Barra membuka pintu kamarnya secara perlahan. Ia takut membangunkan Fely yang sudah terlelap. Karna Barra sudah menyuruh istrinya itu untuk tidur lebih dulu tadi. Barra menghampiri Fely yang benar saja gadis itu sudah terbang ke alam mimpinya.
Barra berjongkok di dekat ranjang, tepat dimana posisi tidur Fely dimana. Kebetulan juga istrinya itu tidur menyamping. Membuat Barra bisa lebih leluasa menatap wajahnya yang selalu terlihat tenang saat tertidur. Tak sadar Barra tersenyum menatap wajah Fely yang sangat tenang itu. Barra juga menyalipkan anak rambut yang menutupi wajah Fely ke belakang telinga istrinya.
"Gue suka liat lo yang kalem gini" ucap Barra pelan karna ia takut suaranya mengganggu tidurnya Fely.
"Fel, bukan lo aja yang ga nyesel nikah sama gue. Tapi gue juga. Gue ga nyesel nikah sama lo. Lo itu cewek unik yang pernah gue temuin. Lo angkuh tapi manja" Barra tersenyum jika mengingat seberapa manjanya Fely jika dirumah. Sikap gadis itu sangat berbanding terbalik dengan kesehariannya disekolah. Galaknya Fely seketika hilang jika sudah kembali kerumah.
Barra mencium kening Fely sebelum ia menyimpan jaket yang ia kenakan dan membersihkan wajahnya sebelum ia tidur. Selang beberapa menit, Barra sudah berbaring disamping Fely. Jangan tanyakan tangannya, sudah jelas sudah Barra lingkarkan dipinggang Fely. Wajahnya juga sudah melesak ke ceruk leher Fely. Beruntung, Fely tidak terganggu dengan ulah Barra barusan.
***
Suara adzan subuh sudah berkumandang. Fely memerjapkan matanya lalu ia melihat jam dilayar hp nya. Fely membalikan tubuhnya untuk membangunkan Barra. Satu hal yang belum berubah dari Barra adalah, pria itu yang sedikit sulit untuk dibangunkan. Fely harus mempertebal rasa sabarnya jika untuk menghadapi Barra yang paling susah untuk dibangunkan.
"Bar, udah subuh ayok sholat" Fely menepuk-nepuk pipi Barra.
"Hmm, lima menit lagi Fel, gue masih ngantuk". jawab Barra yang masih asyik memjamkan matanya.
"Ga ada, waktu subuh itu cuman sebentar, ntar malah kita ga sholat" Fely berusaha terus untuk membangunkan Barra.
Dengan malas, Barra membuka matanya. Dilihatnya wajah bantal Fely yang sudah menjadi hal yang biasa ia lihat setiap harinya. Barra mengucek matanya sebentar.
"Gue ambil wudhu duluan, awas ya jangan tidur lagi" ucap Fely. Barra menganggukkan kepalanya.
Nyawa Barra belum terkumpul sepenuhnya saat ini. Ia melepaskan pelukannya pada Fely, dan memperhatikan punggung gadis itu yang mulai masuk kedalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Beberapa saat kemudian, Fely kembali, ia mengambil perlengkapan sholat untuknya sendiri juga Barra. Sedangkan Barra kini mengambil air wudhu.
Selang beberapa menit, Barra sudah kembali menemui Fely yang kini sudah memakai mukena yang dimana mukena itu salah satu seserahan yang Barra berikan pada Fely saat mereka menikah. Barra tersenyum melihat Fely yang terlihat sangat cantik saat mengenakan mukena.
Barra memakai sarung yang sudah Fely siapkan untuknya. Barra juga mengganti piyamannya dengan baju koko yang Fely taruh diatas kasur. Sudah bukan hal yang aneh lagi jika Barra menggati bajunya didepan Fely. Setelah itu, mereka berdua melaksanakan sholat subuh dengan Barra yang mengimami Fely.
Satu hal yang Fely suka dari Barra adalah saat suaminya itu menjadi imam ketika Fely sholat. Ada ketenangan yang lebih saat Fely menjalankan ibadahnya itu saat Barra yang mengimaminya. Fely tidak menyangka saja, seorang yang badung disekolah, sangat khusuk sekali jika sudah menjadi imam ketika sholat bersama Fely.
Selesai mengerjakan dua rakaat sholat, Barra membalikan badannya dan menyodorkan tangannya untuk dicium oleh Fely. Baru setelah itu Barra mencium kening Fely.
"Maaf ya semalem gue ninggalin lo tidur" ucap Fely. Barra tersenyum.
"Ga papa. Gue juga yang nyuruh kan?". Fely tersenyum lalu menganggukan kepalanya.
"Jangan tidur lagi bisa ga?" tanya Fely saat Barra menyerahkan sarung dan juga sejadah yang pria itu pakai untuk sholat tadi. Sedangkan Fely sedang melipat mukena yang baru saja ia lepaskan.
"Gue ngantuk" jawab Fely.
"Gue ga mau ada drama lagi pagi-pagi" jawab Fely sambil berjalan guna menyimpan alat sholatnya dengan Barra. Setelah itu ia berjalan mendekati Barra yang sudah siap kembali tidur itu.
"Gue janji deh ga akan susah buat dibangunin" ucap Barra yang tentu saja Fely tidak mepercayainya.
"Lo kalo mau boong pinteran dikit ya" jawab Fely.
Bukan apa, Fely sudah jengah sekali jika paginya dimulai dengan kekesalannya pada Barra karna suaminya itu yang selalu sulit untuk dibangunkan. Membuat Fely sering kali kesiangan saat berangkat kesekolah.
"Gue ga boong Fel, gue janji deh ga akan susah buat lo bangunin".
"Terserah lo" jawab Fely yang memilih untuk beranjak dari tempat tidurnya. Tapi, lengannya ditahan oleh Barra.
"Mau kemana?" tanya Barra.
"Mau mandi lah, gue ga mau kesiangan gara-gara lo" jawab Fely.
"Dingin loh mandi subuh"
"Kaya yang ga pernah aja" jawab Fely sambil memutar kedua bola matanya.
Jika diingat, selama mereka menikah, sering sekali mereka mandi sebelum sholat subuh jika semalam mereka melakukan kewajibannya sebagai pasangan suami istri. Jadi, Fely sudah terbiasa jika harus mandi subuh. Lagi pula, ia mandi juga menggunakan air hangat yang mengalir di shower.
"Mandi bareng ya?" pinta Barra yang kini ntah kenapa semangat untuk bangun. Fely menyerngitkan kedua alisnya. Ia sudah tau maksud dari ucapan Barra barusan.
"Katanya dingin"
"Ga dingin kalo bareng". Barra memangku Fely untuk pergi ke kamar mandi. Fely yang kaget pun sontak megalungkan tangannya pada leher Barra, karna ia takut terjatuh.
Barra mengunci pintu kamar mandi setelah ia dan Fely sudah berada didalamnya. Sebelum mandi, jelas saja Barra meminta haknya pada Fely. Fely hanya bisa menuruti dan mengikuti semua permainan Barra saat ini. Karna, sejujurnya ia juga menginginkannya.
***
Fely mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer saat ia dan Barra sudah selesai mandi. Sedangkan Barra hanya memperhatikan Fely saja disamping gadis itu. Hal yang sudah biasa Barra lihat saat Fely baru selesai keramas. Fely melirik ke arah Barra yang masih saja memperhatikannya.
"Ck, dari pada lo diem aja. Mendingan bantuin gue keringin ini rambut. Gue mau make up" Fely menyerahkan hair dryer yang sudah ia matikan pada Barra. Barra memperhatikan dengan polosnya benda yang kini berada digenggamannya.
"Ko gue?" tanya Barra.
"Siapa yang bikin gue keramas sepagi ini?" tanya Fely balik.
"Tapi gue ga tau cara pakeinnya"
"Ini nya dipencet dulu, terus lo giniin nih kerambut gue" Fely mengajarkan Barra cara menggunakan alat pengering rambut itu. Setelah Fely rasa Barra mengerti, kini Fely mulai mengenakan skincare nya sebelum ia menggunakan make up.
"Aw, panas Barra jangan ke kuping gue" Fely sedikit menjauhkan kepalanya saat Barra tidak sengaja membuat Fely kepanasan karna hair dryer yang menengai telinga gadis itu.
"Ya maaf, gue ga sengaja".
"Emang panas ya?" tanya Barra polos.
Terbesit fikiran jahil dikepala Fely. Ia merebut hair dryer yang ada di tangan Barra, lalu ia menggunakan benda itu untuk balas dendam pada Barra.
"Aw, panas Fel" pekik Barra saat angin yang cukup hangat mengenai telinganya.
"Rasain, panas kan?" tanya Fely.
"Oh, jadi lo bales dendam?" tanya Barra.
"Iya, wlee" Fely menjulurkan lidahnya pada Barra.
"Sini, balikin rese ya lo jadi bini" Barra mencoba merebut benda berwarna hitam itu di tangan Fely, namun gadis itu dengan kuat menggenggamnya.
Gelak tawa terjadi diantara keduanya saat Fely yang terus memegang dengan kuat hair dryer nya, dan Barra yang terus berusaha merebut benda itu dari tangan Fely.
"Siniin ga Fel?" tanya Barra.
"Ngga akan wleee".
1 menit... 2 menit.. 3 menit...
Mata keduanya bertemu. Angin hangat terus keluar dari hair dryer yang kini berada ditengah-tengah keduanya. Fely dan Barra tidak berkedip saat ini. Kedua mata mereka seolah saling mengunci satu sama lain. Debar jantung mereka semakin kencang saja saat ini.
"Ekhm" deheman Barra membuyarkan semuanya. Fely dan Barra salah tingkah. Ntah kenapa, jika sudah berurusan dengan jantung mereka yang berdegup kencang, keduanya terlihat sangat canggung. Fely mematikan hair dryer nya lalu disimpan ditempat semula, sedangkan Barra menggaruk tengkuk belakangnya yang sama sekali tidak gatal itu.
"Gue, gue tunggu dibawah ya Fel" ucap Barra yang ingin menormalkan kembali debar jantungnya itu. Karna, ia semakin degdegan saja jika masih berdekatan dengan Fely.
"I.. iya" jawab Fely tak kalah gugupnya.
Fely memegangi dadanya yang masih bedegup kencang itu. Ia tidak mengerti sejak kapan ini terjadi. Tatapan Barra barusan terus terbayang dibenaknya. Apa, Fely benar-benar sudah membuka hatinya untuk Barra?. Atau memang, ia sudah jatuh cinta pada pria itu?.
"Sadar Fel, Barra belum bilang kalo dia cinta sama lo. Lo harus tahan perasaan lo sebelum dia duluan yang bilang" ucap Fely pada dirinya sendiri. Setelah itu, lebih baik ia turun kebawah, karna jika ia masih berdiam diri dikamarnya, Fely pasti tidak keburu untuk sarapan.
***
Barra menghampiri Lita yang sudah berada di meja makan. Wajah sumringah Barra tentu saja menarik perhatian Lita saat ini. Karna, tidak biasanya Barra terlihat sebahagia ini.
"Kenapa kamu Bar? Kaya orang yang bahagia gitu?" Tanya Lita saat putranya duduk didepannya.
"Ah ngga, perasaan mama aja kali" jawab Barra yang masih malu mengatakan jika tatapan Fely barusanlah yang membuat Barra seperti ini.
Mata indah Fely masih terbayang dibenak Barra. Mengingat mata yang sangat indah itu membuat Barra tersenyum-senyum sendiri. Tatapan yang bisa mengunci Barra, tatapan yang ingin kembali Barra lihat.
"Kamu ga bisa boong sama mama Barra".
"Apaan sih mama" jawab Barra yang malas meladeni ibunya ini.
Tidak lama, Fely turun dan mengahampiri Barra dan juga Lita. Dengan segera, Barra menormalkan kembali ekspresinya. Barra tidak ingin Fely melihat wajahnya yang berbinar akibat kejadian barusan.
"Pagi ma" sapa Fely pada Lita, lalu ia duduk disebelah Barra.
"Pagi sayang" jawab Lita ramah.
Tanpa menunggu waktu lama, Fely mengambilkan beberapa helai roti tawar untuk Barra. Tidak lupa ia mengoleskan selai kacang kesukaan pria itu. Lalu ditaruhnya diatas piring kosong yang berada didepan Barra.
"Makasih" ucap Barra yang medapat anggukan dari Fely. Lalu gadis itu melakukan hal yang sama untuk dirinya sendiri.
"Enak banget ya Barra, tiap makan ada yang sediain. Ga kaya belum nikah ambil sendiri terus, kalo ngga ga keburu sarapan" ucap Lita yang mengundang Barra dan Fely untuk menatapnya. Tapi, Barra tidak menghiraukannya. Ia memilih untuk melanjutkan mengunyah roti tawarnya.
"Fel, tau ga dulu itu Barra susah banget kalo sarapan. Ya, sekalinya mau kalo dia tau aja disekolah ada kegiatan yang bikin dia cape". lanjut Lita yang kini berbicara pada Fely.
"Oh ya?" tanya Fely.
"Iya sayang, sejak nikah sama kamu aja Barra tiap hari sarapan. Enak kali ya ada yang siapin dia makan" jawab Lita. Barra melirik kearah ibunya.
"Yang kalian omongin masih idup loh" sindir Barra yang tidak terima karna menjadi topik pembicaraan istri dan ibunya.
"Makasih ya Fel, kamu udah mau rawat Barra. Keliatan banget sekarang Barra yang lebih berisi badannya" Lita tidak menghiraukan ucapan Barra yang menyindirnya.
Fely memperhatikan Barra yang masih asyik mengunyah rotinya itu. Jika diperhatikan, memang pipi Barra sudah terlihat tembem. Tangan pria itu juga tidak sekurus sebelum mereka menikah. Fely merasa senang, karna sejak menikah dengannya, banyak perubahan yang terjadi pada diri Barra.
"Kata orang kalo yang cowok gemukan, tandanya susunya cocok. Berarti susunya cocok di gue kan Fel?" tanya Barra yang sedikit ambigu.
"Maksud lo?" tanya Fely yang kurang mengerti.
"Elah, kan tiap malem, subuh, kadang siang lo suka kasih gue s*su hmft-" Fely segera membekap mulut Barra. Ia tidak menyangka Barra akan berbicara sefrontal itu didepan ibunya sendiri. Fely fikir s*su penambah otot yang Barra bicarakan disini. Rupanya s*su yang lain.
Lita hanya bisa tersenyum malu saat anaknya mengutarakan hal yang benar-benar di atas 18+ itu. Tapi, ia juga menyadari jika putra semata wayangnya itu sudah menikah.
Barra menepuk-nepuk punggung tangan Fely yang masih menutupi mulutnya. Jujur saja Barra tidak bisa bernafas sekarang. Melihat Barra yang sudah seperti orang tersiksa itu, membuat Fely melepaskan bekapannya pada Barra.
"Gila lo, istri durhaka mau bunuh lakinya" umpat Barra saat ia bisa kembali bernafas.
"Barra, minta maaf sama Fely. Apa-apaan perkataan kamu barusan hah? Mama ga pernah ya ajarin kamu buat berkata kasar sama istri kamu" Tegur Lita. Barra sedikit melongo saat Lita malah memarahinya. Padahal, disini Barra yang tidak bisa bernafas karna ulah Fely. Tapi, kenapa menjadi Barra yang disalahkan.
Fely cekikan sekarang. Dendamnya semalam pada Barra terbayar sudah, dimana saat ini Lita malah membelanya yang jelas-jelas salah itu. Bahkan, Fely tidak perlu memikirkan bagaimana caranya untuk melihat Barra yang dinasehati Lita didepannya. Karna, saat ini Barra sendiri yang memancing Lita untuk memarahinya. Dan membela Fely yang jelas-jelas bersalah itu.
"Ga papa ma, udah biasa ko" jawab Fely dengan nada yang dibuat-buat.
"Apa? udah biasa? Dan kamu ga bilang sama mama?" tanya Lita.
Fely sekuat tenaga menahan tawanya sekarang. Padahal, seingatnya Barra tidak pernah berkata kasar pada Fely. Fely hanya ingin melihat Barra yang terus dimarahi oleh Lita. Karna, dengan begitu dendamnya terhadap Barra terbayarkan dengan sangat puas sekali.
"Barra Alman Said, minta maaf sama istri kamu sekarang atau mama akan marah sama kamu?" ancam Lita.
"Ma, ngga Barra ga pernah kasar sama Fely". Bela Barra pada dirinya.
"Masih mau ngelak?" tanya Lita. Barra menatap tajam Fely, Barra sangat mengetahui jika Fely sedang menahan tawanya kali ini. Terlihat dari Fely yang selalu memainkan bibirnya.
"Gue minta maaf ya" ucap Barra dengan sangat terpaksa.
"Yang bener Barra". Ucap Lita lagi.
"Ma, udah ma, ga papa. Kasian Barra nya" ucap Fely yang mencari muka didepan Lita.
"Liat, istri kamu baik banget. Kalo bukan karna Fely, mama udah marahin kamu" ucap Lita.
Fely sudah tidak bisa menahan tawanya lagi. Ia lebih memilih untuk berpamitan pergi kesekolah. Jika ia masih berada disini, sudah dapat dipastikan jika Fely akan tertawa melihat Barra yang tidak berdaya itu.
"Ya udah ma, Bar, Fely pamit kesekolah dulu ya, udah siang" Fely bangkit dari duduknya lalu menyalami tangan Lita dan juga Barra sebelum ia pergi.
"Iya sayang hati-hati ya. Kalo Barra kasar lagi sama kamu, kasih tau mama ya" ucap Lita. Fely menganggukkan kepalanya. Ia melempar senyum ledekan pada Barra. Puas sekali hatinya saat ini. Pagi-pagi melihat Barra dimarahi oleh Lita. Layaknya semalam Fely yang dimarahi oleh Winda yang membela Barra habis-habisan.
"Awas ya lo Fely, abis sama gue nanti" ucap Barra didalam hati. Lalu Barra juga memilih untuk berangkat sekolah saja. Berdiam diri disini bersama ibunya hanya bisa membuat Barra kembali mendapatkan ceramahan saja. Lebih baik Barra pergi kesekolah. Walau niatnya hanya untuk membolos jam pelajaran saja. Karna, jika dilihat jadwal pelajaran hari ini semuanya hanya pelajaran yang sangat membosankan.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part