu" alibi Barra. Dalam hati ia mengutuki Haykal yang terus saja bertanya pada Fely. "Oh gitu" "Kal, kita duluan ya. Kasian juga dia kan lagi sakit pasti butuh istirahat" ucap Barra yang langsung membawa Fely pergi dari sana setelah ia membayar bakso milik Fely dan juga dirinya. Setidaknya sekarang Fely dan Barra bisa bernafas lega saat keduanya sudah didalam mobil. Fely juga sudah melepaskan pashmina dan juga maskernya. Seketika ia meluapkan semua kekesalannya pada Barra. *** "Lo kira-kira dong bawa gue makan. Mana gue masih laper. Baksonya juga belum sempet gue makan yang gedenya! Lain kali hati-hati dong" cerocos Fely pada Barra. "Sorry Fel gue lupa" "Tau ah lo tuh ganggu aja kenikmatan gue tau ga!!" "KIta makan lagi aja ya tapi ga disini" "Ga gue kapok jalan sama lo!!" "Berarti shoppingnya ga jadi?" tanya Barra. Fely menoleh pada Barra dengan segera. "Enak aja!!" "Ya kan katanya kapok gimana sih?" "Ya ga jadi kapoknya" Barra terkekeh mendengarnya. Fely ini memang ajaib sekali. Jika urusan belanja rasanya sangat mustahil untuk Fely membatalkannya. Barra mengelus kepala Fely dengan tangan kirinya. "Dasar mata duitan lo" ucapnya. "Ya lo suami gue, lo wajib penuhin semua kebutuhan gue". Tangan Barra kini turun untuk menggenggam tangan Fely. Fely kaget seketika. Tapi ia nggan untuk menarik tangannya. Rasanya terlalu sulit bagi Fely melepaskan tangannya dengan tangan Barra. "Jadi gue udah dimaafin?" tanya Barra. Fely terdiam. Ia masih berusaha menetralkan perasaannya yang tiba-tiba kembali berdesir. "Lo ga mau publik hubungan kita?" tanya Barra seketika. "Gila lo, apa kata orang-orang?" Barra nampak berfikir. Benar juga kata Fely. Tapi, jika seperti ini mereka tidak akan bebas jika akan keluar malam atau apapun berdua. Pasti akan terus dihantui rasa takut bertemu dengan teman-teman mereka. "Fel, gue nunggu lo aja kapan lo siap buat akuin semuanya depan anak-anak. Kalo lo masih keberatan buat akuin hubungan yang ada diantara kita its okay. Gue bakal terus pura-pura kaya yang ga peduli sama lo disekolah". "Sorry ya Bar" "Ga papa. Lagian lo bener juga. Kita kan ga ada riwayat deket dulu malah tau-tau nikah aja". "Lo emang ga papa digosipin ada apa-apa sama gue?" tanya Fely hati-hati. "Ya paling fans gue nyerang lo hahahaha" Barra tertawa diakhir kalimatnya. Fely menggenggam erat tangan Barra sampai pria itu meringis kesakita. "Aw aw sakit Fel udah" "Makanya jangan iseng jadi orang" ucap Fely yang sudah melonggarkan genggaman tangannya. "Serem banget gue punya bini" gerutu Barra yang tidak terdengar jelas oleh Fely. "Ngomong apa lo?" "Kepo!!" Fely memanyunkan bibirnya saat Barra tidak memberi tahunya atas apa yang Barra ucapkan barusan. Keheningan kini terjadi. Barra asyik dengan setirnya, sedangkan Fely asyik mengamati jalanan Jakarta dihari minggu ini. Jalanan yang cukup macet untuk Jakarta yang memang selalu macet. Tidak lama dari itu, Barra dan Fely sudah sampai dirumah Barra yang sangat megah itu. Fely memang pernah datang kesini. Rumah yang akan membuanya nyaman pastinya dengan segala fasilitas yang ada dan dimiliki oleh suaminya. Setelah memarkirkan mobil, Barra mengajak Fely untuk turun dari mobil. Diterlas, ternyata sudah ada Lita yang menunggu kedatangan keduanya dirumah. Sedangkan Heru kebetulan sedang diluar kota untuk dinas seperti Biasa. Sambutan hangat dari Lita cukup membuat Fely nyaman. Benar kata kedua orang tuanya. Jika Fely pasti betah jika tinggal disini. "Fely sayang apa kabar?" tanya Lita sambil memeluk Fely. Sedangkan Barra hanya berdiam diri sambil memegang pegangan koper dirinya bersama Fely. "Baik ma, mama apa kabar?" "Baik sayang. Tapi tunggu, kenapa mata kamu sembab?" tanya Lita yang menyadari bahwa mata menantunya itu yang bengkak. Sangat terlihat jelas jika Fely habis nangis. "Barra nyakitin kamu? Iya?" tanya Lita lagi. "Enak aja, dia abis nangis karna ga mau tinggal disini katanya" "Eh ngga ma, Barra boong itu" "Mama tanya aja ke mommy sama daddy" ucap Barra. Fely memelototi Barra yang seenak jidatnya memberi tahu alasan Fely menagis. "Ga papa, dulu mama juga gitu pas awal-awal nikah. Ya udah kalian masuk dulu terus istirahat ya. Pasti capek ya?" Lita, Barra dan Felypun masuk kedalam rumah. Tentu saja Barra membawa koper miliknya dan juga Fely seorang diri. Karna Lita sedang berjalan sambil merangkul Fely tanpa berniat menoleh pada Barra yang sedang kesusahan karna koper yang cukup besar milik Fely. Dan koper miliknya yang sebagian isinya itu baju milik Fely juga. Banyak sekali baju dan perlengkapan Fely yang gadis itu bawa. Sehingga satu koper besar milik Fely tidak bisa menampung semua barangnya. Alhasil, Barra lah yang harus mengalah. Memberi space untuk barang milik istrinya itu didalam kopernya. Karna memang Barra tidak membawa banyak barang. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN