Ajeng terkejut saat menerima rantang makanan dari tangan Yuda.
"Dikasih Non Yuki. Untuk Aunty di rumah katanya" ujar Yuda.
"Apa isinya Mas?"
"Buka saja Dek, aku mandi dulu ya"
"Iya Mas" jawab Ajeng.
Dengan penuh rasa penasaran, Ajeng membuka rantang yang terdiri dari empat rangkap.
Ada ayam goreng, capcay, sambal goreng hati, dan rendang daging.
"Alhamdulillah" gumam Ajeng mengucap syukur atas rezeki yang Allah berikan hari ini.
Yuda sudah selesai mandi, dan sudah selesai sholat ashar.
"Kita tidak akan habis memakannya berdua Dek, kasih ke sebelah, untuk Muammar dan Maya. Mereka pasti senang di beri ayam goreng tepung begitu. Bagi dua saja semuanya. Separuh untuk kita, separuh untuk Mbak Mita dan kedua anaknya"
"Ya Mas" Ajeng menganggukan kepalanya, lalu mengambil dua buah piring. Yang satu di isi dengan ayam goreng dan capcay. Yang satu lagi dengan sambal goreng hati dan rendang daging.
Saat Ajeng mengantarkan makanan untuk kedua anak yatim itu. Suara seruan gembira mereka terdengar sampai ke telinga Yuda. Yuda jadi teringat akan kedua keponakannya yang sudah yatim juga. Ridho dan Raina, adalah nama keponakannya.
Ajeng sudah kembali dari sebelah, dengan membawa piring kosong di tangannya.
"Terimakasih kata mereka. Sampaikan pada non Yuki ya Mas"
"Insya Allah"
"Mas mau makan sekarang?"
"Ya boleh, jadi setelah Isya nanti aku bisa langsung tidur"
Ajeng dan Yuda duduk makan berdua.
"Mas kerasan jadi supir non Yuki?"
"Yang namanya kerja, ya meski tidak kerasan, tetap harus dijalani Dek"
"Kok jawabannya begitu Mas?"
"Non Yuki itu susah ditebak orangnya. Kadang baik, kadang judes, aku sedikit khawatir kalau salah bicara dengan dia. Kata Mbak Rah yang kerja di dapur, non Yuki bisa ngamuk sewaktu-waktu kalau keinginannya tidak dituruti. Ngamuknya itu kadang ingin bunuh diri atau bawa mobil dengan kecepatan tinggi. Pokoknya kata Mbak Rah, non Yuki itu kalau sudah ngamuk tidak ada yang bisa mengatasi, keculai kakeknya sendiri"
"Astaghfirullah hal adzim, kok bisa begitu ya Mas? Memangnya orang tua non Yuki ada di mana, kok dia ikut kakeknya?"
"Soal itu aku juga tidak tahu Dek, aku tidak berani tanya terlalu jauh"
"Mas harus hati-hati kalau bicara sama dia. Sebisa mungkin turuti semua keinginannya. Jangan sampai nanti terjadi sesuatu pada non Yuki, karena Mas salah bicara, atau tidak melakukan apa yang dia perintahkan"
"Aku tahu Dek, semoga saja permintaannya tidak ada yang aneh-aneh" ujar Yuda.
"Aneh bagaimana?"
"Ya maksudku, siapa tahu non Yuki nanti minta dibawa terbang layang dari atas monas, bagaimana aku menuruti keinginannya" sahut Yuda. Ajeng tertawa mendengar ucapan Yuda.
"Mas ini ada-ada saja, ya mana mungkin non Yuki minta dibawa terbang layang dari puncak monas"
"Ya siapa tahu Dek, non Yuki itukan orangnya aneh"
"Ya tapi tidak sampai begitu juga Mas"
"Ya semoga saja dia tidak minta yang aneh-anehlah"
"Aamiin" sahut Ajeng.
****
Seperti biasa, Yuda menunggu Yuki pulang dari sekolahnya.
Begitu Yuki mendekat, Yuda langsung membukakan pintu depan untuknya. Yuki duduk lalu memasang safety beltnya.
Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Di lampu merah ada tiga anak pengamen yang biasanya. Mereka terdengar menyanyikan lagu Muara Kasih Bunda.

Yuda menggapaikan tangannya, meminta mereka agar mendekatinya. Yuda takut insiden kecupan terulang lagi, jika ia menjulurkan tangannya untuk memberi mereka uang.
Ketiga anak itu mendekat ke arah Yuda. Yuda memberikan tiga lembar dua ribuan pada mereka.
Ucapan terimakasih terlontar dari mulut mereka bertiga.
Yuki tidak mengatakan apapun saat melihat apa yang dilakukan Yuda.
Yuda kembali menjalankan mobilnya.
"Orang tua Uncle masih ada?"
"Ayahku sudah meninggal, Alhamdulillah ibuku masih ada"
"Apa ibu Uncle menyayangi Uncle?"
"Tidak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya Non" jawab Yuda. Diliriknya Yuki, Yuda bisa melihat senyum sinis di bibir mungilnya.
"Orang yang merasakan kasih sayang ibunya, pasti akan berkata seperti itu Uncle"
"Maksud Non Yuki?"
"Mudah bagi mereka mengatakan hal seperti itu, karena tidak pernah merasa diabaikan oleh ibu mereka sendiri" sahut Yuki, suaranya terdengar menyimpan kepedihan juga amarah yang terpendam.
Yuda menolehkan kepalanya, tapi Yuki membuang pandangannya ke luar jendela. Sehingga Yuda tidak bisa melihat wajahnya.
"Maaf, kalau boleh tahu, orang tua Non Yuki ada di mana?" Tanya Yuda memberanikan diri.
"Sudah kukatakan, aku tidak ingin membicarakan tentang diriku ataupun tentang orang tuaku Uncle! Ingat baik-baik hal itu!" Yuki nyaris berteriak dengan ucapannya. Yuda sungguh tersentak saking terkejutnya.
"Maafkan atas kelancangan saya Nona, saya berjanji tidak akan bertanya soal itu lagi" ujar Yuda cepat. Ia takut kalau-kalau Yuki memgamuk. Bagaimana ia akan mengatasinya.
'Ya Allah, aku mohon jangan membuatku salah langkah atau salah bicara, yang bisa membuatku kehilangan pekerjaanku ini, aamiin'
Yuda melirik Yuki yang duduk diam, tatapannya dilayangkan ke luar jendela.
Yuda tidak berani bicara lagi, takut nona mudanya meledak seperti tadi.
****
Sore ini Yuda mengantar Yuki untuk bimbel. Pulang dari bimbel.
"Apa kita langsung pulang Non?"
"Temani aku nonton" jawab Yuki dengan nada bossynya.
Dalam hatinya Yuda menolak, tapi mana berani ia menolak di mulutnya.
"Uncle telpon Aunty dulu, bilang kalau Uncle pulang terlambat. Biar Aunty tidak cemas menunggu Uncle" ujar Yuki.
"Maaf Non, nanti kalau ada musholla boleh saya ijin untuk sholat Ashar sebentar"
"Hmmm" Yuki hanya menjawab dengan gumamannya.
Saat bertemu musholla. Yuda ke luar dari dalam mobil.
"Non tidak ingin sholat ashar sekalian?" Tanya Yuda ragu. Yuki menatapnya dengan tatapan tidak senang.
"Maaf Non, ehmm saya sholat ashar dulu" Yuda segera meninggalkan Yuki. Ia mengelus dadanya, teringat akan tatapan tidak senang dari Yuki karena ajakan sholatnya. Yuda berpikir, jika Mr. Yamata muslim, maka Yuki kemungkinan muslim juga. Karena itulah tadi ia berani mengajak Yuki untuk ikut sholat ashar juga.
****
Ternyata ucapan 'temani aku nonton' yang diucapkan Yuki, artinya adalah, Yuda harus menemaninya masuk ke dalam untuk menemaninya nonton. Bukan menunggu di luar seperti sebelumnya.
Mereka nonton film Indonesia, film yang cocok ditonton remaja seusia Yuki. Yuda yang duduk disebelah Yuki kerap melirik gadis di sebelahnya. Yuda ingin melihat ekspresi Yuki saat ia melihat adegan tentang hubungan seorang anak dan ibunya. Tapi tentu saja sulit baginya untuk melihat ekspresi Yuki di tempat yang gelap.
Rasa penasaran Yuda akan orang tua Yuki jadi bertambah. Terngiang kembali ucapan Yuki di dalam mobil tadi. Yuda menduga, mungkin Yuki adalah seorang anak yang kehilangan kasih sayang dari orang tuanya.
Yuda jadi teringat pada ibunya, ibunya yang tengah sakit di kampungnya. Andai memiliki uang lebih, Yuda ingin mengontrak rumah, bukan lagi rumah petak. Agar seluruh keluarganya di kampung bisa ia boyong untuk tinggal di sini bersamanya. Tapi apalah daya, ia belum mampu untuk itu.
Film selesai, mereka ke luar dari dalam.
Yuda tetap mengikuti langkah Yuki di belakangnya.
Langkah Yuki terhenti, karena seseorang menghalangi jalannya.
Yuda diam di tempatnya, ia tidak berani bertindak tanpa ijin dari nona majikannya.
Orang yang menghalangi langkag Yuki, dikenali Yuda sebagai siswa pria yang ditampar Yuki tempo hari.
"Kau ini bodoh Yuki, kau memilih nonton dengan supirmu yang pakaiannya seperti gembel itu, dari pada denganku? Dasar cewek bodoh!"
"Bukan urusanmu aku pergi dengan siapa. Kalau menolak pergi denganmu adalah sebuah kebodohan, tak apa. Aku justru merasa lega, karena tidak pernah tertarik padamu Luke, pria yang suka menghina wanita. Tidak pantas untuk disukai wanita. Semoga cewek-cewek yang senang mengejarmu, segera menyadari kalau kau itu tidak pantas untuk dikejar atau diperebutkan!" Yuki mendorong d**a Luke dengan kedua tangannya.
"Ayo Uncle kita pergi!" Seru Yuki pada Yuda. Yuda kembali mengikuti langkah Yuki. Tiba-tiba Yuki berhenti dan memutar tubuhnya, Yuda yang terkejut jadi menabrak tubuh Yuki. Hampir saja Yuki jatuh telentang karena benturan tubuh Yuda dengan tubuhnya. Tapi tangan kokoh Yuda sigap memeluk tubuhnya.
Yuki mendongakan wajahnya, tepat saat Yuda menundukan kepalanya. Tatapan mereka bertemu, Yuda segera melepaskan pelukannya, lalu mundur tiga langkah dari hadapan Yuki.
"Masf Non, saya tidak sengaja, sungguh!"
Mata Yuki menyapu tubuh Yuda dari kaki sampai kepalanya. Hati Yuda berdebar jadinya, ia merasa takut Yuki akan murka. Karena insiden tabrakan dan pelukan yang terjadi baru saja.
BERSAMBUNG